Tata Cara Sholat Tarawih Berdasarkan Hadits Shahih
Tata Cara Sholat Tarawih – Bulan ramadhan adalah salah satu bulan yang paling mulia. Bulan ini juga disebut dengan bulan yang penuh dengan keberkahan.
Disebutkan pula di dalam Al-Quran bahwa di bulan inilah Al-Quran diturunkan. Pada bulan ini Allah menurunkan Al-Quran dari lauh al-mahfudz ke baitul izza kemudian diturunkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
Disebutkan pula di dalam Al-Quran bahwa di bulan inilah Al-Quran diturunkan. Pada bulan ini Allah menurunkan Al-Quran dari lauh al-mahfudz ke baitul izza kemudian diturunkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
Termasuk salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam bulan Ramadhan adalah sholat tarawih. Pada dasarnya antara sholat tarawih, sholat malam, sholat tahajjud, qiyamul lail, qiyamur ramadhan dan lain sebagainya ini sama saja.
Berikut ini sedikit penjelasan mengenai tata cara sholat tarawih beserta dalil-dalilnya.
1. Anjuran Sholat Tarawih
Para ulama’ empat madzhab sepakat bahwa qiyamul lail di bulan ramadhan hukumnya sunnah muakkadah (anjuran yang kuat). Bahkan Allah menjanjikan ampunan terhadap dosa-dosa kita yang dahulu apabila kita mengerjakan sholat tarawih.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barang siapa yang melaksanakan qiyamur ramadhan karena iman dan mencari pahala maka ia diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Bukhari : 2009)
2. Niat Sholat Tarawih
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa amalan tanpa niat yang ikhlas maka akan menjadikan amalan tersebut menjadi sia-sia. Maka tatkala kita melaksanakan ibadah hendaknya kita luruskan niat terlebih dahulu.
Adapun letak asas niat itu di dalam hati, adapun lisan hanya memperkuat. Maka kita cukupkan saja ibadah ini dengan menata niat yang ada di dalam hati.
Adapun letak asas niat itu di dalam hati, adapun lisan hanya memperkuat. Maka kita cukupkan saja ibadah ini dengan menata niat yang ada di dalam hati.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا غَزَا يَلْتَمِسُ الْأَجْرَ وَالذِّكْرَ، مَالَهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا شَيْءَ لَهُ. فَأَعَادَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، يَقُولُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا شَيْءَ لَهُ. ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا، وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Dari Abu Umamah al-Bahaliy, berkata : Seorang laki-laki datang pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu berkata : “Bagaimana pendapatmu apabila ada seorang yang berperang mengharapkan upah dan pujian? Apakah ia mendapat pahala?”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Dia tidak mendapatkan apapun.”
Lalu ia mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda padanya : “Ia tidak mendapatkan apapun”
kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali ia melaksanakannya dengan ikhlash dan mengharapkan wajah-Nya.” (HR. Nasa’i : 3140)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Dia tidak mendapatkan apapun.”
Lalu ia mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda padanya : “Ia tidak mendapatkan apapun”
kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali ia melaksanakannya dengan ikhlash dan mengharapkan wajah-Nya.” (HR. Nasa’i : 3140)
3. Waktu Sholat Tarawih
Waktu batas kebolehan mengerjakan sholat tarawih adalah setelah melaksanakan sholat isya’ sampai datangnya waktu subuh. Dahulu Nabi mengerjakan sholat tarawih dipertengahan malam.
Pada dasarnya sholat malam memang afdhal apabila di kerjakan di sepertiga malam yang akhir. Namun, apabila seorang menjadi imam sholat tarawih hendaknya ia mengerjakan di awal malam agar tidak memberatkan jamaahnya.
Hal ini berdasarkan sunnah kaum muslimin di zaman Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu :
Pada dasarnya sholat malam memang afdhal apabila di kerjakan di sepertiga malam yang akhir. Namun, apabila seorang menjadi imam sholat tarawih hendaknya ia mengerjakan di awal malam agar tidak memberatkan jamaahnya.
Hal ini berdasarkan sunnah kaum muslimin di zaman Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ القَارِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى المَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ، لَكَانَ أَمْثَلَ. ثُمَّ عَزَمَ، فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُونَ. يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Dari Abdurrahman bin Abdu Al-Qariy, bahwa ia berkata : Aku keluar disuatu malam bulan Ramadhan menuju masjid bersama Umar bin Khattab radliyallaahu ‘anhu.
Ternyata saat itu orang-0rang sholat berkelompok secara terpisah-pisah, ada seorang yang sholat sendiri, dan ada pula yang sholat bersama kurang dari sepuluh orang. Lalu Umar berkata : “Menurutku akan lebih baik seandainya mereka dikumpulkan dengan satu imam.”
Kemudian ia bertekat untuk mengumpulkan mereka untuk diimami Ubay bin Ka’b. Lalu aku keluar di malam lainnya, sedangkan manusia sholat dengan imam mereka, Umar mengatakan :
“Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Adapun orang-orang yang tidur untuk melakasanakan sholat diakhir malam maka lebih afdhol dari pada yang sedang sholat.”
Ia menghendaki sholat di akhir malam akan tetapi orang-orang sholat diawal malam. (HR. Bukhari : 2010)
Ternyata saat itu orang-0rang sholat berkelompok secara terpisah-pisah, ada seorang yang sholat sendiri, dan ada pula yang sholat bersama kurang dari sepuluh orang. Lalu Umar berkata : “Menurutku akan lebih baik seandainya mereka dikumpulkan dengan satu imam.”
Kemudian ia bertekat untuk mengumpulkan mereka untuk diimami Ubay bin Ka’b. Lalu aku keluar di malam lainnya, sedangkan manusia sholat dengan imam mereka, Umar mengatakan :
“Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Adapun orang-orang yang tidur untuk melakasanakan sholat diakhir malam maka lebih afdhol dari pada yang sedang sholat.”
Ia menghendaki sholat di akhir malam akan tetapi orang-orang sholat diawal malam. (HR. Bukhari : 2010)
Faedah Hadits :
- Alangkah baiknya dalam satu masjid melaksanakn sholat tarawih dengan satu imam.
- Diperbolehkan terdapat banyak imam dalam satu masjid apabila yang dikerjakan adalah sholat sunnah.
- Sholat tarawih lebih afdhal apabila dikerjakan di akhir malam.
- Diperbolehkannya sholat tarawih di awal malam setelah sholat isya’. Dan ini merupakan ijma’ dan sunnah kaum muslimin sejak zama Umar bin Khattab sampai sekarang.
4. Jumlah Rakaat Sholat Tarawih
Termasuk salah satu hal yang diperselisihkan khususnya di negeri kita Indonesia adalah masalah jumlah rakaat sholat tarawih. Perselisihan ini tidak perlu dipermasalahkan karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak membatasi jumlah rakaatnya.
Namun mengerjakan dengan jumlah rakaat yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya itu lebih baik, yakni sebelas atau dua puluh tiga rakaat (termasuk witir).
Berikut ini beberapa dalil yang menunjukkan jumlah rakaat sholat tarawih.
Namun mengerjakan dengan jumlah rakaat yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya itu lebih baik, yakni sebelas atau dua puluh tiga rakaat (termasuk witir).
Berikut ini beberapa dalil yang menunjukkan jumlah rakaat sholat tarawih.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ؟ فَقَالَتْ: مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa ia mengabarkan padanya: Bahwa ia bertanya pada ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha, bagaimana sholatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadhan?
Maka ‘Aisyah menjawab : “Tidaklah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menambah (rakaat) di bulan Ramadan dan selainnya atas sebelas rakaat yang mana beliau shalat empat rakaat, dan jangan tanyakan tentang bagus dan panjangnya sholat beliau, kemudian sholat empat rakaat, dan jangan tanyakan tentang bagus dan panjangnya sholat beliau, kemudian sholat tiga rakaat.” (HR. Bukhari : 1047)
Maka ‘Aisyah menjawab : “Tidaklah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menambah (rakaat) di bulan Ramadan dan selainnya atas sebelas rakaat yang mana beliau shalat empat rakaat, dan jangan tanyakan tentang bagus dan panjangnya sholat beliau, kemudian sholat empat rakaat, dan jangan tanyakan tentang bagus dan panjangnya sholat beliau, kemudian sholat tiga rakaat.” (HR. Bukhari : 1047)
Faedah Hadits :
- Menurut persaksian Aisyah, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam selalu shalat di bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan sebanyak sebelas rakaat.
- Beliau beristirahat setiap melaksanakan empat rakaat dan diakhiri dengan witir tiga rakaat.
- Beliau sholat dengan khusyu’, bagus, dan sempurna serta membaca surat-surat yang panjang. Di riwayat lain disebutkan bahwa beliau di rakaat pertama mebaca surat Al-Baqarah, di rakaat kedua membaca surat Ali Imran, di rakaat ke tiga membaca surat An-Nisa, di rakaat ke empat membaca surat Al-Maidah atau Al-An’am (Lihat Sunan Abi Dawud no. 1305)
وَحَدَّثَنِي عَنْ مَالِكٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ أَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً
“Telah menceritakan padaku, dari Malik, dari Yazin bin Ruman bahwa ia berkata: Orang-orang sholat di zaman Umar bin Khatab saat bulan Ramadhan dengan dua puluh tiga rakaat.” (HR. Malik dalam kitab Muwatho’ : 380)
Faedah Atsar :
Ijma’ kaum muslimin di zaman Umar bin Khattab yakni melaksanakan shalat tarawih sebanyak dua puluh tiga rakaat.
Berdasarkan hadits-hadits yang ada para ulama’ menyimpulkan bahwa apabila hendak melaksanakan shalat tarawih dengan surat yang panjang maka disedikitkan jumlah rakaatnya.
Namun, apabila hendak melaksanakan dengan surat yang pendek maka diperbanyak jumlah rakaatnya. Sebagaimana perkataan Syaikh Khudloir dalam kitab syarah muwatho’ :
Berdasarkan hadits-hadits yang ada para ulama’ menyimpulkan bahwa apabila hendak melaksanakan shalat tarawih dengan surat yang panjang maka disedikitkan jumlah rakaatnya.
Namun, apabila hendak melaksanakan dengan surat yang pendek maka diperbanyak jumlah rakaatnya. Sebagaimana perkataan Syaikh Khudloir dalam kitab syarah muwatho’ :
قال عبد الكريم بن عبد الله الخضير: فإن أراد أن يطيل القراءة يقلل عدد الركعات، وإن أراد أن لا يطيل القراءة ولا يتحمل طول القراءة يكثر عدد الركعات
Abdul Karim bin Abdullah al-Khudloir berkata: Jika menghendaki memanjangkan bacaan maka disedikitkan rakaatnya, dan jika menghendaki tidak memanjangkan bacaan maka diperbanyak rakaatnya.
5. Kapan Salam dalam Sholat Tarawih?
Akhir-akhir ini banyak dijumpai di masjid-masjid yang melaksanakan shalat tarawih dengan pola yang berbeda-beda.
Ada yang salam di setiap empat rakaat, ada pula yang salam di setiap dua rakaat. Adapun yang sholat dengan salam di setiap empat rakaat berhujjah dengan dalil yang diriwayatkan Aisyah berikut ini:
Ada yang salam di setiap empat rakaat, ada pula yang salam di setiap dua rakaat. Adapun yang sholat dengan salam di setiap empat rakaat berhujjah dengan dalil yang diriwayatkan Aisyah berikut ini:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا
“Tidaklah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menambah (rakaat) di bulan Ramadan dan selainnya atas sebelas rakaat yang mana beliau shalat empat rakaat, dan jangan tanyakan tentang bagus dan panjangnya sholat beliau, kemudian sholat empat rakaat, dan jangan tanyakan tentang bagus dan panjangnya sholat beliau, kemudian sholat tiga rakaat.” (HR. Bukhari : 1047)
Mereka yang berpendapat dan melaksanakan shalat tarawih salam di setiap empat rakaat, berdalil dengan hadits tersebut.
Namun pendalilan ini adalah pendalilan yang lemah, karena pendalilan tersebut bersifat dzon (persangkaan) bukan qot'i (jelas/gamblang).
Kita dapat mengetahui bahwa dalam hadits tersebut Aisyah hanya menyebutkan bilangan rakaat saja (yakni empat rakaat) dan tidak menyebutkan perihal salam pada dalil tersebut.
Maka hadits ini adalah kategori hadits yang bersifat mujmal (global) sehingga membutuhkan tafshil (rincian) dengan hadits yang lain.
Ibnu Bathol mengatakan perihal hadits tersebut dalam syarahnya :
Namun pendalilan ini adalah pendalilan yang lemah, karena pendalilan tersebut bersifat dzon (persangkaan) bukan qot'i (jelas/gamblang).
Kita dapat mengetahui bahwa dalam hadits tersebut Aisyah hanya menyebutkan bilangan rakaat saja (yakni empat rakaat) dan tidak menyebutkan perihal salam pada dalil tersebut.
Maka hadits ini adalah kategori hadits yang bersifat mujmal (global) sehingga membutuhkan tafshil (rincian) dengan hadits yang lain.
Ibnu Bathol mengatakan perihal hadits tersebut dalam syarahnya :
وأما قول عائشة: يصلى أربعًا فلا تسل عن حسنهن وطولهن، ثم أربعًا، ثم ثلاثًا، فقد تقدم فى أبواب الوتر أن ذلك مرتب على قوله (صلى الله عليه وسلم) : (صلاة الليل مثنى مثنى( لأنه مفسر وقاض على المجمل، وقد جاء بيان هذا فى بعض طرق هذا الحديث، روى ابن أبى ذئب، عن ابن شهاب، عن عروة، عن عائشة، قالت: كان رسول الله (صلى الله عليه وسلم) يصلى بالليل إحدى عشرة ركعة بالوتر، يسلم بين كل ركعتين. وقيل فى قولها: يصلى أربعًا، ثم أربعًا، أنه كان ينام بعد الأربع، ثم يصلى، ثم ينام بعد الأربع، ثم يقوم فيوتر بثلاث
Adapun ucapan ‘Aisyah: “Nabi sholat empat rakaat dan jangan tanya tentang bagus dan panjang sholatnya beliau, kemudian empat rakaat, kemudian tiga rakaat.”
Ini sudah dibahas di bab witir bahwa itu merupakan penjelasan sabda beliau (shallallaahu ‘alaihi wasallam): (Sholat malam itu dua rakaat dua rakaat) karenaya hadits ini menjadi penafsir dan penegas atas sesuatu yang bersifat mujmal/global.
Keterangan ini sudah datang di sebagian jalur hadits, yang diriwayatkan Ibnu Abu Da’b, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari ‘Aisyah ia berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sholat malam sebelas rakaat beserta witir, beliau salam disetiap dua rakaat.”
Ditafsirkan juga maksud dari perkataannya : “Sholat empat rakaat, kemudian empat.”
Maksudnya bahwa Nabi tidur setelah sholat empat rakaat, kemudian sholat empat rakaat, kemudian tidur setelah sholat empat rakaat, kemudian berdiri dan sholat witir tiga rakaat.”
Ini sudah dibahas di bab witir bahwa itu merupakan penjelasan sabda beliau (shallallaahu ‘alaihi wasallam): (Sholat malam itu dua rakaat dua rakaat) karenaya hadits ini menjadi penafsir dan penegas atas sesuatu yang bersifat mujmal/global.
Keterangan ini sudah datang di sebagian jalur hadits, yang diriwayatkan Ibnu Abu Da’b, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari ‘Aisyah ia berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sholat malam sebelas rakaat beserta witir, beliau salam disetiap dua rakaat.”
Ditafsirkan juga maksud dari perkataannya : “Sholat empat rakaat, kemudian empat.”
Maksudnya bahwa Nabi tidur setelah sholat empat rakaat, kemudian sholat empat rakaat, kemudian tidur setelah sholat empat rakaat, kemudian berdiri dan sholat witir tiga rakaat.”
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia menceritakan :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا رَأَيْتَ أَنَّ الصُّبْحَ يُدْرِكُكَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ. فَقِيلَ لِابْنِ عُمَرَ: مَا مَثْنَى مَثْنَى؟ قَالَ: أَنْ تُسَلِّمَ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ
Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sholat Lail itu dua – dua, ketika kalian melihat bahwa subuh akan datang maka berwitirlah dengan satu rakaat.”
Ibnu Umar ditanya : “Apa yang dimaksud dengan dua – dua?”
Ibnu Umar menjawab : “Yaitu engkau salam di setiap dua rakaat.” (HR. Muslim : 749)
“Sholat Lail itu dua – dua, ketika kalian melihat bahwa subuh akan datang maka berwitirlah dengan satu rakaat.”
Ibnu Umar ditanya : “Apa yang dimaksud dengan dua – dua?”
Ibnu Umar menjawab : “Yaitu engkau salam di setiap dua rakaat.” (HR. Muslim : 749)
Selain itu, apabila kita meninjau pendapat ulama’ empat madzhab maka madzhab syafi’iyah mengatakan bahwa bila sholat tarawih tidak salam di setiap dua rakaat maka hukumnya batal, sedangkan ketiga imam lainnya berpendapat makruh (Lihat Al-Fiqh ala Madzahibil Arba’ah pada bab sholat tarawih).
Maka dari sini dapat kita simpulkan bahwa tata cara sholat tarawih yang lebih tepat adalah salam disetiap dua rakaat, dan cara seperti ini lebih sesuai dengan sunnah dan lebih aman untuk diamalkan.
Maka dari sini dapat kita simpulkan bahwa tata cara sholat tarawih yang lebih tepat adalah salam disetiap dua rakaat, dan cara seperti ini lebih sesuai dengan sunnah dan lebih aman untuk diamalkan.
Ringkasan :
- Sholat tarawih hukumnya sunnah muakkadah.
- Sholat tarawih hendaknya dilakukan dengan niat yang murni atau ikhlash karena Allah.
- Batasan waktu sholat tarawih adalah setelah melaksanakan sholat isya sampai menjelang subuh.
- Jumlah rakaat dalam sholat tarawih tidak dibatasi, adapun yang terbaik adalah mencontoh sunnah Nabi dan khulafaud rasyidin (yakni sebelas rakaat atau dua puluh tiga rakaat termasuk witir)
- Salam dalam sholat tarawih adalah setiap dua rakaat.
Oleh : Adam Rizkala
Sumber https://www.nasehatquran.com/