Kisah Umar Bin Khattab Ii : Hijrah Ke Yatsrib
Setelah masuk Islam, tidak ibarat kaum Muslimin lain yang sembunyi-sembunyi dalam memeluk akidah gres mereka, Umar justru terang-terangan mengumumkan keislamannya di depan kaum Quraisy yang menentang dakwah Rasulullah.
Ia memang sosok yang disegani, sehingga para penentang dakwah Rasulullah tidak ada yang berani menyentuhnya. Hal ini menciptakan kaum Muslimin yang semula tidak berani melaksanakan salat di akrab Kakbah menjadi leluasa beribadah di sana.
“Ketika Umar memeluk Islam, ia berperang dengan Quraisy hingga ia memenangkan usaha itu demikian jauh sehingga ia masuk Ka’bah di mana ia salat dan kita bersamanya,” kata Abdullah bin Mas’ud ibarat dikutip Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab (2002).
Keberanian Umar juga tergambar ketika kaum Muslimin hijrah ke Yatsrib atau yang lalu berjulukan Madinah. Mereka berangkat belakang layar alasannya yakni menghindari gangguan kaum Quraisy yang tak menghendaki anutan Islam.
Ali bin Abi Thalib, ibarat dikutip Husain Haekal, menyebutkan bahwa ketika semua kaum Muhajirin (Muslim Makkah yang melaksanakan hijrah) melakukannya secara diam-diam, Umar justru melakukannya dengan terang-terangan sambil membawa pedang dan menyelempangkan busur panah. Sementara tangannya menggenggam anak panah dan sebatang tongkat komando.
Sebelum hijrah, ia pergi ke Kakbah melaksanakan tawaf, sementara orang-orang Quraisy berada di beranda Kakbah. Ia tawaf sebanyak tujuh kali, menuju Maqom Ibrahim, dan salat. Kepada kaum Quraisy yang menentang Islam, yang ia datangi satu-persatu, Umar berkata:
“Wajah-wajah celaka! Allah menista orang-orang ini! Barang siapa ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim atau istrinya menjadi janda, temui saya di balik lembah itu.”
Namun Husain Haekal menambahkan bahwa dongeng Umar tersebut tidak ada dalam kisah yang diriwayatkan Ibnu Hisyam, Ibnu Sa’d, dan at-Tabari. Menurut mereka, Umar berangkat hijrah secara diam-diam, sama ibarat kaum Muslimin lainnya.
“Dia melaksanakan itu [hijrah secara diam-diam] bukan alasannya yakni lemah atau takut, yang memang tak pernah dikenalnya selama hidupnya, tetapi beliau pria yang penuh disiplin. Dia mengikuti jemaah dan meminta yang lain juga mengikuti mereka,” tulis Husain Haekal.
Ikuti kisah selanjutnya di "Kisah Umar bin Khattab III : Perang dan Penaklukan".
Penulis: Irfan Teguh
Editor: Ivan Aulia Ahsan
dikutip dari : tirto.id