Sepuluh Kaidah Penting Perihal Istiqomah


Kaidah Pertama
               Istiqomah ialah anugerah Ilahiyyah dan hadiah Rabbaniyyah
Didalam ayat-ayat yang sangat banyak dari Kitabullah Subhanahu wa Ta'ala, Allah Azza wa jalla sering kali menyandarkan kepada dirinya Hidayah (petunjuk.pent) kepada jalanNya yang lurus. Bahwa setiap kasus semua ada ditanganNya Azza wa Jalla yang mana Allah memberi petunjuk kepada siapa yang di kehendakiNya dan menyesatkan siapa yang di kehendakiNya. Di tangan Allah lah hati-hati setiap hambaNya, siapa yang di kehendaki maka dia ditetapkan berada dijalanNya dan siapa yang di kehendaki maka dia di palingkan dari jalanNya.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَلَوۡ أَنَّا كَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَنِ ٱقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ أَوِ ٱخۡرُجُواْ مِن دِيَٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٞ مِّنۡهُمۡۖ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ فَعَلُواْ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡ وَأَشَدَّ تَثۡبِيتٗا ٦٦ وَإِذٗا لَّأٓتَيۡنَٰهُم مِّن لَّدُنَّآ أَجۡرًا عَظِيمٗا ٦٧ وَلَهَدَيۡنَٰهُمۡ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا ٦٨} [النساء: 66-68]
" Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kau dari kampungmu", pasti mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus". QS an-Nisaa; 66-68.
Maka Hidayah (petunjuk) kepada jalanNya itu ada ditangan Allah Azza wa Jalla, Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَٱعۡتَصَمُواْ بِهِۦ فَسَيُدۡخِلُهُمۡ فِي رَحۡمَةٖ مِّنۡهُ وَفَضۡلٖ وَيَهۡدِيهِمۡ إِلَيۡهِ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا ١٧٥} [النساء: 175]

"Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya pasti Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. dan menunjuki mereka kepada jalan yang Lurus (untuk sampai) kepada-Nya". QS an-Nisaa: 175.
Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَىٰ دَارِ ٱلسَّلَٰمِ وَيَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٢٥} [يونس: 25]
" Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam) ". QS Yunus: 25.
Allah Ta'ala juga berfirman:
قال الله تعالى: {وَٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَا صُمّٞ وَبُكۡمٞ فِي ٱلظُّلُمَٰتِۗ مَن يَشَإِ ٱللَّهُ يُضۡلِلۡهُ وَمَن يَشَأۡ يَجۡعَلۡهُ عَلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٣٩} [الأنعام: 39]
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami ialah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), pasti disesatkan-Nya, dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), pasti Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus". QS al-An'am: 39.
Allah Azza wa jalla juga berfirman:
قال الله تعالى: {.. وَٱللَّهُ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٤٦}  النور: 46]
" Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus ". QS an-Nuur: 46.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: { إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٞ لِّلۡعَٰلَمِينَ ٢٧ لِمَن شَآءَ مِنكُمۡ أَن يَسۡتَقِيمَ ٢٨ وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٩} [التكوير: 27- 29]
"  Al Qur'aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.  (yaitu) bagi siapa di antara kau yang mau menempuh jalan yang lurus.. dan kau tidak sanggup menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam ". QS at-Takwir: 27-29.
Masih banyak ayat yang semakna dengan ini, maka dari itu bisa diambil kesimpulan bahwa Hidayah itu, semuanya ada di tangan Allah Azza wa jalla yang Allah Ta'ala berikan kepada siapa yang dikehendaki dari hambaNya.
Oleh lantaran ini saya jadikan hal tersebut sebagai kaidah pertama ihwal istiqomah. Dan pondasinya tidak lain ialah menghadap kepada Allah Ta'ala dengan penuh kejujuran untuk bisa meraihnya lantaran semuanya ada ditanganNya dan Allah Subhanahu wa Ta'ala ialah pemberi petunjuk kepada jalanNya yang lurus.
Ummu Salamah semoga Allah meridhoinya pernah berkata: "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, Wahai Rasulallah! Apakah hati itu bisa terbolak balik? Beliau menjawab: "Iya, Tidak ada seorangpun dari anak cucu Adam kecuali hatinya itu berada diantara jari-jemarinya Allah, jikalau Allah menghendaki maka di memutuskan pada (jalanNya), jikalau Allah menghendaki maka di palingkan (dari jalanNya )". HR Ahmad no: 26576. at-Tirmidzi no: 3522 dan Beliau menghasankannya. Lihat ash-Shahihah al-Albani no: 2091.
Istiqomah itu ada di tangan Allah, siapa yang menginginkannya maka mintalah kepadaNya, dan bersungguh-sunguhlah di dalam memintanya. Dan telah tsabit (tetap) di dalam Shahih Muslim dari haditsnya Aisyah semoga Allah meridhoinya, bahwasannya dia pernah di tanya: "Dengan suatu (bacaan) apakah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam itu memulai sholat malamnya? Maka Aisyah menjawab: "Jika Beliau bangkit pada malam hari maka dia memulai bacaan sholat malamnya dengan membaca:
  اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ.
"Ya Allah, Tuhan Jibrail, Mikail dan Israfil, pencipta langit dan bumi. Wahai, Tuhan yang mengetahui kasus yang ghaib dan kasus yang nampak. Engkau yang menghukumi di antara hamba-hambamu atas apa yang mereka perselisihkan. Tunjukanlah saya kepada kebenaran apa yang menjadi perselihan dengan seizinMu. Sesungguhnya Engkau Maha yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus". 
Dengan do'a inilah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam membacanya pada setiap malam saat Beliau memulai sholat malamnya: "Sesungguhnya Engkau Maha yang memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus".
Manakala inilah yang di cari yaitu meminta hidayah kepada Allah Azza wa jalla yang merupakan hal  yang paling besar dan yang paling mulia untuk selalu dicari maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan kepada para hambaNya supaya mereka meminta hidayah serta petunjuk kepada jalanNya yang lurus, yang mana hal tersebut rutin berulang-ulang dalam sehari semalam, semua itu ada di dalam surat al-Fatihah, Allah berfirman:
قال الله تعالى: {ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧} [الفاتحة: 6، 7]
"Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat". QS al-Fatihah: 6-7.
Sebagian ulama mengatakan: "Hendaknya orang-orang awam memperhatikan do'a ini, saat dia mengatakan: "Tunjukilah Kami jalan yang lurus". Maka kau kini sedang menyeru kepada Allah Ta'ala dengan do'a yang Allah wajibkan atasmu sebanyak tujuh kali dalam sehari semalam sebanyak bilangan raka'at dalam sholat wajib".
Oleh lantaran itu hendaknya seorang muslim selalu menghadirkan dalam hatinya bahwa kalimat tersebut ialah suatu do'a. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan: "Saya telah meneliti do'a apa yang paling bermanfaat, maka saya temukan bahwa do'a tersebut ialah meminta santunan diatas ridho Ilahi, kemudian saya melihat bahwa itu semua ada di dalam surat al-Fatihah dalam sebuah ayat yang berbunyi:
قال الله تعالى: {إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥} [الفاتحة: 5]
"Hanya Engkaulah yang Kami ibadahi, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan". QS al-Fatihah:5.[1]
Beliau melanjutkan:"Seorang hamba diperintahkan untuk selalu membiasakan meminta kepada Allah Azza wa jalla jalan hidayah kepada keistiqomahan".[2]
Maka pada pada dasarnya kau selalu di tuntut mulai dari dirimu sendiri supaya senantiasa terbiasa dengan do'a yang agung ini, berdo'a kepada Allah untuk menerima hidayah supaya selalu ditetapkan di dalam istiqomah. Yang  mana itu ada dalam surat al-Fatihah.
Adalah Imam Hasan al-Basri jikalau membaca firman Allah Ta'ala :
قال الله تعالى: { إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau kemudian berdo'a: Ya Allah Engkaulah Rabb kami, berilah kami rizki untuk selalu di atas keistiqomahan".[3]







Kaidah Kedua
Istiqomah yang hakiki ialah berpegang diatas manhaj (metode atau cara) yang tegak dan berjalan di atas jalan yang lurus .
Kita bisa mengambil petunjuk untuk bisa memahami istiqomah yang hakiki dengan meneliti serta memahami penukilan-penukilan yang berbarakah dari perkataanya para sahabat dan  tabi'in serta orang-orang yang mengikuti cara mereka dengan baik di dalam menjelaskan makna istiqomah serta penjabarannya. Berikut nukilan dari perkataannya mereka:
Telah berkata Shodiqul Ummah (orang yang jujur dalam umat ini) Abu Bakar semoga Allah meridhoinya di dalam tafsir firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau mengatakan: "Mereka ialah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".[4]
Dan di riwayatkan dari Umar bin al-Khattab semoga Allah meridhoinya bahwasannya dia jikalau membaca ayat ini di atas mimbar . Beliau mengatakan: "Mereka tidak mengaung mirip aungan srigala"  (diriwayatkan oleh Thabrani dalam tafsirnya [21/465])
Dan di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoinya pada makna firman Allah Ta'ala :
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Beliau mengatakan: "Diatas kalimat  syahadah (persaksian) laa ilaha ilaa allah".
Demikian pula di riwayatkan semisal ini dari Anas, Mujahid, al-Aswad bin Hilal, Zaid bin Aslam as-Sudi, Ikrimah dan selain mereka.[5]
Demikian pula di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya saat menafsirkan  makna ayat di atas, dia mengatakan: "Mereka beristiqomah di atas faraid (kewajiban-kewajiban.pent) yang mereka kerjakan".[6]
Abu Aliyah mengatakan: "Kemudian mereka mengikhlaskan agama serta amalannya kepada Allah semata".[7]
Sedangkan di riwayatkan dari Qatadah saat dia menafsirkan firman Allah Ta'ala "kemudian mereka tetap istiqamah..". Beliau berkata: "Mereka istiqomah di atas ketaatan kepada Allah Ta'ala". Di riwayatkan oleh Abdurazzaq dalam Mushanifnya 2618.
Ibnu Rajab telah menyebutkan perkataan-perkataan salaf mirip di atas tadi di dalam kitabnya Jaami'ul ulum wal hikam[8]. Beliau juga menjelaskan yang berkaitan ihwal istiqomah tersebut dengan mengatakan: "Istiqomah ialah menempuh jalan yang lurus, yaitu (jalan yang lurus tersebut adalah) agama yang tegak lurus tanpa ada kebengkokan sedikitpun baik ke kiri maupun ke  kanan, yang meliputi di dalamnya semua perbuatan taat baik yang dhohir (nampak) maupun yang bathin (tersembunyi), dan meninggalkan seluruh larangan. Sehingga mengakibatkan wasiat ini (untuk istiqomah) merupakan wasiat yang meliputi seluruh dari cabang agama semuanya".[9]
Makna-makna yang terkandung dari ucapan para ulama tersebut tidaklah saling jauh berbeda satu sama lainnya, namun yang ada ialah saling menafsirkan sebagian dengan sebagian yang lainnya, di karenakan istiqomah termasuk dari kumpulan kalimat yang mengandung makna agama secara keseluruhan. 
Ibnu Qoyim menegaskan: "Istiqomah ialah sebuah kalimat yang meliputi dan terambil dari semua cabang agama, yang mana agama tersebut tegak di hadapan Allah di atas kejujuran yang sejati dan mau memenuhi janji".[10]


Kaidah Ketiga
                Asal dari istiqomah ialah istiqomahnya hati, di riwayatkan oleh Imam Ahmad dari haditsnya Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam bahwasannya dia bersabda: "Tidaklah mungkin keimanannya seorang hamba (bisa istiqomah) hingga hatinya beristiqomah". HR Ahmad dalam musnadnya 13048. di hasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 2841.
Maka asal dari istiqomah ialah istiqomahnya hati, dan hati jikalau baik dan sanggup beristiqomah maka tubuh pun dengan sendirinya akan mengikutinya.
Hal itu sebagaimana di tegaskan oleh Imam Ibnu Rajab, dalam hal ini dia mengatakan: "Asal dari istiqomah ialah istiqomahnya hati di atas tauhid. Hal itu sebagaimana tafsiran Abu Bakar Shidiq dan selain dia saat menafsirkan firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ ...} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
Dengan menyampaikan bahwasannya mereka tidak berpaling kepada yang lainnya. Maka kapan hati bisa istiqomah di atas ma'rifah (mengetahui) kepada Allah, takut kepadaNya, mengagungkanNya, mencintaiNya, rasa raja' (berharap) kepadaNya, berdo'a kepadaNya, bertawakal kepadaNya serta berpaling dari selain Allah. Maka anggota tubuh akan bisa beristiqomah di atas ketaatan kepadaNya. Sesungguhnya hati ialah rajanya anggota tubuh sedangkan anggota tubuh ialah pasukannya, maka jikalau rajanya berada di atas keistiqomahan maka pasukan serta yang di pimpinnya akan menjadi beristiqomah".[11]
Dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) di riwayatkan dari Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoi keduanya, dia berkata saya pernah mendengar Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jikalau baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jikalau ia rusak maka rusak pula semua anggota  badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut ialah hati". HR Bukhari no: 52, Muslim no: 1599.
 Ibnu Qoyyim berkata di dalam muqodimah kitabnya "Ighaatsatul Lahfan min mashaaid Syaithan".[12] Beliau mengatakan: "Ketika hati bagi anggota tubuh mirip rajanya yang berhak untuk mengatur  pasukan yang berada di bawah komandonya, memakai sesukanya, dan semuanya berada di bawah kekuasaannya, keistiqomah atau ketergelinciran berada di bawahnya, maka semua akan mengikuti apa yang menjadi keyakinannya dari keharaman seuatu kasus maupun kehalalannya. Nabi shalallah 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, jikalau baik maka akan menjadi baik seluruh anggota badan, dan jikalau ia rusak maka rusak pula semua anggota  badannya, ketahuillah bahwa segumpal daging tersebut ialah hati". Hati ialah raja, hati pula yang menetapkan dalam kasus yang ingin di perintahkan kepada anggota badan, yang berhadapan dengan apa yang di sanggup dari hidayahnya, yang mana tidak akan tegak dan bisa istiqomah sedikitpun dari amalan-amalan yang muncul darinya kecuali yang sudah berada di dalam niatnya, dan hati itu ialah penanggung jawab atas itu semua".
Oleh lantaran itu Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ ٨٨ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ ٨٩} [الشعراء: 88، 89]
"(yaitu) di hari harta dan bawah umur pria tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih".  QS asy-Syua'araa: 88-89.
Dan termasuk do'a yang biasa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam panjatkan ialah "Ya Allah bahwasanya saya meminta kepadaMu hati yang sehat". HR Ahmad: 17114. Nasai no: 1304. Di shahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 2328.

                                             
Kaidah Keempat
Istiqomah yang di tuntut dari seorang hamba ialah berusaha untuk selalu berada pada sebuah keistiqomahan jikalau tidak bisa maka lebih mendekatinya
Dan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengakibatkan satu dari dua kasus ini di dalam sabdanya, "Sesungguhnya agama itu ialah mudah, tidak ada seorang pun yang mempersulit di dalam agama kecuali dia akan terkalahkan, maka dekatkanlah kepada sunah dan beri kabar gembira". HR Bukhari no: 39, 6463.
Maka yang di tuntut dalam problem istiqomah ialah sadad dan sadad maknanya yaitu bertepatan dengan sunah.
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menyampaikan kepada Ali semoga Allah meridhoinya saat dia meminta kepada Nabi untuk mengajari do'a yang bisa ia panjatkan kepada Allah, Nabi mengajarinya dengan do'a: "Ya Allah berilah saya petunjuk dan cukupkanlah saya di atas sunah". Nabi juga bersabda, "Ingatlah dengan hidayah yang (dengan hidayah tersebut) engkau di atas jalan yang lurus, dan dengan sadad (ketepatan.pent) di atas sunah mirip tepatnya anak panah (yang mengenai sasarannya)". HR Muslim no: 2725.
Seorang hamba di tuntut supaya berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk sesuai dengan sunah, sesuai dengan petunjuk Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, metode dan perjalanan hidupnya. dan selalu berusaha untuk bisa mencapai hal tersebut. Jika tidak memungkinkan bagi dirinya untuk bertepatan dengan sunah secara tepat maka setidaknya bisa mendekatinya dan Allah Ta'ala telah berfirman:
قال الله تعالى: {.. فَٱسۡتَقِيمُوٓاْ إِلَيۡهِ وَٱسۡتَغۡفِرُوهُۗ ..} [فصلت: 6]
"Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadaNya". QS Fushilat: 6.
Allah menyebutkan dalam ayat di atas supaya meminta ampun kepadaNya yang sebelumnya di dahului perintah untuk beristiqomah, ini mengisyaratkan bahwa seorang hamba bagaimanapun usahanya serta kesungguhan untuk selalu bisa tetap di atas istiqomah tentu masih saja ada kekurangannya.
 Oleh lantaran itu al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan: "Dalam firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {.. فَٱسۡتَقِيمُوٓاْ إِلَيۡهِ وَٱسۡتَغۡفِرُوهُۗ ..} [فصلت: 6]
"Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadaNya". QS Fushilat: 6.
mengisyaratkan kepada bahwasannya ada saja kekurangan yang di dapati dalam problem istiqomah yang Allah perintahkan dalam ayat tersebut yang mana itu semua sanggup tertutupi dengan istighfar (minta ampun) yang meliputi taubat kepada Allah Ta'ala, dan ini mirip yang disabdakan oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu'ad bin Jabal semoga Allah meridhoinya, dia bersadba: "Bertakwalah kepada Allah di manapun kau berada, dan ikutlah perbuatan jelek dengan kebaikan pasti ia akan menghapusnya".
Dalam hadits yang lain Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa insan tidak akan mungkin sanggup untuk bisa beristiqomah sebenar-benar istiqomah hal ini sebagaimana dalam hadits yang di keluarkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari haditsnya Tsauban dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Istiqomahlah kalian dan jangan menghitung-hitung, beramallah kalian dan sebaik-baik amalan yang kalian lakukan ialah sholat. Tidak ada yang menjaga wudhu kecuali seorang mu'min". HR Ahmad 22378, Ibnu Majah 277, Di shahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul gholil no:412.
Dalam shahih Bukhori dan Muslim di riwayatkan dari Abu Hurairah semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesuaikanlah (amalan) kalian selalu dengan sunah dan (jika tidak mungkin) maka dekatilah". HR Bukhari no:6463, Muslim no: 2816.
Maka sesuai dengan sunah ialah istiqomah yang benar dan hakiki, yaitu mengena dalam sunah pada semua perkataan, perbuatan, maksud serta keinginan-keinginannya mirip halnya orang yang melempar sesuatu ke lubang kemudian masuk tepat di lubangnya.
Dan sungguh Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menyuruh Ali bin Abi Tholib semoga Allah meridhoinya supaya meminta kepada Allah Azza wa jalla amalan yang sesuai dengan sunah dan hidayah, Nabi menyampaikan kepadanya, "Ingatlah dengan (amalanmu yang sesuai dengan sunah) mirip halnya panah yang tepat mengenai sasarannya. Dan ingatlah jalan hidayah mirip halnya engkau  menempuh sebuah jalan". Maka mendekatkan diri kepada sunah mirip lemparan yang setidaknya bersahabat dengan target walaupun tidak masuk kepada lubangnya.
Namun dengan catatan hendaknya di bangkit di atas niat yang benar dalam problem ini, mengenai sasaran. Dan hendaknya mendekat dengan perjuangan yang tanpa mengenal lelah, lantaran seberapa perjuangan kita tetap saja kita tidak akan sanggup untuk bisa sesuai dengan sunah dalam segala sisi. Yang menerangkan hal ini ialah sebuah hadits yang di riwayatkan oleh al-Hakam bin Hazn al-Kulafi bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai manusia! Sesungguhnya kalian tidak akan mampu  mengerjakan – atau tidak akan sanggup –  (mengerjakan) semua yang saya perintahkan, akan tetapi (berusahalah) untuk lebih mengenai (yang saya perintahkan) dan berilah kabar gembira".  HR Abu Dawud no: 1097, Ahmad 17856, Dan di hasankan oleh al-Albani dalam Irwa no: 616.
Adapun maknanya yaitu sedikit dalam mengenai sunah dan tetap dalam keistiqomahan saat mengerjakan sunah tersebut. Karena bahwasanya jikalau kalian selalu berusaha untuk sesuai dengan sunah dalam setiap amalan maka seakan-akan kalian telah melaksanakan setiap perintah tersebut".[13]




Kaidah Kelima
                 Istiqomah itu selalu terkait dengan perkataan, perbuatan, dan niat.
Istiqomah yang di tuntut dari seorang muslim ialah istiqomah dalam perkataan, perbuatan dan dalam setiap harapan dan kemauananya. Dengan artian lain bahwa perkataannya seorang muslim, demikian pula amal perbuatan dan juga hatinya hendaknya seluruhnya di kerjakan di atas keistiqomahan.
Imam Ibnu Qoyim menyampaikan dalam kitabnya Madaariju Saalikin 2/105 : "Istiqomah erat kaitannya dengan perkataan, perbuatan, keadaan dan juga maksud dan keinginannya".
Diriwayatkan dalam Musnadnya Imam Ahmad dari hadirtsnya Anas bin Malik semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan bisa lurus (istiqomah.pent) imannya seorang hamba hingga hatinya lurus, dan tidak akan bisa lurus hatinya seorang hamba hingga lisannya lurus". Dan telah lewat tahrij haditsnya.
Al-Hafidhz Ibnu Rajab mengatakan: "Dan perhatian yang terbesar yang harus di perhatikan oleh seorang muslim dalam problem istiqomah sesudah hati dan amalan badannya ialah lisan, bahwasanya verbal ialah penerjemah dan pengungkap apa yang ada dalam hatinya".[14] 
Yang perlu di beri perhatian di sini ialah bagaimana bahayanya hati dan verbal bagi seorang hamba di dalam problem istiqomah bahkan bisa di katakana keduanya ialah mirip sayap bagi istiqomah.
Dalam problem ini sebagian ulama mengatakan: "Seseorang itu berada dalam besar dan kecilnya apa yang ada dalam hati dan yang di keluarkan oleh lisannya".
Maka hati dan verbal keduanya ialah segumpal daging yang sangat kecil namun seluruh anggota tubuh seseorang itu mengikuti apa yang dalam kata hati dan ucapan lisan. Oleh lantaran itu jikalau hati seseorang itu bisa istiqomah (lurus.pent) demikian pula lisannya maka  anggota tubuh tentu akan mengikutinya dalam beristiqomah.
Adapun dalil pertama yang menerangkan istiqomahnya hati ialah haditsnya Nu'man bin Basyir semoga Allah meridhoinya yang telah lewat penjelasannya. Bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah bahwasanya di dalam jasad insan ada segumpal daging, jikalau dia baik maka baik pula seluruh anggota badannya namun jikalau segumpal daging tersebut rusak maka akan rusak pula seluruh anggota badannya, maka ketahuilah bahwa segumpal daging tersebut ialah hati".  
Adapun dalil yang menjelaskan istiqomahnya verbal ialah apa yang telah di riwayatkan oleh Tirmidzi dari haditsnya Abu Sa'id al-Khudri semoga Allah meridhoinya bahwasannya Nabi Shalallahu 'alihi wa sallam bersabda: "Jika anak cucu adam berada di pagi hari, bahwasanya semua anggota tubuh mengingkari verbal seraya  menyampaikan padanya: "Takutlah kepada Allah atas kami semua, bahwasanya kami ialah penggalan dirimu, jikalau kau istiqomah (lurus.pent) maka kami pun akan istiqomah namun jikalau kau bengkok (menyeleweng) maka kami pun akan terseret ikut (denganmu)". HR Tirmidzi no: 2407. Di Hasankan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no: 2871.
Maka jikalau hati seseorang sudah istiqomah maka amalan anggota tubuh pun akan ikut serta di dalamnya, begitu juga verbal jikalau ia istiqomah maka anggota tubuh pun ikut serta di dalam istiqomah. Karena verbal ialah penerjemah apa yang ada di dalam hati seseorang bahkan dia ialah pemimpin bagi amalan dhohir.
Jika hati telah memerintahkan kepada verbal untuk mengucapkan sesuatu maka verbal pun patuh mengucapkan apa yang menjadi kemauan hati, lantaran pada hakekatnya verbal ialah pengekor hati sedangkan amal perbuatan maka mereka mengikuti kemauan serta tunduk patuh kepada hati dan lisannya.
Oleh karenanya menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk selalu memperhatikan hatinya dan selalu berusaha untuk memperbaikinya, dengan memohon kepada Allah Ta'ala supaya di luruskan hatinya dan di jauhkan dari  segala macam penyakit hati dari iri, dengki, hasad dan lainnya. Sehingga pada kesudahannya akan melahirkan ucapan dan perkataan yang baik sambil di iringi dengan amalan-amalan sholeh.
   
Kaidah Keenam
Tidak ada istiqomah kecuali hanya untuk Allah, bersama Allah dan berjalan di atas perintah Allah.
Adapun yang pertama maksudnya yaitu, hanya untuk Allah, maknanya ialah tulus lantaran mengharap wajah Allah dengan makna lain seorang hamba beristiqomah dan berpegang dengan berpengaruh untuk selalu  berjalan di atas jalan yang lurus (shiroqthol mustaqim.pent). Ikhlas dengan istiqomahnya lantaran Allah Azza wa jalla mengharap pahala yang ada di sisiNya dan mengharap keridhoiNya, yang mana Allah Ta'ala telah berfirman:
قال الله تعالى: {وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ} [البينة: 5]
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus".  QS al-Bayyinah: 5.
Kedua: Bersama Allah, maknanya selalu meminta santunan dari Allah dalam mencari istiqomah, dalam beristiqomah dan supaya bisa teguh di atas keistiqomahannya. Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {... فَٱعۡبُدۡهُ وَتَوَكَّلۡ عَلَيۡهِۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ١٢٣} [هود: 123]
"Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kau kerjakan". QS Huud: 123.
Allah Ta'ala juga  berfirman:
قال الله تعالى: {إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥} [الفاتحة: 5]
"Hanya Engkaulah yang Kami ibadahi, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan".  QS al-Fatihah: 5.
Di dalam sebuah hadits yang shahih di sebutkan: "Bersemangatlah untuk menerima yang bermanfaat bagi dirirmu dan minta pertolonganlah (untuk itu) kepada Allah". HR Muslim no: 2664.
Ketiga: Dan berjalan di atas perintah Allah maknanya ialah hendaknya dalam beristiqomah dia menempuh manhaj (metode) yang benar, yaitu jalan yang lurus (shirothol mustaqim ) yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan kepada hambaNya, sebagaimana hal itu termaktub dalam firmanNya:
قال الله تعالى: {فَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَ ...} [هود: 112]
"Maka tetaplah kau pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu..". QS Huud: 112.
Dan telah lewat atsar dari sebagian ulama salaf ihwal klarifikasi makna kalimat ini, mirip perkataannya Ibnu Abbas saat menafsirkan firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ..} [الأحقاف: 13]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah.." QS al-Ahqaaf: 13.
 Beliau mengatakan: "Mereka tetap istiqomah di dalam mengerjakan faraidh (kewajiban-kewajiban) yang Allah bebankan kepadanya.
Sedang al-Hasan mengatakan: "Mereka tetap beristiqomah di atas perintah Allah, berinfak ketaatan kepadaNya, serta menjauhi segala sesuatu yang di larang olehNya".
Sedangkan makna perintah Allah Ta'ala ialah syari'atNya yang dengannya Allah mengutus NabiNya yang mulia yaitu syari'at yang di bawa oleh Nabi Muhammad Sholawatullah wa salam 'alaihi.

Kaidah Ketujuh
Bagi seorang muslim walupun sudah sanggup beristiqomah namun jangan hingga bersandar kepada amalannya.
Sebesar apapun dan sebaik apapun istiqomah yang ditelah di miliki oleh seorang muslim maka jangan hingga dia menyandarkan pada amalanya serta tertipu dengan ibadahnya, tidak pula dengan banyaknya dzikir yang keluar dari bibirnya, serta ketaatan-ketaatan yang lainnya.
Dalam hal ini Imam Ibnu Qoyyim menegaskan, "Yang di tuntut dari seorang hamba dalam problem istiqomah ialah mendekatinya (walaupun tidak bisa) seratus persen untuk bertepatan dengan istiqomah dalam segala sisi, maka jikalau tidak bisa untuk istiqomah setidaknya dia bisa lebih mendekati istiqomah. Sehingga jikalau itu juga sudah tidak bisa lagi maka yang ada ialah tafrith (kurang) dan idho'ah (menyia-nyiakan), hal itu sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari haditsnya Aisyah semoga Allah meridhoinya dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dia bersabda, "Berusahalah supaya (sesuai dengan) sunah, mendekatlah jikalau (tidak mampu  mengerjakan seluruhnya) dan berilah kabar gembira (pada orang lain), bahwasanya tidak ada seorangpun yang akan masuk nirwana dengan alasannya amalannya". Maka di katakan kepada Rasulallah: "Tidak pula engkau wahai Rasulallah? Beliau menjawab, "Tidak pula saya, kecuali bahwa Allah telah mengampuni saya dengan ampunanNya dan rahmatNya". HR Bukhari no: 6467, Muslim no: 2818.
Dalam hadits yang mulia ini telah terkumpul dan tercakup di dalamnya kedudukan agama secara sempurna, di dalamnya ada perintah supaya beristiqomah yaitu berusaha (untuk selalu sesuai dengan sunah) dan berusaha supaya amalannya baik itu niat maupun perkataan serta amalan perbuatannya tepat dan sesuai dengan sunah, dan telah tiba hadits yang shahih dari haditsnya Tsauban: "Istiqomahlah kalian dan janganlah menghitung-hitung (amalan kalian), dan beramallah bahwasanya amalan yang paling baik yang kalian kerjakan ialah sholat". Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa mereka tidak akan sanggup untuk beristiqomah secara tepat sehingga saat keadaannya sudah demikian maka di anjurkan supaya mereka lebih mendekati dalam beristiqomah yaitu berusaha supaya dia bisa beristiqomah sesuai dengan kadar kemampuannya. Seperti halnya orang yang sedang melempar sesuatu kesebuah lubang (sasaran.pent) jikalau dia tidak bisa memasukan tepat kelubangnya maka lebih bersahabat dengan target itu lebih baik baginya. Namun dengan ini semua Nabi mengkhabarkan bahwa walaupun mereka sudah berusaha untuk selalu istiqomah dan saat tidak sanggup mereka berusaha untuk lebih bersahabat dengan istiqomah namnun semua itu tidak bisa menyelamatan mereka pada hari kiamat. Oleh lantaran itu jangan sampai  ada seseorangp yang bersandar dengan amalannya merasa besar hati dengan amal perbuatannya, jangan berfikir bahwa dia akan selamat dengan alasannya amalannya namun dia akan selamat dengan alasannya rahmat Allah Tabaraka wa Ta'ala, ampunanNya dan keutamaanNya".[15]  

Kaidah Kedelapan
Buah dari istiqomah di dunia ialah bisa istiqomah saat meniti shirot (jalan) pada hari selesai zaman nanti.
Siapa yang telah di beri hidayah (petunjuk) untuk meniti shirothol mustaqim (jalan yang lurus) yaitu jalannya Allah Azza wa jalla di dunia ini maka dia akan di beri hidayah di kampung alam abadi nanti saat sedang menyebrangi shirot yang di bawahnya ialah neraka jahanam. Maka pada hari selesai zaman seseorang akan berjalan melewati shiroth yang telah di bentangkan di atas neraka jahanam yang mana dia lebih tajam dari pada mata pedang dan lebih lembut dari pada rambut.
Setiap insan di perintahkan untuk melewati shiroth (titian) ini, namun pada kesudahannya setiap orang saling berbeda-beda di dalam cara melewatinya sesuai dengan kadar amal perbuatannya saat masih di dunia, demikian pula sesuai dengan keistiqomahanya dalam menempuh shirothol mustaqim pada kehidupannya di dunia.
Imam Ibnu Qoyyim mengatakan, "Barangsiapa yang telah diberi hidayah (petunjuk) di dunia ini kepada shirothol mustaqim (jalan yang lurus) oleh Allah Azza wa jalla yang mana  Allah Ta'ala telah mengutus para rasulNya dengannya  dan menurunkan bersama mereka kitab-kitabNya, dengan alasannya itu dia akan diberi hidayah saat meniti shiroth yang akan mengantarkan kepada surgaNya dan negeri balasan. Namun ketetapan seorang hamba di atas shiroth (jalan yang lurus) ini yang mana di bentangkan oleh Allah Azza wa jalla di dunia akan mengakibatkan tetapnya dia saat melewati shiroth yang berada di atas  neraka jahanam di alam abadi nanti sesuai dengan kadar  amalannya, dan seberapa besar ia didalam (menempuh) pada jalan yang lurus ini (ketika didunia) maka begitu pula kadarnya saat melewati shiroth di alam abadi nanti sehingga di antara mereka ada yang melewatinya secepat kilat, di antara mereka ada yang melewatinya mirip kedipan mata, di antara mereka ada yang melewatinya secepat angin, ada yang mirip orang yang naik kendaraan, ada yang mirip orang yang berlari, ada yang mirip orang yang berjalan kaki,  dan ada di antara mereka yang merangkak, ada yang tersambar oleh api neraka dan ada yang terjatuh kedalamnya, maka seorang hamba dalam melewati shiroth sesuai kadar ia di dalam menjalani shirotol mustaqim sebagai jawaban yang setimpal, Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {هَلۡ تُجۡزَوۡنَ إِلَّا مَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ٩٠} [النمل: 90]
"Tiadalah kau dibalasi, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kau kerjakan". QS an-Naml: 90.
Perhatikan serta berhati-hatilah terhadap syubhat (kerancuan.pent) dan syahwat (hafa nafsu) yang akan memalingkan dari jalan yang lurus ini, maka bahwasanya shiroth ialah (seperti) besi bengkok yang akan menjauhkan dari shiroth tersebut kemudian ia tersambar oleh api neraka, dan terhalangi untuk melewatinya, walaupun demikian Allah berfirman:
قال الله تعالى: {وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٖ لِّلۡعَبِيدِ ٤٦} [فصلت: 46]
"Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu Menganiaya hamba-hambaNya". QS Fushilat: 46.[16]
Dalam kesempatan yang lain dia menegeskan: "Barangsiapa yang dalam kehidupan di dunia ini telah tersambar fitnah syubhat serta syahwat (sehingga) berpaling dari jalan yang lurus, maka dia akan tersambar oleh jilatan api mana kala melewati shiroth pada hari selesai zaman nanti mirip halnya dia tersambar oleh (fitnah) syubhat dan syahwat didunia, dan pada tempatnya ada pembahasan yang lain dalam kitab ini (al-Jawabul kaafii)".[17]


Kaidah Kesembilan
Pencegah untuk istiqomah ialah syubhat yang menyesatkan dan syahwat yang melalaikan 
Segala macam bentuk syubhat (kerancuan.pent) dan syahwat (hawa nafsu.pent) maka keduanya ialah pencegah serta pemutus yang sanggup menghadang seseorang untuk selalu bisa istiqomah. Seorang yang sedang berjalan menempuh jalan yang lurus, yang mana di dalam perjalanannya tersebut (tanpa sadar) dia terus menerus (terjatuh) di dalam fitnah syubhat dan syahwat yang memalingkannya dari jalan yang lurus (maka dirinya akan terpalingkan) jauh dari jalan  yang lurus .
Maka setiap orang yang telah melenceng dari istiqomah (dan dari jalan yang lurus), itu semua tidak bisa terlepas dari dua kasus ini, baik itu di sebabkan oleh fitnah syahwat maupun fitnah syubhat. Dengan syahwat dia akan merusak amalan yang telah di kerjakan, sedangkan dengan alasannya fitnah syubhat maka dia akan merusak ilmunya.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ...} [الأنعام: 153]
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) ialah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kau mengikuti jalan-jalan (yang lain), lantaran jalan-jalan itu mencerai beraikan kau dari jalanNya". QS al-An'am: 153.
Telah tetap di dalam sebuah hadits dari Abdillah bin Mas'ud semoga Allah meridhoinya yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Mas'ud mengatakan: "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah menggaris (di hadapan) kami sebuah garis yang lurus, kemudian Rasulullah mengatakan: "Ini ialah jalannya Allah", kemudian dia menggaris garis-garis (yang lain) di samping kiri dan kanannya. Kemudian mengatakan: "Ini ialah jalan-jalan yang pada setiap jalan tersebut ada setan yang mengajak kepadanya", dia kemudian membaca firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ...} [الأنعام: 153]
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) ialah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kau mengikuti jalan-jalan (yang lain), lantaran jalan-jalan itu mencerai beraikan kau dari jalanNya". QS al-An'am: 153.  HR Ahmad no: 4142.
Oleh lantaran itu setan yang mengajak insan untuk berpaling dari jalan Allah Ta'ala yang lurus, maka ajakannya tersebut tidak lepas dari syubhat (kerancuan dan kesamaran)  yang telah di tebarkan oleh setan serta syahwat  yang melalaikan.
Maka jikalau setan melihat ada seseorang yang sedang dalam keadaan lalai (melampaui batas) maka setan jadikan dirinya cinta dengan hawa nafsu yang ada, namun jikalau setan mengetahui bahwa dirinya dalam kondisi yang fit, semangat serta selalu menjaga keistiqomahannya maka dirinya dijerumuskan kedalam keraguan serta kesamaran di dalam beragamanya. Sebagaimana yang di katakan oleh sebagian ulama salaf: "Tidaklah Allah memerintahkan kepada hambaNya sebuah perintah kecuali ada dua cara bagi setan untuk menarik hati bani adam, adakalanya (supaya) mereka melalaikan serta meremehkan (pada perintah tersebut), dan adakalanya diantarkan mereka hingga (batas) yang tidak masuk akal sehingga mereka ghuluw (berlebih-lebihan.pent). maka dengan dua hal inilah setan menghasut anak cucu Adam dan setan tidak peduli dengan mana dari keduanya ia tancapkan kuku-kukunya kepada anak cucu Adam".
Imam Ibnu Qoyyim mengatakan: "Sungguh kebanyakan manusia, mereka tidak sanggup untuk bisa melewati dua lembah ini (dua kasus ini.pent) kecuali sedikit sekali diantara mereka yang bisa selamat. Lembah yang pertama yaitu lembah (bersikap) meremehkan dan yang kedua yaitu lembah (bersikap) berlebih-lebihan serta melampaui batas. Dan sangat sedikit sekali di antara mereka yang bisa tetap teguh di atas jalan yang lurus (yaitu jalan) sebagaimana yang telah di tempuh oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya".[18]   
Di sini saya akan nukilkan sebuah referensi yang sangat agung serta besar faidahnya, bahkan referensi ini merupakan sebuah pelajaran yang sangat berfaidah bagi kita semua. Sebagaimana telah shahih di dalam Musnad Imam Ahmad dan dalam Sunan Imam Tirmidzi dan selain keduanya yang di riwayatkan dari Nawaas bin Sam'an semoga Allah meridhoinya dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah Ta'ala telah memberi sebuah permisalan bagi jalanNya yang lurus, maka pada samping kiri dan kanannya ada dua tembok (yang) masing-masing mempunyai pintu yang  terbuka (hanya) tertutupi oleh epilog (korden.pent). maka di depan pintu shiroth (jalannya Allah yang lurus) ada penyerunya sambil mengatakan: "Wahai sekalian insan masuklah kalian semua kejalannya Allah yang lurus jangan berbelok-belok". Dan ada pula yang menyeru di atas shiroth yang mana kala (manusia) akan mencoba untuk membuka (dua pintu) yang ada di kanan dan kirinya (shiroth) maka di seru kepadanya: "Celakalah kamu, jangan coba (untuk) sekali-kali membukanya! Sesungguhnya jikalau kau membukanya maka kau akan masuk kedalamnya". Maka (perumpamaan) shiroth ialah Islam sedangkan suuroon (dua tembok.pent) ialah batasan-batasannya Allah sedangkan pintu-pintu yang terbuka ialah larangan-larangannya Allah. (Adapun) penyeru yang berada di depan shirot ialah kitabullah sedangkan penyeru yang berada di atas shiroth ialah perasaan (yang akan mencegah) dalam hati setiap muslim". HR Ahmad 17634, Trimidzi no: 2859, di shahihkan oleh al-Hakim 1/144 dan di setujui oleh adz-Dzahabi, dan di shahihkan pula oleh al-Albani dalam shahihul Jami no: 3887.
Perhatikanlah perumpamaan di atas pasti Allah akan memberi manfaat kepadamu, Allah Ta'ala telah memberi sebuah permisalan akan jalanNya yang lurus, yang mana pada kiri kanannya terdapat suuraan (dua tembok.pent), yang kalau di gambarkan maka engkau sedang berjalan di sebuah jalan yang lurus sedangkan disisi kananmu ada tembok demikian pula di sisi kirimu pun ada tembok, dan pada tembok teersebut ada pintu-pintu yang sangat banyak yang engkau lewati di sisi kiri dan kananmu. Ada pun pintu-pintu ini hanya tertutupi tirai (yang gampang sekali untuk disingkap), sebagaimana kau ketahui bahwa pintu kalau hanya tertutupi oleh tirai tidak mirip pintu yang mempunyai daun pintu, pintu itu sangat gampang sekali bagi dirimu untuk memasukinya dan tidak ada yang menghalanginya sama sekali. Seorang muslim yang jujur dan istiqomah jikalau dirinya menginginkan untuk masuk pada pintu syahwat maka akan ia dapati bahwa hatinya akan menolak serta berontak, tidak merasa hening dan tentram, maka inilah teguran dari Allah yang ada pada hati setiap  muslim.
Dan yang menjadi penguat dalam hadits di atas ialah bahwasannya pada sisi kiri dan kanan jalan istiqomah tersebut ada pintu-pintu yang akan mengeluarkan seorang insan dari jalan istiqomah, dan pintu-pintu tersebut semuanya kembali pada dua perkara, mungkin ke syubhat (kesamaran dan keraguan) dan yang kedua ialah ke hawa nafsu.    
Imam Ibnu Qoyyim berkata, "Allah Subhanahu wa ta'ala telah membentangkan jembatan yang akan di lewati oleh setiap orang menuju syurga, dan diciptakannya api yang menjulur-julur yang akan menyambar setiap orang sesuai dengan amalanya (ketika di dunia), demikian juga api kebatilan yang menjulur-julur dari syubhat serta kesesatan, adapun syahwat (hawa nafsu) yang melalaikan pelakunya akan mencegah orang yang melakukannya dari istiqomah dan dari jalan kebenaran serta (ketika) menempuh di jalan kebenaran, dan orang yang di jaga maka dialah yang telah di jaga (dan di selamatkan) oleh Allah Ta'ala".[19]
Dan seorang hamba pada keadaan mirip ini (masalah istiqomah) membutuhkan dua hidayah supaya bisa selamat di dalam perjalanannya yaitu hidayah kepada jalan yang lurus serta hidayah saat menempuh di jalan yang lurus tersebut.
Imam Ibnu Qoyyim menegaskan hal ini dengan mengatakan, "Maka (meminta) hidayah menuju shirothol mustaqim (jalan yang lurus) ialah kasus yang lain sedangkan hidayah di dalam menempuh jalan yang lurus tersebut ialah sesuatu yang lain, tidaklah kau ketahui bahwa seseorang yang telah mengetahui bahwa ada jalan fulan pada sebuah kota ialah jalan yang sifatnya begini dan begitu, akan tetapi mustahil bisa (melewati dengan) benar pada jalan tersebut, lantaran (ketika ingin) berjalan melewatinya membutuhkan petunjuk khusus pada jalan tersebut, mirip (harus) berjalan pada waktu tertentu (yang) tidak bisa di lewati pada waktu tertentu, membawa air sesuai dengan ukuran perjalanan yang akan di tempuh, berhenti pada daerah tertentu, (ini hanyalah permisalan) ihwal petunjuk (yang dibutuhkan) pada sebuah perjalanan yang terkadang dilupakan oleh orang bahkan oleh orang yang paham akan jalan tersebut sehingga dia binasa tidak hingga pada tujuan".[20] 

Kaidah Kesepuluh
Tasyabbuh (menyerupai.pent) dengan orang-orang kafir termasuk kasus terbesar yang bisa memalingkan dari istiqomah
Adapun tasyabuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir kembali pada dua kasus yang di sebabkan oleh kerusakan adakalanya lantaran ilmunya yang tidak benar atau adakalanya lantaran amalannya yang tidak sesuai (dan semua itu disebabkana oleh kerusakan).
Maka perhatikan makna kalimat ini yang terkandung dalam firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧} [الفاتحة: 6، 7]
"Tunjukilah Kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai (yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (nashrani). QS al-Fatihah: 6-7.
Maka kerusakan serta penyelewengan kaum yahudi ialah di karenakan rusaknya di dalam mengamalkan agamanya, lantaran mereka pandai namun tidak mau mengamalkan ilmunya. Sedangkan kerusakan yang timbul di antara nashrani ialah di karenakan rusaknya ilmu mereka, mereka berinfak tanpa disertai dengan ilmu yang mumpuni.
Sedangkan kerusakan yang timbul dalam pembahasan kita ialah adakalanya (tidak bisa terlepas) mungkin di karenakan ibarat yahudi di mana seseorang mempunyai ilmu namun tidak mau mengamalkannya, atau kemungkinan yang kedua ialah ibarat nashrani yang mana mereka berinfak namun tidak di sertai dengan ilmu dan dalil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menamakan mereka di dalam bukunya yang berjudul "Iqtidho shirothol mustaqim mukholifata ashabal jahim" dan telah mengisyaratkan dalam bukunya tersebut beberapa kasus yang berkaitan dengan kebiasaan ahlu kitab (yahudi dan nashrani) yang sudah mensugesti umat ini. Sedangkan bagi seorang muslim maka hendaknya dia berpaling jauh-jauh dari tasyabuh dengan orang-orang kafir supaya tidak melenceng dari jalan yang lurus sehingga saat melenceng darinya dia akan berjalan di atas jalan yang dimurkai oleh Allah atau jalan yang sesat. Sebagaimana telah tergambar dalam firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى: {وَدَّ كَثِيرٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ كُفَّارًا حَسَدٗا مِّنۡ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلۡحَقُّۖ ...} [البقرة: 109]
"Sebahagian besar andal kitab menginginkan supaya mereka sanggup mengembalikan kau kepada kekafiran sesudah kau beriman, lantaran dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, sesudah faktual bagi mereka kebenaran". QS al-Baqarah: 109.
Beliau syaikhul Islam mengatakan: "Maka yahudi dicela di karenakan hasadnya mereka kepada orang-orang yang beriman yang berada di atas petunjuk dan ilmu yang bermanfaat, namun sangat di sayangkan ada sebagian orang yang telah menasabkan dirinya kepada ilmu atau yang lainnya telah terfitnah dengan penyakit hasad ini yang mana pada kenyataannya orang tersebut telah Allah beri petunjuk mereka dengan ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shaleh. Maka merekalah orang-orang yang tercela (dengan penuh kepastian), dan ini dalam permasalahan ini termasuk dalam watak yang di murkai oleh Allah Azza wa jalla".[21]
Kemudian dia menyebutkan di dalam kitabnya tersebut beberapa referensi dari kebiasaan yang termasuk kebiasaan orang-orang yahudi maupun nashrani yang ditiru oleh banyak kaum muslimin, dan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhabarkan akan hal itu dalam sabdanya: "Sungguh akan ada orang-orang yang akan mengikuti sunah (perjalanan, kebiasaan) orang-orang sebelum mereka, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sampai-sampai kiranya mereka masuk ke lubang biawak sekalipun pasti akan ada yang  mengikuti mereka". HR Bukhari no: 7320, Muslim no: 2669.

                                             
Penutup
Saya tutup risalah ini dengan perkataan yang sangat cantik dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang mana diriwayatkan dari muridnya Ibnu Qoyyim dia mengatakan: "Saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Karamah yang paling besar dan agung ialah tetap berpegang teguh dengan istiqomah".[22]
Berkata Syaikhul Islam dalam bukunya "Al-Furqaan baina auliyau ar-Rahman wa auliyau asy-Syaithan" (Pembeda antara wali-wali Allah dan wali-wali setan) , dia mengatakan: "Adapun puncak dari karamah ialah menetapi istiqomah".[23]
Oleh lantaran itu Ibnu Qoyyim berkata menukil perkataan sebagian para ulama, dia mengatakan: "Jadilah sebagai orang yang istiqomah bukan sebagi orang yang mencari-cari karamah, lantaran bahwasanya hatimu selalu bergerak (sibuk) saat dalam pencarian karamah (tersebut) sedangkan Rabbmu memintamu untuk selalu istiqomah".[24]
Maksud dari perkataannya dia ialah bahwa seorang hamba hendaknya selalu dan selalu selama-lamanya berusaha supaya dirinya menetapi di jalannya Allah Ta'ala yang lurus, dan menjaga di atas ketaatan kepadaNya Subhanahu wa ta'ala, bersungguh-sungguh dalam usahanya tersebut sehingga dia bisa memenangi sebesar-besar kemenangan yang ada dan ghonimah yang paling besar yaitu yang tersirat dalam firmanNya:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ ٣٠ نَحۡنُ أَوۡلِيَآؤُكُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِيٓ أَنفُسُكُمۡ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ٣١ نُزُلٗا مِّنۡ غَفُورٖ رَّحِيمٖ ٣٢} [فصلت: 30- 32]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kau takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". QS Fushshilat: 30-32.
Allah Ta'ala juga berfirman:
قال الله تعالى: {إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١٣ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِ خَٰلِدِينَ فِيهَا جَزَآءَۢ بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٤} [الأحقاف: 13، 14]
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah,  Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka abadi di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka kerjakan". QS al-Ahqaaf: 13-14.
Saya memohon kepada Allah yang Maha Mulia Rabb Arys yang agung dengan Nama-namanya yang mulia serta sifat-sifatNya yang tinggi supaya mengakibatkan kita semuanya sebagai orang-orang yang di memutuskan dan beri hidayah untuk selalu berjalan di jalanNya yang lurus, dan menjauhkan kita dari jalan yang di murkaiNya serta jalan  yang menyesatkan, memperbaiki urusan kita semuanya, dan memperbaiki agama kita yang menjadi penjaga segala urusan kita, dan memperbaiki dunia kita sebagai daerah kita mencari penghidupan serta memperbaiki alam abadi kita sebagai daerah kembali kita semua, dan mudah-mudahan mengakibatkan hidup ini sebagai (tempat) untuk menambah amal kebaikan kita dan selesai hidup sebagai daerah (istirahat) kita dari segala keburukan.
Shalawat serta salam dan barakah serta nikmah semoga Allah curahkan selalu kepada hamba dan RasulNya Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat dia seluruhnya.






Daftar Isi
Pembukaan
Kaidah pertama:
        Istiqomah ialah nikmah serta hadiah ilahiyah
Kaidah kedua:
        Hakekat dari istiqomah ialah menetapi manhaj yang tegak luruh serta jalan Allah yang lurus
Kaidah ketiga:
        Asal dari istiqomah ialah istiqomahnya hati
Kaidah keempat:
        Istiqomah yang dituntut dari seorang hamba ialah bersikap tengah-tengah jikalau tidak bisa maka lebih bersahabat dengannya
Kaidah kelima:
          Istiqomah itu berkaitan erat dengan perkataan, perbuatan serta niat
Kaidah keenam:
          Tidaklah istiqomah itu ada kecuali untuk Allah, bersama Allah dan di atas perintah Allah Azza wa Jalla
Kaidah ketujuh:
         Bagiamanapun tingkatan istiqomahnya seseorang jangan hingga dia menyandarkan kepada amalannya
Kaidah kedelapan:
         Buah dari istiqomah di dunia ialah istiqomahnya nanti saat meniti shiroth pada hari kiamat
Kaidah kesembilan:
        Pencegah dari istiqomah ialah syubhat-syubhat yang menyesatkan atau hawa nafsu yang melalaikan
Kaidah kesepuluh:
        Menyerupai dengan orang-orang kafir ialah termasuk hal terbesar yang sanggup memalingkan dari istiqomah
Penutup



[1] . Madariju Saalikin Ibnul Qoyim 1/78.
[2] .  Iqtidho'u Shirothol Mustaqiim 1/83.
[3] .  Atsar di riwayatkan oleh Imam ath-Thabari dalam tafsirnya 21/465.
[4] . ideem 21/464. cet Muasasah Risaalah.
[5] . Lihat tafsir ath-Thabari 21/364-365.
[6] .  Diriwayatkan ole hath-Thabari dalam tafsirnya 21/465.
[7] .  Di nukil oleh Mawardi dalam kitab an-Nukatu wa al-Uyun 5/275,
[8] .  Jaami'ul ulum wal hikam hal 383-384.
[9]. Ideem  hal 385.
[10] . Madaariju Saalikin 2/105.
[11] .  Jaami'ul ulum wal hikam  hal: 386.
[12] .  juz 1/5.
[13] . Jaami'ul ulum wal hikam 1/5110-511.
[14] . Jaami'ul ulum wal hikam hal: 386.
[15] . Madaarijus Saalikin 2/105.
[16] . Madaarijus Saalikin 1/10.
[17] .  Jawabul kafi 123.
[18] . Ighatsatul lahfaan 1/136.
[19] . Shawa'iqul mursalah 4/1256.
[20] . Risalah Ibnu Qoyim ilaa ahadi ikhwanihi hal: 9.
[21] . Iqtidho shirothol mustaqim 1/83.
[22] .  Madarijus Saalikin 2/105.
[23] . Ideem hal: 349.
[24] . Madarijus Saalikin 2/105.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel