Kisah Umar Bin Khattab I : Pembenci Islam Yang Menjadi Sobat Rosul
Salah satu keberhasilan dakwah Rasulullah yaitu bisa menciptakan orang-orang yang semula menentangnya berbalik menjadi pendukung setia. Ada beberapa sahabat Rasulullah yang melakoni takdir macam itu, salah satunya Umar bin Khattab. Kelak, sehabis Rasulullah wafat, sosok yang dikenal tegas ini menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar.
Watak tegas Umar serupa bapaknya, Khattab. Sang bapak pernah mengusir Zaid, anak saudaranya alias sepupu Umar, alasannya yaitu ia menjadi pengikut fatwa monoteisme Nabi Ibrahim yang menentang berhala.
Dalam Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2003), Karen Amstrong mencatat bahwa Zaid dikenal masyarakat alasannya yaitu secara terbuka mengutuk penyembahan berhala dan mencemarkan budpekerti kebiasaan yang telah dilakukan secara bebuyutan itu.
“Sikap dan pendiriannya yang demikian ini menimbulkan rakyat menentangnya, dan di antara musuh-musuhnya, yang paling besar lengan berkuasa dan tidak berbelas kasih yaitu Khattab, ayah Umar,” tulis Amstrong.
Sikap Khattab yang kerap menyulitkan Zaid membuatnya terpaksa melarikan diri ke Gua Hira, meski sesekali ia tetap berkunjung ke Makkah secara diam-diam.
Penentangan terhadap monoteisme yang dilakukan bapaknya, dilakukan juga oleh Umar. Saat Rasulullah berdakwah di Makkah, Umar menjadi salah satu penentang yang paling keras. Hal ini menciptakan Rasulullah berdoa semoga salah satu dari dua Umar menjadi pendukungnya.
“Ya, Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar,” ucap Rasulullah.
Dua Umar yang dimaksud yaitu Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, dan satu lagi yaitu Umar bin Khattab. Beberapa tahun kemudian, cita-cita Rasulullah itu terkabul: Umar memeluk Islam dan menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling dekat.
Sebelum Umar memeluk Islam, ada sebuah cerita populer yang menawarkan bagaimana kerasnya Umar dalam menentang agama gres itu.
Masih dalam buku yang ditulis Karen Amstrong, disebutkan bahwa sekali waktu Umar berniat membunuh Rasulullah. Ia menyusuri jalanan Makkah menuju sebuah rumah di bukit Safa sambil membawa pedang. Rumah tersebut yaitu daerah Rasulullah berada.
Sementara ketika Umar pergi hendak membunuh Rasulullah, saudarinya yang berjulukan Fatimah, yang menikah dengan Sa’id (anak Zaid sepupu Umar), mengundang Khabbab bin al-Arat, seorang arif besi, untuk membacakan ayat-ayat Alquran. Keduanya memang telah menjadi Muslim.
“Dalam perjalanannya menuju bukit Shafa, Umar didekati seorang Muslim dari klannya. Orang itu berusaha membelokkannya dari tujuan membunuh Nabi. Dia menyuruh Umar pulang dan menyaksikan apa yang tengah terjadi di rumahnya sendiri,” tulis Amstrong.
Umar bin Khattab kemudian kembali ke rumahnya. Saat ia memasuki jalan menuju rumah, ia mendengar ayat-ayat Quran yang dilantunkan Khabbab bin al-Arat. Mengetahui kedatangan Umar, sang pelantun Quran buru-buru bersembunyi.
“Suara apa itu?!” serunya sambil memasuki rumah.
Syibli Nu’mani dalam Umar bin Khattab yang Agung (1994) mengisahkan Fatimah menjawab pertanyaan Umar itu. Fatimah menyampaikan bunyi itu bukan apa-apa dan tidak ada artinya.
“Jangan mencoba menyembunyikan apapun dariku. Aku telah mengetahui segala sesuatunya. Aku telah mendengar bahwa engkau berdua telah ingkar agama,” hardik Umar.
Umar kemudian menyerang Fatimah dan suaminya. Ia memukuli saudarinya hingga jatuh ke tanah dan berdarah. Mengetahui Fatimah terluka, Umar menghentikan perbuatannya.
“Umar! Lakukan apa yang kamu kehendaki, Islam tidak akan pernah lepas dari hati kami,” ucap Fatimah.
Menurut Karen Amstrong, Umar kemudian memungut manuskrip Quran yang ditinggalkan Khabbab. Sementara dalam catatan Syibli Nu’mani, Umar meminta Fatimah untuk menawarkan apa yang tadi ia dengar. Lalu Fatimah menyodorkan manuskrip Quran yang sebelumnya ia sembunyikan.
Umar yang sanggup membaca dan menulis dengan fasih itu kemudian mulai membaca ayat-ayat pembuka dalam surat Thaha.
“Betapa indah dan agungnya ucapan ini!” gumamnya.
Itulah momen ketika Umar tergerak dan mulai tertarik kepada agama yang dipeluk saudarinya. Ia kemudian meraih pedangnya dan berlari menuju bukit Safa untuk menemui Rasulullah.
Sesampainya di daerah yang dituju, Rasulullah segera menarik jubah Umar sambil bertanya, “Apa yang telah membawamu kemari, hai anak Khattab?”
Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, saya tiba kepadamu untuk percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan pesan yang dibawanya dari Allah.”
Ikuti lanjutan kisahnya di "Kisah Umar bin Khattab II : Hijrah ke Yatsrib".
Penulis: Irfan Teguh
Editor: Ivan Aulia Ahsan
dikutip dari : tirto.id