Tata Cara Sholat Tasbih
Tata Cara Sholat Tasbih – Termasuk salah satu diantara sholat nafilah yang diperselisihkan ke-masyru'-annya ialah sholat tasbih. Sholat ini diperselisihkan oleh para ulama’ dikarenakan perbedaan mereka dalam menentukan shahih dan dlaifnya hadits tentang sholat tasbih.
Perselisihan dalam menentukan kesahihan hadits memang tidak dapat kita pungkiri. Mengingat di zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seluruh ucapan dan perbuatan Nabi selama menjadi Nabi dan Rasul belum dituliskan dalam kitab.
Seandainya seluruh perbuatan dan ucapan beliau mulai pertama kali diutus hingga wafatnya ditulis semuanya tanpa terkecuali oleh para sahabat maka niscaya tidak akan ada hadits dhaif dan palsu dengan izin Allah.
Tentunya penulisan itu juga membutuhkan ratusan jilid buku dan tidak mungkin dilakukan mengingat fasilitas tulis menulis saat itu sangat amat minim.
Lagi pula, kebiasaan para sahabat saat itu juga bukan tulis menulis akan tetapi mereka belajar dengan menghafal ilmu yang mereka terima.
Perselisihan dalam menentukan kesahihan hadits memang tidak dapat kita pungkiri. Mengingat di zaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seluruh ucapan dan perbuatan Nabi selama menjadi Nabi dan Rasul belum dituliskan dalam kitab.
Seandainya seluruh perbuatan dan ucapan beliau mulai pertama kali diutus hingga wafatnya ditulis semuanya tanpa terkecuali oleh para sahabat maka niscaya tidak akan ada hadits dhaif dan palsu dengan izin Allah.
Tentunya penulisan itu juga membutuhkan ratusan jilid buku dan tidak mungkin dilakukan mengingat fasilitas tulis menulis saat itu sangat amat minim.
Lagi pula, kebiasaan para sahabat saat itu juga bukan tulis menulis akan tetapi mereka belajar dengan menghafal ilmu yang mereka terima.
Selain itu, setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam banyak sekali perselisihan dan fitnah yang terjadi dikalangan umat Islam. Banyak sekali para pendusta menyebarkan hadits-hadits palsu demi kepentingan politik.
Tak heran apabila mendapatkan suatu riwayat hadits dari seseorang maka para ahli hadits akan menelitinya terlebih dahulu.
Apabila hadits itu didapatkan dari orang-orang terpercaya dan memiliki hafalan yang kuat serta diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak mungkin berdusta atas nama Nabi maka hadits itu bisa dikatakan hadits mutawatir yang tentunya bernilai shahih.
Sebaliknya apabila mendapatkan suatu riwayat hadits yang diriwayatkan dari seorang yang fasiq maka hadits tersebut tertolak.
Yang perlu kita fahami adalah bahwa hadits tidak hanya diterima melalui satu jalur saja. Terkadang dibawa melalui jalur periwayatan yang sehat dan terkadang melalui jalur periwayatan yang lemah bahkan banyak pendusta di dalamnya.
Selain itu, banyak sekali kitab-kitab hadits yang beredar di kalangan kaum muslimin. Bisa jadi masih banyak kemungkinan hadits-hadits yang dihafalkan oleh para ulama' hilang ditelan zaman karena belum sempat dituliskan dalam kitab.
Itulah mengapa kajian penelitian hadits belum pernah berhenti sampai saat ini. Bahkan salah satu ulama’ hadits era modern yang kontroversial saat ini, yaitu syaikh Albani menghukumi shahih pada hadits sholat tasbih. Sehingha hasil tashih beliau terhadap hadits tersebut pun masih banyak yang mengkritisinya.
Selain itu, banyak sekali kitab-kitab hadits yang beredar di kalangan kaum muslimin. Bisa jadi masih banyak kemungkinan hadits-hadits yang dihafalkan oleh para ulama' hilang ditelan zaman karena belum sempat dituliskan dalam kitab.
Itulah mengapa kajian penelitian hadits belum pernah berhenti sampai saat ini. Bahkan salah satu ulama’ hadits era modern yang kontroversial saat ini, yaitu syaikh Albani menghukumi shahih pada hadits sholat tasbih. Sehingha hasil tashih beliau terhadap hadits tersebut pun masih banyak yang mengkritisinya.
Berikut ini akan kami jelaskan tata cara sholat tasbih beserta perselisihan para ulama’ tentang kedudukan hadits tersebut.
1. Perselisihan Ulama’ Terhadap Kesahihan Hadits Sholat Tasbih
Dikutip dan diterjemahkan dari kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah Juz 27 halaman 150 151, bahwa perselisihan hukum dan hadits tentang sholat tasbih terbagi menjadi tiga pendapat :
Pendapat Pertama : Sebagian ulama’ syafi’iyyah mengatakan mustahab (disenangi). Didalam sebagian kitabnya imam Nawawi mengatakan : Sholat tasbih adalah sunnah hasanah dan mereka beristidlal dengan hadits yang datang di dalamnya, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda pada Abbas bin Abdul Muthallib . . . (akan kami sebutkan hadits-haditsnya di point ke-2)
Mereka mengatakan bahwa hadits ini tsabit dari riwayat ini, ialah jika hadits ini merupakan riwayat Musa bin Abdul Aziz maka Ibnu mu’in mentsiqahkannya.
An-nasa’i mengatakan : Tidak mengapa mengerjakannya.
Imam Az-Zarkasyi mengatakan : haditsnya shahih dan tidak dhaif.
Dan ibnu Sholah mengatakan : Haditsnya hasan seperti yang diucapkan oleh imam Nawawi dalam tadzhibil asma’ wal lughat.
An-nasa’i mengatakan : Tidak mengapa mengerjakannya.
Imam Az-Zarkasyi mengatakan : haditsnya shahih dan tidak dhaif.
Dan ibnu Sholah mengatakan : Haditsnya hasan seperti yang diucapkan oleh imam Nawawi dalam tadzhibil asma’ wal lughat.
Ibnu Mundziri berkata : Haditsnya tsiqat. Dan telah diriwayatkan dari haditsnya Abbas sendiri dan haditsnya Abi Rafi’, dan Anas bin Malik.
Pendapat Kedua : Sebagian hanabilah lebih condong bahwa sholat tasbih tidak mengapa dikerjakan, yakni diperbolehkan.
Mereka mengatakan : Seandainya hadits itu tidak tsabit maka ia termasuk fadhail a’mal, yang bila haditsnya dhaif maka mencukupi (persyaratan untuk diamalkan).
Karena itulah Ibnu Qudamah mengatakan : Jika seseorang mengerjakannya maka tidak mengapa, karena sesungguhnya amalan nawafil dan fadhail tidak dipersyaratkan dengan hadits yang shahih.
Mereka mengatakan : Seandainya hadits itu tidak tsabit maka ia termasuk fadhail a’mal, yang bila haditsnya dhaif maka mencukupi (persyaratan untuk diamalkan).
Karena itulah Ibnu Qudamah mengatakan : Jika seseorang mengerjakannya maka tidak mengapa, karena sesungguhnya amalan nawafil dan fadhail tidak dipersyaratkan dengan hadits yang shahih.
Pendapat Ketiga : Sholat tasbih tidak disyariatkan.
Imam Nawawi mengatakan di dalam majmu’ : mengenai disenanginya sholat tasbih itu kurang tepat, karena haditsnya dhaif dan sholat tersebut berbeda dengan tata cara sholat pada umunya.
Maka sepantasnya janganlah mengamalkan (suatu amalan) dengan tanpa hadits, sedangkan hadits tentang sholat tasbih tidak ada yang tsabit.
Dinukil oleh Ibnu Qudamah bahwa Imam Ahmad tidak mentsabitkan hadits sholat tasbih, dan tidak berpendapat bahwa sholat tasbih itu mustahabah.
Ia berkata : imam Ahmad berkata : Sholat tasbih tidak membuatku kagum.
Ia ditanya : Mengapa?
Ia menjawab : "Tidak ada sedikitpun yang sahih dari hadits tersebut" Seraya mengibaskan tangannya seperti orang yang mengingkari.
Imam Nawawi mengatakan di dalam majmu’ : mengenai disenanginya sholat tasbih itu kurang tepat, karena haditsnya dhaif dan sholat tersebut berbeda dengan tata cara sholat pada umunya.
Maka sepantasnya janganlah mengamalkan (suatu amalan) dengan tanpa hadits, sedangkan hadits tentang sholat tasbih tidak ada yang tsabit.
Dinukil oleh Ibnu Qudamah bahwa Imam Ahmad tidak mentsabitkan hadits sholat tasbih, dan tidak berpendapat bahwa sholat tasbih itu mustahabah.
Ia berkata : imam Ahmad berkata : Sholat tasbih tidak membuatku kagum.
Ia ditanya : Mengapa?
Ia menjawab : "Tidak ada sedikitpun yang sahih dari hadits tersebut" Seraya mengibaskan tangannya seperti orang yang mengingkari.
Ibnu al-Jauzi menjadikan hadits sholat tasbih dalam Al-Maudlu’at (kitab kumpulan hadits palsu).
Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab At-Takhlish : Sebenarnya semua jalurnya dhaif, dan jika hadits ibnu Abas mendekati sebagian syarat hasan, dan jika tidak maka ia syadz (menyeleweng) karena ia sangat menyendiri dan tidak ada bukti penguat dan mutabi’ dari segi yang mu’tabar (otoritatif), dan tata caranya berbeda dengan tata cara sholat lain umumnya.
Ia berkata : Ibnu Taimiyah dan Al-Mazy mendhaifkannya, dan Adz-Dzahabi menyepakatinya. Ibnu Abdul Hadi juga membicarakan di dalam ahkamnya.
Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab At-Takhlish : Sebenarnya semua jalurnya dhaif, dan jika hadits ibnu Abas mendekati sebagian syarat hasan, dan jika tidak maka ia syadz (menyeleweng) karena ia sangat menyendiri dan tidak ada bukti penguat dan mutabi’ dari segi yang mu’tabar (otoritatif), dan tata caranya berbeda dengan tata cara sholat lain umumnya.
Ia berkata : Ibnu Taimiyah dan Al-Mazy mendhaifkannya, dan Adz-Dzahabi menyepakatinya. Ibnu Abdul Hadi juga membicarakan di dalam ahkamnya.
Kami juga tidak menjumpai sholat ini disebutkan (sepanjang sepengetahuan kami) di dalam kitab-kitab hanafiyyah dan malikiyyah, kecuali apa yang dinukilkan di dalam kitab At-Takhlish Al-Habir dari Ibnu Arabiy bahwa ia mengatakan : Tidak terdapat hadits shahih maupun hasan dalam hal sholat tasbih.
Menyikapi Perselisihan : Adapun kami lebih condong dan lebih nyaman pada pendapat yang ketiga. Tentunya kami mengambil pendapat tersebut berdasarkan kajian yang ilmiah.
Toh, masih banyak sekali riwayat shahih amalan sunnah lainnya yang masih bisa kita amalkan dan belum tentu kita mampu mengamalkan semuanya.
Toh, masih banyak sekali riwayat shahih amalan sunnah lainnya yang masih bisa kita amalkan dan belum tentu kita mampu mengamalkan semuanya.
Namun kami tetap menghargai pendapat lain dan tidak memaksa siapapun untuk mengambil pendapat tertentu. Kami mempersilahkan siapapun untuk mengambil pendapat yang manapun.
Dan tentunya kami juga menganjurkan siapapun hendaknya mengkaji secara ilmiah terlebih dahulu tanpa memperturutkan hawa nafsu sebelum mengambil suatu pendapat.
Setelah itu hendaknya kita saling mengharagi pendapat lain yang berbeda dengan kita dan tidak menjadikan permusuhan diantara sesama muslim hanya karena permasalahan tersebut.
Dan tentunya kami juga menganjurkan siapapun hendaknya mengkaji secara ilmiah terlebih dahulu tanpa memperturutkan hawa nafsu sebelum mengambil suatu pendapat.
Setelah itu hendaknya kita saling mengharagi pendapat lain yang berbeda dengan kita dan tidak menjadikan permusuhan diantara sesama muslim hanya karena permasalahan tersebut.
2. Hadits-hadits Sholat Tasbih
Berikut ini hadits-hadits berkenaan dengan sholat tasbih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab sunannya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ: يَا عَبَّاسُ، يَا عَمَّاهُ، أَلَا أُعْطِيكَ، أَلَا أَمْنَحُكَ، أَلَا أَحْبُوكَ، أَلَا أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ، إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ، خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ، صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَانِيَتَهُ، عَشْرَ خِصَالٍ: أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً، فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ، قُلْتَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً، ثُمَّ تَرْكَعُ، فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ، فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا، فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَسْجُدُ، فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ، فَتَقُولُهَا عَشْرًا، فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ، فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ، إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ، فَفِي عُمُرِكَ مَرَّةً
Dari Ibnu Abbas, Bahwa Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda pada Abbas bin Abdul Muthallib :
“Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah paman, aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan yang dapat menghapus sepuluh macam dosa?
Jika paman mengerjakan hal itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-terangan.
Sepuluh macam kebaikan itu ialah; Paman mengerjakan shalat empat raka'at, dan setiap raka'at membaca Al-Fatihah dan surat,
apabila selesai membaca itu, dalam raka'at pertama dan masih berdiri, bacalah; Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar) sebanyak lima belas kali,
lalu ruku', dan dalam ruku' membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali,
kemudian mengangkat kepala dari ruku' (i'tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali,
lalu sujud juga membaca sepuluh kali,
setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali,
kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh kali, Salim bin Abul Ja'd jumlahnya ada tujuh puluh lama kali dalam setiap raka'at,
paman dapat melakukannya dalam empat raka'at.
Jika paman sanggup mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah.
Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap jum'at,
jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan,
jika tidak mampu, kerjakanlah setiap tahun sekali.
Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam seumur hidup.” (HR. Abu Dawud : 1297)
“Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah paman, aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan yang dapat menghapus sepuluh macam dosa?
Jika paman mengerjakan hal itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-terangan.
Sepuluh macam kebaikan itu ialah; Paman mengerjakan shalat empat raka'at, dan setiap raka'at membaca Al-Fatihah dan surat,
apabila selesai membaca itu, dalam raka'at pertama dan masih berdiri, bacalah; Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar) sebanyak lima belas kali,
lalu ruku', dan dalam ruku' membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali,
kemudian mengangkat kepala dari ruku' (i'tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali,
lalu sujud juga membaca sepuluh kali,
setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali,
kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh kali, Salim bin Abul Ja'd jumlahnya ada tujuh puluh lama kali dalam setiap raka'at,
paman dapat melakukannya dalam empat raka'at.
Jika paman sanggup mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah.
Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap jum'at,
jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan,
jika tidak mampu, kerjakanlah setiap tahun sekali.
Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam seumur hidup.” (HR. Abu Dawud : 1297)
عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، قَالَ: حَدَّثَنِي رَجُلٌ كَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ يَرَوْنَ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ائْتِنِي غَدًا أَحْبُوكَ، وَأُثِيبُكَ، وَأُعْطِيكَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُعْطِينِي عَطِيَّةً، قَالَ: إِذَا زَالَ النَّهَارُ، فَقُمْ فَصَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، فَذَكَرَ نَحْوَهُ، قَالَ: ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ يَعْنِي مِنَ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ، فَاسْتَوِ جَالِسًا، وَلَا تَقُمْ حَتَّى تُسَبِّحَ عَشْرًا، وَتَحْمَدَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرَ عَشْرًا، وَتُهَلِّلَ عَشْرًا، ثُمَّ تَصْنَعَ ذَلِكَ فِي الْأَرْبَعِ الرَّكَعَاتِ، قَالَ: فَإِنَّكَ لَوْ كُنْتَ أَعْظَمَ أَهْلِ الْأَرْضِ ذَنْبًا غُفِرَ لَكَ بِذَلِكَ، قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أُصَلِّيَهَا تِلْكَ السَّاعَةَ؟ قَالَ صَلِّهَا مِنَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ خَالُ هِلَالٍ الرَّأْيِ، قَالَ أَبُو دَاوُدَ: رَوَاهُ الْمُسْتَمِرُّ بْنُ الرَّيَّانِ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو مَوْقُوفًا، وَرَوَاهُ رَوْحُ بْنُ الْمُسَيَّبِ، وَجَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَالِكٍ النُّكْرِيِّ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَوْلُهُ، وَقَالَ فِي حَدِيثِ رَوْحٍ، فَقَالَ حَدِيثُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Abu Jauza` dia berkata; telah menceritakan kepada kami seseorang laki-laki yang pernah bersahabat dengannya, menurut mereka, dia adalah Abdullah bin 'Amru dia berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: “Datanglah kepadaku besok hari, aku akan memberimu suatu pemberian.”
Hingga aku mengira beliau benar-benar akan memberiku suatu pemberian. Beliau bersabda: “Apabila siang agak reda, maka berdirilah untuk menunaikan shalat empat raka'at . . . ”
kemudian dia menyebutkan hadits seperti di atas. Beliau lalu bersabda: “Kemudian kamu mengangkat kepalamu -yaitu dari sujud kedua- sehingga kamu benar-benar duduk, dan janganlah berdiri hingga membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil masing-masing sepuluh kali, lalu kamu melakukan hal itu di empat raka'at.”
Beliau melanjutkan; “Seandainya kamu orang yang paling besar dosanya di antara penduduk bumi, maka dosa-dosamu akan di ampuni dengan melakukan hal itu (shalat tasbih).”
Aku bertanya; “Jika aku tidak mampu melaksanakan shalat tasbih pada waktu itu?”
beliau menjawab: “Kerjakanlah di malam hari atau siang hari.”
Abu Daud berkata; Habban bin Daud adalah pamannya Hilal Ar Ra'yi.
Abu Daud berkata; “Hadits ini di riwayawatkan pula oleh Al Mustamir Ar Rayyan dari Abu Al Jauza` dari Abdullah bin 'Amru secara mauquf.
Dan di riwayatkan pula oleh Rauh bin Al Musayyab dan Ja'far bin Sulaiman dari 'Amru bin Malik An Nukri dari Abu Al Jauza` dari Ibnu Abbas.
Sedangkan perkataannya mengenai hadits Rauh, dia berkata; yaitu hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (HR. Abu Dawud : 1298)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: “Datanglah kepadaku besok hari, aku akan memberimu suatu pemberian.”
Hingga aku mengira beliau benar-benar akan memberiku suatu pemberian. Beliau bersabda: “Apabila siang agak reda, maka berdirilah untuk menunaikan shalat empat raka'at . . . ”
kemudian dia menyebutkan hadits seperti di atas. Beliau lalu bersabda: “Kemudian kamu mengangkat kepalamu -yaitu dari sujud kedua- sehingga kamu benar-benar duduk, dan janganlah berdiri hingga membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil masing-masing sepuluh kali, lalu kamu melakukan hal itu di empat raka'at.”
Beliau melanjutkan; “Seandainya kamu orang yang paling besar dosanya di antara penduduk bumi, maka dosa-dosamu akan di ampuni dengan melakukan hal itu (shalat tasbih).”
Aku bertanya; “Jika aku tidak mampu melaksanakan shalat tasbih pada waktu itu?”
beliau menjawab: “Kerjakanlah di malam hari atau siang hari.”
Abu Daud berkata; Habban bin Daud adalah pamannya Hilal Ar Ra'yi.
Abu Daud berkata; “Hadits ini di riwayawatkan pula oleh Al Mustamir Ar Rayyan dari Abu Al Jauza` dari Abdullah bin 'Amru secara mauquf.
Dan di riwayatkan pula oleh Rauh bin Al Musayyab dan Ja'far bin Sulaiman dari 'Amru bin Malik An Nukri dari Abu Al Jauza` dari Ibnu Abbas.
Sedangkan perkataannya mengenai hadits Rauh, dia berkata; yaitu hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (HR. Abu Dawud : 1298)
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ رُوَيْمٍ، حَدَّثَنِي الْأَنْصَارِيُّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِجَعْفَرٍ بِهَذَا الْحَدِيثِ، فَذَكَرَ نَحْوَهُمْ، قَالَ فِي السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ مِنَ الرَّكْعَةِ الْأُولَى، كَمَا قَالَ فِي حَدِيثِ مَهْدِيِّ بْنِ مَيْمُونٍ
Dari 'Urwah bin Ruwaim telah menceritakan kepadaku Al Anshari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ja'far dengan hadits ini, lalu dia menyebutkan seperti hadits mereka, katanya; dalam sujud kedua pada raka'at pertama. Sebagaimana dia berkata dalam hadits Mahdi bin Maimun. (HR. Abu Dawud : 1299)
3. Tata Cara Sholat Tasbih
Berdasarkan hadits tersebut dapat kita rangkum tata caranya sebagai berikut :
- Jumlah rakaat pada sholat tasbih adalah empat rakaat tanpa ada tahiyyat yang pertama.
- Jumlah salam adalah satu kali dalam empat rakaat tersebut. (Syafi’iyah berpendapat apabila dikerjakan di siang hari maka dengan satu salam, apabila dikerjakan dimalam hari maka dikerjakan dengan dua salam.)
- Mengucapkan kalimat tasbih :
سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ
- Diawali membaca Al-Fatihah lalu surat, setelah itu membaca tasbih di atas sebanyak 15x.
- Ketika rukuk membacanya 10x.
- Lalu i'tidal kemudian membacanya 10x.
- Lalu sujud kemudian membacanya 10x.
- Lalu duduk diantara dua sujud dan membacanya 10x.
- Lalu sujud yang ke dua dan membacanya 10x.
- Lalu duduk sebelum berdiri dan membacanya 10x.
- Lalu berdiri melanjutkan rakaat yang kedua hingga rakaat keempat.
- Adapun yang afdhal adalah bila dikerjakan sekali dalam sehari, jika tidak maka setiap jumat, jika tidak maka setiap bulan, jika tidak maka setiap tahun, jika tidak maka sekali seumur hidup.
Demikian tata cara sholat tasbih yang dapat kami paparkan. Semoga bermanfaat. Aamiin
Oleh : Adam Rizkala
Oleh : Adam Rizkala