Beginilah Kasih Sayang Rasulallah Saw Kepada Putrinya Fatimah
Fatimah az-Zahra yaitu putri bungsu Nabi Muhammad SAW dan Khadijah. Kedua saudara kandung Fatimah, Qasim dan Abdullah, meninggal dunia pada usia dua tahun. Fatimah dihormati seluruh umat Muslim, dan secara khusus disanjung para pengikut Syi’ah dari keluarga Ali bin Abu Thalib, suaminya. Fatimah az-Zahra yaitu putri terakhir Nabi Muhammad SAW juga merupakan salah satu dari empat perempuan yang sempurna.
Fatimah melambangkan seorang perempuan dengan kepribadian mengagumkan. Kehidupannya dibaktikan kepada keluarganya. Ia begitu dicintai dan dihormati bukan alasannya apa yang telah diperbuatnya untuk diri sendiri, tapi karena usahanya untuk memelihara kepercayaan orang-orang di sekelilingnya.
Umurnya yang pendek meliputi periode kenabian ayahnya: dilahirkan sebelum ayahnya menjadi Rasul dan meninggal enam bulan sehabis ayahnya wafat. Ia meninggal dalam usia yang masih sangat muda, 27 tahun, di Madinah pada 3 bulan ampunan 11 Hijriah (5 Agustus 632 M).
Umat Muslim berbondong-bondong ke Masjid Nabawi untuk menyalatkannya. Sembahyang mayat pertama dipimpin Ali. Sembahyang mayat gelombang kedua dipimpin pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Jenazah Fatimah kemudian dibawa ke makam Baqi, dikuburkan bersebelahan dengan saudari-saudarinya, Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Khultsum.
Fatimah lahir di Ummul Qura (Mekkah) pada Jumat, 20 Jumadi al-Tsani di rumah sederhana yang diurus ibunya. Ia dibesarkan gotong royong dengan saudara-saudara perempuannya dan seorang sepupu pria Nabi Muhammad SAW yang kelak menjadi suaminya. Ali diasuh Muhammad SAW semenjak kecil dan sangat disayangi layaknya anak sendiri. Ali yaitu orang kedua yang mengakui kenabian Muhammad SAW setelah Khadijah.
Kesayangan Nabi Muhammad SAW
Ada suatu insiden yang mengguncang hati dan kehidupan Rosulallah SAW yaitu ketika Rosulallah SAW menemukan anaknya yang menangis alasannya sang ibu (Siti Khadijah) meninggal dunia. Lalu diikuti dengan masa tiga tahun penuh rintangan dan hal-hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan Rasulallah, dan yang niscaya itu semua merupakan beban berat bagi gadis berhati lembut itu.
Suatu insiden yang tercatat perihal Fatimah memperlihatkan betapa besar keberaniannya. Pada suatu hari, ayahnya dilempari orang-orang dengan kotoran ketika bersujud di Kakbah. Gadis Fatimah kemudian membersihkan kotoran-kotoran dari tubuh Nabi Muhammad SAW dan berteriak murka kepada para pengganggu itu.
Tatkala berhijrah ke Madinah, Nabi segera mengirim seorang utusan untuk membawa kedua putrinya supaya bergabung. Tidak usang setelah itu, berlangsunglah pertunangan dan ijab kabul Fatimah dengan Ali. Pasangan gres itu kemudian tinggal tidak jauh dari rumah Nabi. Sebagaimana umumnya rumah tangga baru, mereka belum memiliki apa-apa.
Fatimah sangat bersahabat dengan ayahnya. Dan mirip ayahnya, ia paling setia menyantuni orang miskin, termasuk kepada ahl al-shuffah atau orang-orang yang membaktikan hidupnya untuk mendalami ilmu agama dengan cara yang asketik.
Rasulullah sangat menyayangi Fatimah, setelah Rasulullah bepergian ia lebih dulu menemui Fatimah sebelum menemui istri istrinya. Aisyah berkata ,” Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang ibarat Rasulullah selain Fatimah, jikalau ia tiba mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri kemudian menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fatimah bila Rasulullah tiba mengunjunginya.”.
Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar:” Sungguh Fatimah pecahan dariku , Siapa yang membuatnya murka berarti menciptakan saya marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan,” Fatimah pecahan dariku, saya merasa terganggu bila ia diganggu dan saya merasa sakit jikalau ia disakiti.”.
Ketika Nabi berada di rumah atau di depan umum, dan putrinya ini menghampiri atau memasuki ruangannya, Nabi segera berdiri menyambut dan memperlihatkan secara terbuka kelembutan terhadapnya. Baik orang Madinah maupun orang Mekkah terkejut melihat sikap Nabi terhadap anak perempuan, yang dalam kebiasaan mereka tidak mendapat perlakuan semacam itu. Muhammad SAW biasa mencium putrinya, duduk di sisinya, tanpa memedulikan komentar orang lain, atau kritik bahwa sikap itu sanggup mengakibatkan gejolak.
Suatu ketika Rasulullah mencium cucunya, Hasan, anak Fatimah, di depan sekelompok orang Badui. Mereka terkejut, dan salah seorang di antara mereka, yaitu Aqra bin Habis, memperlihatkan keterkejutannya dan berkata: “Aku punya sepuluh anak dan saya tidak pernah mencium seorang pun dari mereka!” Nabi kemudian menjawab, “Orang yang tidak gemar memberi [mencintai, mengasihi], Tuhan tidak gemar memberi kepadanya” (HR Al-Bukhari-Muslim).
Fatimah memperoleh cinta dan ajaran-ajaran perihal keimanan dan kelembutan dari ayahnya dan ia menebarkannya kepada orang-orang dengan membantu fakir miskin. Namun, suatu hari ia pernah mengeluh kepada Ali perihal pelbagai kesulitan hidup. Seperti ayahnya, mereka juga tidak punya apa-apa dan Fatimah merasa semakin berat menanggung beban hidup sehari-hari.
Ali menasihatinya supaya ia pergi menemui ayahnya untuk meminta bantuan; barangkali Nabi sanggup memberi salah satu budak yang ia peroleh sebagai hadiah. Fatimah pun pergi menemui Nabi, tapi tidak sanggup mengutarakan permintaannya, alasannya ia begitu menghormati ayahnya.
Ketika ia kembali dengan tangan hampa, Ali tetapkan untuk pergi ke rumah Nabi bersamanya. Nabi mendengarkan keluhan mereka dan memberitahu bahwa ia tidak sanggup berbuat banyak. Kondisi mereka jauh lebih baik ketimbang ahl al-shuffah yang sangat membutuhkan bantuan. Mereka harus bertahan dan bersabar. Meski mereka putri dan sepupu Nabi, mereka tidak sanggup menuntut posisi sosial nan istimewa.
Hampir tengah malam, Nabi mengetuk pintu rumah Fatimah dan Ali. Mereka hendak bangun untuk menyambutnya, tetapi Nabi Muhammad SAW masuk dan duduk di samping daerah tidur mereka. Sambil duduk di samping daerah tidur putrinya di tengah malam itu, dan dengan penuh perhatian atas kebutuhannya, Muhammad SAW menjawab seruan Fatimah dengan memberi diam-diam khusus dari Allah SWT.
Nabi mengajarkan sebuah doa yang kemudian diriwayatkan kepada kita sepanjang zaman dan dipraktikkan setiap Muslim dalam keseharian. “Ini yaitu perkataan yang diajarkan Jibril kepadaku. Kalian harus mengulangnya sepuluh kali setelah sembahyang: ‘Mahasuci Tuhan’ [Subhan Allah], kemudian ‘Segala puji bagi Allah’ [Alhamd lillah], dan ‘Tuhan Mahabesar’ [Allahu Akbar]. Sebelum tidur, kalian harus mengulangnya sebanyak tiga puluh kali” (HR al-Bukhari-Muslim).
Ketika kehidupan berangsur membaik dan makanan yang tersedia sudah mencukupi kebutuhan, rumah Fatimah terkadang tetap tak memiliki apa-apa sepanjang hari alasannya mereka kerap memperlihatkan makanan kepada orang lain yang jauh lebih sengsara.
Apa yang dilakukan Fatimah dan Ali merupakan pola awal pentingnya berpuasa bagi kaum Muslimin. Mereka yang lebih beruntung mencicipi apa artinya lapar dan berempati terhadap pelbagai kebutuhan orang lain.
Fatimah melahirkan dua orang putra dan dua orang putri dari Ali: dua anak lelaki, yakni Hasan dan Husein; abang perempuan mereka, Zainab; dan adik perempuan berjulukan Umi Kultsum. Nabi Muhammad SAW sangat menyayangi mereka.
Teladan Kesalehan dan Cinta
Menurut tradisi Islam, hanya ada empat orang perempuan yang sempurna. Khadijah dan Fatimah yaitu dua di antaranya.
Fatimah digambarkan sebagai seorang yang meneruskan kedermawanan dan kebaikan Nabi Muhammad SAW, di tengah kesibukan hidupnya yang sangat banyak. Tangannya berangasan alasannya menggiling gandum. Ia kerap menggendong anak dengan satu tangan dan tangan yang lain menggiling gandum tanpa mau meminta pertolongan tetangganya.
Ketika sang Nabi wafat, para pendukung Ali beropini bahwa hanya dialah yang berhak menggantikan Nabi Muhammad SAW menjadi khalifah. Bagi mereka, Ali yaitu sosok yang dipilih Nabi sebelum sakitnya yang terakhir.
Meski demikian, selama masa sakitnya itu, Abu Bakar-lah yang memimpin sembahyang berjamaah di daerah Nabi. Putri Abu Bakar yang juga istri Nabi, Aisyah, menyatakan bahwa ayahnyalah yang ditunjuk Nabi sebagai penggantinya. Dengan komitmen bersama pada musyawarah yang diadakan sebelum pemakaman Nabi Muhammad SAW yang tidak dihadiri Ali, pilihan jatuh kepada Abu Bakar.
Fatimah sangat kecewa atas keputusan itu. Pertentangan Fatimah dengan keluarga Abu Bakar kemudian semakin melebar ketika ia ditolak untuk mendapat pecahan kekayaan yang menurutnya merupakan haknya sesuai dengan wasiat Nabi.
Ketika Fatimah sakit beberapa bulan kemudian, ia tidak mau menemui Aisyah atau salah seorang anggota keluarga Abu Bakar, dan bahkan melarang mereka menghadiri pemakaman jikalau dirinya meninggal. Akan tetapi, sebuah jembatan dibangun adik iparnya, Asma binti Umais, yang pada waktu itu telah menikah dengan Abu Bakar.
Seperti suaminya, Fatimah yaitu teladan kesalehan, kepemurahan, dan cinta. Ia hidup dalam sinar fatwa spiritual ayahnya: menjalani hidup bersahaja, meminta segala sesuatu hanya kepada Yang Maha Esa, dan memperlihatkan semua miliknya kepada orang lain.
Ketika Rasulullah SAW selesai menjalankan haji wada’ dan ketika ia melihat Fatimah, ia menemuinya dengan ramah sambil berkata,” Selamat tiba wahai putriku”. Lalu Dia menyuruh duduk disamping kanannya dan membisikkan sesuatu, sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang keras, tatkala Fatimah duka kemudian Rasulullah SAW membisikkan sesuatu kepadanya yang menimbulkan Fatimah tersenyum.
Tatkala Aisyah bertanya perihal apa yang dibisikannya kemudian Fatimah menjawab,” Saya tak ingin membuka rahasia”. Setelah Rasulullah wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah perihal apa yang dibisikan Rasulullah kepadanya sehingga menciptakan Fatimah menangis dan tersenyum. Lalu Fatimah menjawab, ”Adapun yang Dia katakan kepada saya pertama kali yaitu ia memberitahu bahwa bekerjsama Jibril telah membacakan al-Qur’an dengan hafalan kepada ia setiap tahun sekali, kini ia membacakannya setahun 2 kali, kemudian Dia berkata, “Sungguh saya melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, sebaik-baiknya Salaf (pendahulu) untukmu yaitu Aku”. Maka akupun menangis yang engkau lihat ketika kesedihanku. Dan ketika Dia membisikan yang kedua kali, Dia berkata, ”Wahai Fatimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-wanita penghuni nirwana dan engkau yaitu orang pertama dari keluargaku yang akan menyusulku”. Kemudian saya tersenyum.
Tatkala 6 bulan semenjak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Fatimah jatuh sakit, namun ia merasa bangga alasannya kabar bangga yang diterima dari ayahnya. Tak usang kemudian iapun beralih ke sisi Tuhannya pada malam Selasa tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H dalam usia 27 tahun.
Penulis: Muhammad Iqbal
Editor: Ivan Aulia Ahsan
sumber: tirto.id - Humaniora
wikipedia.com