Fenomenologi Max Scheler
Dalam fenomenologi Max Scheler, ia tidak membebek pada Husserl, terutama ia tidak mengikuti pembahasan keras metode fenomenologi oleh Husserl pada isi kesadaran, melainkan melihat seluru realitas manusia, masyarakat, dunia dan tuhan. Pendekatan fenomenologi baginya berarti memperhatikan semua sudut warna pada segala kenyataan. Inti metode Scheler yaitu erleben,penghayatan segar terhadapan pengalaman. Kebenaran bukan hasil pikiran atau pertimbangan, melainkan harus dicari dengan membuka diri.
Bagi Max Scheler, fenomenologi bukanlah nama dari suatu ilmu pengetahuan baru, namuan merupakan perilaku pengamatan spiritual, yang menciptakan orang sanggup melihat dan mengalami sesuatu, yang kiranya akan tetap tersembunyi tanpa perilaku tersebut yaitu suatu realitas dari fakta-fakta jenis khusus. Fenomenologi bukan merupakan metode, sebagai mekanisme pedoman wacana fakta-fakta yang terarah pada tujuan untuk memperoleh hasil kegiatan, contohnya induksi atau deduksi. Fenomenologi merupakan perilaku serta mekanisme pengamatan terhadap fakta-fakta gres yang sedang dihadapi sebelum adanya proses pedoman secara logis untuk menghasilkan kesimpulan.
Max Scheler beropini bahwa fenomenologi merupakan empirisme paling radikal, alasannya yaitu hubungan dengan fakta absolut, yang berada dalam kontak paling bersahabat dan paling hidup dengan subyek. Perbedan pokok antara empirisme tradisional dan fenomenologi yaitu bahwa bidang pengalaman diperluas melampaui batas-batas pengalam indrawi, pengalaman fenomenologi yaitu murni dan langsung, sedangkan pengalaman indrawi dikondisikan dan dipengarui oleh setruktur organis partikular dari pelaku.
Kaum empiris menempatkan tubuh biopsikis dalam strukturnya yang kongkret sebagai subyek otoriter dari segala pengalaman, sehingga segala pengalaman bersifat relatif, atau terkondisikan oleh organisasi biopsikis yang kasatmata tersebut. Sedangkan fenomenologi mendapatkan alam biopsikis sebagai subjek otoriter pengalaman baginya alam biopsikis itu sendiri masih merupakan hal yang disajikan dan diberikan pada saubjek murni. Dalam pengalaman fenomenologi meskipun orang tidak harus mempunyai suatu keanekaragaman hal, namun harus mempunyai suatu hal konkrit atau suatu fakta kontigen untuk memperoleh di dalamnya esensi terkait sebagai pola orang harus mempunyai suatu hal yang merah, untuk mendapatkan esensi merah atau esensi warna.
Filsafat fenomenologi secara fundamental berbeda dengan jenis emperisme dam pengertian pada umumnya. Fenomenologiberusaha menangkap esensi yang secara eksklusif sanggup ditangkap melalui intuisi suatu yang bersifat apriori yang tidak didasarkan pada pengamatan indrawi. Prinsip dasar fenomenologi mengenai pengalaman membenarkan adanya apriori (yaitu pemahaman wacana esensi yang mendahului pengalaman indrawi, karenakeberadaannya tidak tergantung dan berdasarkan pengalaman indrawi). Segalasesuatu yang berada dalam intuisi secara langsung, yaitu yang "berada di sana pada dirinya sendiri" dalam pengalaman hidup dan instuisi, juga diberikan secara apriori sebagai eksistensi murni atau hakikat bagi setiap observasi yang mungkin dan proses induksi dari observasi. Sementara positivisme dan emperisme yaitu anti-aprioristik serta bersifat induktif. Yang memainkan peranan dalam pengalaman fenomenologi itu bukan sembarang fakta, melainkan fakta-fakta jenis tertentu, yaitu fakta-fakta fenomenologis.
Max Scheler membedakan tiga jenis fakta yaitu:
1. Fakta Natural berasal dari pengenalan indrawi yang menyangkut benda- benda kasatmata fakta ibarat ini tampak dalam pegalaman biasa.
2. Fakta Ilmiah mulai melepaskan diri dari pencerapan indrawi yang eksklusif dan semakin menjadi abstrak. Bisa terjadi bahwa fakta ilmiah dijadikan sebagai suatu formula simbolik yang sanggup diperhitungkan dan dimanipulasikan, sehingga kaitannya dengan realitas indrawi sangat menipis.
3. Fakta Fenomenologis yaitu isi intuitifatau hakikat yang diberikan dalam pengamalan eksklusif tak tergantung dari ada tidaknya dalam realitas di luar.
Fakta fenomenologis atau fakta murni merupakan fakta yang diberikan sebagai isi dari intuaisi semacam ini disebut fenomena. Istilah ini tidak berkaitan dengan penampakan atau kemiripan dengan sesuatu yang nyata melainkan berkenaan dengan esensi yang ditangkap melalui intuisi. Intuisi jenis ini merupakan intuisi fenomenologis, pengamatan fenomenologis atau pengamatan esensi. Pengamatan wacana esensi dalam hubungan esensial semacam ini sanggup terjadi dan dialami oleh person. Esensidan hubungan esensial yang ditangkap dan dialami ini bersifat apriori yang sudah ada dan diberikan sebelum pengalaman dan pengamatan indrawi dan keberadaannya tidak tergantung pada hal-hal empiris.
Max Scheler menolak imanensi hakikat pada subjek. Hakikat itu di keluarkan dan disajikan dari luar subjek, dan dengan demikian transenden. Hakikat merupakan realitas otonom, yang keberasalannya tidak dari kegiatan subjek.
Satu masa dengan tulisan-tulisan simpulan Dilthey, Edmund Husserl mulai memperkenalkan acara wacana fenomenologi transendental tujuan pokok dari acara ini yaitu untuk menjelaskan makna yang esensial dari objek-objek pengalaman melalui suatu penelitian mengenai cara-cara penampakan mereka. Penelitian ini harus dikerjakan dalam keadaan bebas dari semua perasangka termasuk perasangka-perasangka yang berkenaaan dengan eksistensi objek-objek materi. Husserl membongkar inspirasi dengan cara reduksi fenomenologi dunia spatio- temporal (reduksi fenomenologi berdasarkan dogma pencetusnya yaitu pemurnian fenomena, baik fenomena dunia objek maupun dunia subjek, dari jenis prasangka, asumsi, penafsiran).
Pemikiran Max Scheler dalam fenomenologi yaitu bahwa ia mengingat pengalaman emosi sebagai objek dari pengamatan fenomenologinya. Objek yang hadir dari pengalaman person yaitu nilai. Pengalaman emosi yang menghadirkan nilai bukanlah emosi biasa, ibarat kenikmatan atau kesakitan melainkan merupakan pengalaman emosi yang intensional, yang dinamakan juga intuisi emosi Max Scheler juga menciptakan paralel antara intuisi emosi dan nilai, di satu pihak dengan representasi atau konsep dan objeknya, nilai yaitu bagi intuisi emosi sebagaimana representasi dengan demikian dunia nilai itu juga objektif tidak tergantung pada tindakan pemahaman nilai tersebut.
Sumber https://pakarmakalah.blogspot.com/
Bagi Max Scheler, fenomenologi bukanlah nama dari suatu ilmu pengetahuan baru, namuan merupakan perilaku pengamatan spiritual, yang menciptakan orang sanggup melihat dan mengalami sesuatu, yang kiranya akan tetap tersembunyi tanpa perilaku tersebut yaitu suatu realitas dari fakta-fakta jenis khusus. Fenomenologi bukan merupakan metode, sebagai mekanisme pedoman wacana fakta-fakta yang terarah pada tujuan untuk memperoleh hasil kegiatan, contohnya induksi atau deduksi. Fenomenologi merupakan perilaku serta mekanisme pengamatan terhadap fakta-fakta gres yang sedang dihadapi sebelum adanya proses pedoman secara logis untuk menghasilkan kesimpulan.
Max Scheler beropini bahwa fenomenologi merupakan empirisme paling radikal, alasannya yaitu hubungan dengan fakta absolut, yang berada dalam kontak paling bersahabat dan paling hidup dengan subyek. Perbedan pokok antara empirisme tradisional dan fenomenologi yaitu bahwa bidang pengalaman diperluas melampaui batas-batas pengalam indrawi, pengalaman fenomenologi yaitu murni dan langsung, sedangkan pengalaman indrawi dikondisikan dan dipengarui oleh setruktur organis partikular dari pelaku.
Kaum empiris menempatkan tubuh biopsikis dalam strukturnya yang kongkret sebagai subyek otoriter dari segala pengalaman, sehingga segala pengalaman bersifat relatif, atau terkondisikan oleh organisasi biopsikis yang kasatmata tersebut. Sedangkan fenomenologi mendapatkan alam biopsikis sebagai subjek otoriter pengalaman baginya alam biopsikis itu sendiri masih merupakan hal yang disajikan dan diberikan pada saubjek murni. Dalam pengalaman fenomenologi meskipun orang tidak harus mempunyai suatu keanekaragaman hal, namun harus mempunyai suatu hal konkrit atau suatu fakta kontigen untuk memperoleh di dalamnya esensi terkait sebagai pola orang harus mempunyai suatu hal yang merah, untuk mendapatkan esensi merah atau esensi warna.
Filsafat fenomenologi secara fundamental berbeda dengan jenis emperisme dam pengertian pada umumnya. Fenomenologiberusaha menangkap esensi yang secara eksklusif sanggup ditangkap melalui intuisi suatu yang bersifat apriori yang tidak didasarkan pada pengamatan indrawi. Prinsip dasar fenomenologi mengenai pengalaman membenarkan adanya apriori (yaitu pemahaman wacana esensi yang mendahului pengalaman indrawi, karenakeberadaannya tidak tergantung dan berdasarkan pengalaman indrawi). Segalasesuatu yang berada dalam intuisi secara langsung, yaitu yang "berada di sana pada dirinya sendiri" dalam pengalaman hidup dan instuisi, juga diberikan secara apriori sebagai eksistensi murni atau hakikat bagi setiap observasi yang mungkin dan proses induksi dari observasi. Sementara positivisme dan emperisme yaitu anti-aprioristik serta bersifat induktif. Yang memainkan peranan dalam pengalaman fenomenologi itu bukan sembarang fakta, melainkan fakta-fakta jenis tertentu, yaitu fakta-fakta fenomenologis.

Max Scheler membedakan tiga jenis fakta yaitu:
1. Fakta Natural berasal dari pengenalan indrawi yang menyangkut benda- benda kasatmata fakta ibarat ini tampak dalam pegalaman biasa.
2. Fakta Ilmiah mulai melepaskan diri dari pencerapan indrawi yang eksklusif dan semakin menjadi abstrak. Bisa terjadi bahwa fakta ilmiah dijadikan sebagai suatu formula simbolik yang sanggup diperhitungkan dan dimanipulasikan, sehingga kaitannya dengan realitas indrawi sangat menipis.
3. Fakta Fenomenologis yaitu isi intuitifatau hakikat yang diberikan dalam pengamalan eksklusif tak tergantung dari ada tidaknya dalam realitas di luar.
Fakta fenomenologis atau fakta murni merupakan fakta yang diberikan sebagai isi dari intuaisi semacam ini disebut fenomena. Istilah ini tidak berkaitan dengan penampakan atau kemiripan dengan sesuatu yang nyata melainkan berkenaan dengan esensi yang ditangkap melalui intuisi. Intuisi jenis ini merupakan intuisi fenomenologis, pengamatan fenomenologis atau pengamatan esensi. Pengamatan wacana esensi dalam hubungan esensial semacam ini sanggup terjadi dan dialami oleh person. Esensidan hubungan esensial yang ditangkap dan dialami ini bersifat apriori yang sudah ada dan diberikan sebelum pengalaman dan pengamatan indrawi dan keberadaannya tidak tergantung pada hal-hal empiris.
Max Scheler menolak imanensi hakikat pada subjek. Hakikat itu di keluarkan dan disajikan dari luar subjek, dan dengan demikian transenden. Hakikat merupakan realitas otonom, yang keberasalannya tidak dari kegiatan subjek.
Satu masa dengan tulisan-tulisan simpulan Dilthey, Edmund Husserl mulai memperkenalkan acara wacana fenomenologi transendental tujuan pokok dari acara ini yaitu untuk menjelaskan makna yang esensial dari objek-objek pengalaman melalui suatu penelitian mengenai cara-cara penampakan mereka. Penelitian ini harus dikerjakan dalam keadaan bebas dari semua perasangka termasuk perasangka-perasangka yang berkenaaan dengan eksistensi objek-objek materi. Husserl membongkar inspirasi dengan cara reduksi fenomenologi dunia spatio- temporal (reduksi fenomenologi berdasarkan dogma pencetusnya yaitu pemurnian fenomena, baik fenomena dunia objek maupun dunia subjek, dari jenis prasangka, asumsi, penafsiran).
Pemikiran Max Scheler dalam fenomenologi yaitu bahwa ia mengingat pengalaman emosi sebagai objek dari pengamatan fenomenologinya. Objek yang hadir dari pengalaman person yaitu nilai. Pengalaman emosi yang menghadirkan nilai bukanlah emosi biasa, ibarat kenikmatan atau kesakitan melainkan merupakan pengalaman emosi yang intensional, yang dinamakan juga intuisi emosi Max Scheler juga menciptakan paralel antara intuisi emosi dan nilai, di satu pihak dengan representasi atau konsep dan objeknya, nilai yaitu bagi intuisi emosi sebagaimana representasi dengan demikian dunia nilai itu juga objektif tidak tergantung pada tindakan pemahaman nilai tersebut.