ATSAR-ATSAR TENTANG HAKIKAT IKHLAS
Atsar-Atsar Tentang Hakikat Ikhlash
Ikhlash adalah sesuatu yang begitu mudah di ucapkan akan tetapi betapa sulitnya untuk di realisasikan, sampai-sampai sebagian ulama salaf menyatakan : "Sesungguhnya barangsiapa yang mempersaksikan bahwasanya dirinya telah ikhlash maka sungguh dia butuh untuk ikhlas lagi", sebagaimana di ucapkan oleh As-Susiy, hal ini di karenakan apabila seseorang merasa telah ikhlas dalam ucapan dan perbuatannya berarti dia telah berbuat 'ujub (kagum dan bangga dengan amalnya) yang akan menghapuskan amalannya tersebut, sedangkan orang yang ikhlash adalah orang yang amalnya bersih dari seluruh hal yang akan menghapuskannya seperti riya`, sum'ah, 'ujub dan yang lainnya.Berkata Ya'qub : "Orang yang ikhlash adalah orang yang menyembunyikan kebaikankebaikannya sebagaimana dia menyembunyikan kejelekan-kejelekannya." Kecuali kalau dalam rangka agar orang lain mengikuti perbuatan baiknya maka boleh menampakkan perbuatannya tersebut karena ada maslahat bagi orang lain.
Berkata Ayyub : "Memurnikan niat bagi orang-orang yang beramal itu lebih berat atas mereka daripada (mengerjakan) seluruh amalan-amalan." Berkata sebagian ulama salaf lainnya : "Ikhlash sesaat adalah keselamatan selama-lamanya, akan tetapi ikhlash itu adalah sesuatu yang sangat sulit." Ketika Suhail (tokoh sufi) di tanya : "Apakah yang paling berat bagi jiwa?" Maka beliau menjawab : "Ikhlash, karena padanya tidak ada bagian yang lainnya."
Berkata Al-Fudhail : "Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya' sedangkan beramal karena manusia adalah kesyirikan, adapun yang namanya ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya." Maksud beliau adalah apabila ada seseorang meninggalkan amal kebaikan karena takut riya' seperti dia tidak mau shalat sunnah karena takut riya', berarti dia sudah terjatuh pada riya' itu sendiri, yang seharusnya dia lakukan adalah tetap melaksanakan shalat sunnah walaupun di sekitarnya ada orang dengan tetap berusaha untuk ikhlash dalam amalnya tersebut.
(Lihat: Tazkiyyatun Nufuus, karya Ibnu Rajab, Ibnul Qayyim dan Abu Hamid, Hal.17, dengan beberapa perubahan). Sumber https://wadahsufiyah.blogspot.com/