Kedudukan, Tujuan Dan Kiprah Pokok Bank Indonesia (Bi)
BI menurut Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1999 perihal Bank Indonesia (UU BI) berstatus bank sentral Republik Indonesia. BI ialah forum negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah, dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU BI. Sebagai suatu forum negara yang independen, BI memiliki otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap kiprah dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam UU BI.
Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan kiprah BI, dan BI juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, UU BI menawarkan kedudukan khusus kepada BI dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan BI tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen, alasannya ialah kedudukan BI berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diharapkan semoga BI sanggup melaksanakan kiprah dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai tubuh aturan status BI baik sebagai tubuh aturan publik maupun tubuh aturan perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai tubuh aturan publik BI berwenang memutuskan peraturan-peraturan aturan yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan kiprah dan wewenangnya. Sebagai tubuh aturan perdata, BI sanggup bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. BI berfungsi menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah dan juga sebagai sumber pemberi pinjaman terakhir atau Lender of the Last Resort (LoLR) dalam rangka menyelamatkan sistem keuangan.
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Tujuan BI ditetapkan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud ialah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain. Untuk tetap menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah, BI harus mempertimbangkan dan melaksanakan koordinasi dengan pemerintah semoga kebijakan yang ditempuh sejalan dan saling mendukung dengan kebijakan fiskal dan ekonomi lainnya.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan UU BI, BI memiliki tiga kiprah yaitu:
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
c. Mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka melaksanakan dan memutuskan kebijakan moneter, BI berwenang untuk:
a. Menetapkan target moneter dengan memerhatikan target laju inflasi;
b. Melakukan pengendalian moneter dengan memakai cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
(1) Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
(2) Penetapan tingkat diskonto;
(3) Penetapan cadangan wajib minimum;
(4) Pengaturan kredit atau pembiayaan.
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, BI berwenang untuk:
a. Melaksanakan dan memberi persetujuan dan izin atas penyelengaraan jasa sistem perbankan;
b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk memberikan laporan perihal kegiatannya.
Dalam rangka mengatur dan mengawasi bank, kiprah BI ini telah dialihkan kepada OJK sesuai dengan diundangkannya UU OJK. Pelaksanaan kiprah di atas memiliki keterkaitan dan akibatnya harus dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan BI secara efektif dan efisien. Tugas memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan BI antara lain melalui pengendalian
jumlah uang yang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan kiprah memerlukan santunan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan jago yang merupakan target dari pelaksanaan kiprah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan jago memerlukan sistem pembayaran yang sehat yang merupakan target kiprah mengatur dan mengawasi bank. Keterkaitan antara pelaksanaan ketiga kiprah secara saling mendukung tersebut, maka pencapaian tujuan BI akan berhasil dengan baik.
Sumber:
1. Didik J. Rachbini dan Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta, 2000, hal. 179-180.
2. Neni Sri Emaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 70.
Sumber https://pakarmakalah.blogspot.com/
Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan kiprah BI, dan BI juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, UU BI menawarkan kedudukan khusus kepada BI dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan BI tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen, alasannya ialah kedudukan BI berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diharapkan semoga BI sanggup melaksanakan kiprah dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai tubuh aturan status BI baik sebagai tubuh aturan publik maupun tubuh aturan perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai tubuh aturan publik BI berwenang memutuskan peraturan-peraturan aturan yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan kiprah dan wewenangnya. Sebagai tubuh aturan perdata, BI sanggup bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. BI berfungsi menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah dan juga sebagai sumber pemberi pinjaman terakhir atau Lender of the Last Resort (LoLR) dalam rangka menyelamatkan sistem keuangan.
Logo Bank Indonesia |
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Tujuan BI ditetapkan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud ialah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain. Untuk tetap menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah, BI harus mempertimbangkan dan melaksanakan koordinasi dengan pemerintah semoga kebijakan yang ditempuh sejalan dan saling mendukung dengan kebijakan fiskal dan ekonomi lainnya.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan UU BI, BI memiliki tiga kiprah yaitu:
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
c. Mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka melaksanakan dan memutuskan kebijakan moneter, BI berwenang untuk:
a. Menetapkan target moneter dengan memerhatikan target laju inflasi;
b. Melakukan pengendalian moneter dengan memakai cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
(1) Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
(2) Penetapan tingkat diskonto;
(3) Penetapan cadangan wajib minimum;
(4) Pengaturan kredit atau pembiayaan.
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, BI berwenang untuk:
a. Melaksanakan dan memberi persetujuan dan izin atas penyelengaraan jasa sistem perbankan;
b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk memberikan laporan perihal kegiatannya.
Dalam rangka mengatur dan mengawasi bank, kiprah BI ini telah dialihkan kepada OJK sesuai dengan diundangkannya UU OJK. Pelaksanaan kiprah di atas memiliki keterkaitan dan akibatnya harus dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan BI secara efektif dan efisien. Tugas memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan BI antara lain melalui pengendalian
jumlah uang yang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan kiprah memerlukan santunan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan jago yang merupakan target dari pelaksanaan kiprah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan jago memerlukan sistem pembayaran yang sehat yang merupakan target kiprah mengatur dan mengawasi bank. Keterkaitan antara pelaksanaan ketiga kiprah secara saling mendukung tersebut, maka pencapaian tujuan BI akan berhasil dengan baik.
Sumber:
1. Didik J. Rachbini dan Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta, 2000, hal. 179-180.
2. Neni Sri Emaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 70.