Meninggalkan Gemerlap Dunia Modeling Demi Cintanya Kepada Mesjid
Dia, yang berjulukan lengkap Luis Ibrahim Hernandez Martinez ini akan dengan bahagia hati bila disapa dengan panggilan Luis atau Ibrahim atau adonan keduanya. Dengan tinggi tubuh 193cm, mata hijau jelas dan senyum menawan menciptakan Luis Ibrahim bertahun-tahun lamanya sanggup merasakan fasilitas hidup dalam gemerlapnya duniawi sebagai seorang model.
Wajah tampannya telah banyak menghiasi banyak sekali cover majalah mulai dari majalah fashion, majalah kesehatan, banyak sekali jenis iklan, hingga berjalan di atas runway Cape Town Fashion Week. Cape Town, salah satu kota sentra mode dan industri periklanan, di mana dia menghabiskan waktu beberapa tahun di sana sebelum kembali ke Spanyol. Namun, qadarullah, di usianya yang masih relatif muda, yaitu di usia 30 tahun ia rela meninggalkan karirnya demi totalitas mengabdikan diri untuk menjadi kekasih Allah. Padahal, di kala itu ia sedang berada di puncak karirnya sebagai seorang model.
Tak ada lagi cahaya blitz dan mata kamera yang membidik gerak-gerik tubuhnya, yang ada hanya kesibukan sehari-hari untuk memimpin para muslim di Sevilla melantunkan lafadz-lafadz dzikir dan sholawat, hingga berurusan dengan banyak sekali keperluan masjid secara fisik maupun mental.
Mungkin tak pernah terpikirkan oleh kita, bagaimana kecintaan terhadap masjid sanggup menciptakan seseorang mau meninggalkan fasilitas hidup duniawi yang mungkin jadi pekerjaan harapan kebanyakan orang hanya untuk mengurus masjid. Kenyataannya, jikalau seseorang sudah sungguh-sungguh jatuh cinta kepada agama Allah, maka Allah akan karuniakan fasilitas hidupnya di jalanNya.
“Yang penting barokah,” katanya.
“Islam itu hanya akan sanggup maju dan berkembang jikalau ekosistemnya sanggup dijaga dengan baik. Harus ada orang yang kaya secara materi, harus ada orang yang hebat ilmu (tahu Fiqih, Hadist, tafsir), harus ada yang menghafalkan Al Qurán. Untuk orang-orang yang tidak kaya, tidak hebat ilmu dan tidak menghafal Al-Qurán menyerupai saya, tanggungjawabnya ialah menjaga masjid,” Ujar Luis Ibrahim merendah, seseorang yang bahwasanya juga sempat mencar ilmu menghafal Al Qurán semasa muda
Dalam keseharian, dia jugalah yang akan siap pasang tubuh untuk menjaga masjid di Sevilla dari banyak sekali hal yang mengganggu ketentraman ibadah. Beliau serinng berurusan dengan jamaah yang sedang sakit, mempunyai duduk masalah dengan keimigrasian, dan isu-isu politis contohnya ketika di beberapa media online setempat dikabarkan Masjid Sevilla diklaim sementara orang akan di-Malaysia-kan alasannya intensitas pinjaman Negara tersebut bagi pembangunan dari Masjid. Pendek kata, 24 jam waktunya didedikasikan untuk kepentingan muslim dan masjid di Sevilla baik secara online maupun offline.
Lebih dari itu, kecintaannya pada masjid mengakibatkan Luis Ibrahim tak hanya menjadi seorang tokoh di masjid, melainkan juga melaksanakan tugas-tugas yang mungkin tak biasa dilakukan seorang pemimpin agama di Indonesia, yaitu mengerjakan kiprah sebagai marbot. Di satu waktu dan kesempatan, Luis bertemu dengan banyak sekali petinggi Kesultanan di Malaysia termasuk mantan Perdana Menteri Mahathir Muhammad. Namun di waktu yang lain juga bertindak sebagai marbot masjid yang mengurus banyak sekali kebutuhan dasar sehari-hari. Membersihkan masjid, mendapatkan tamu, memastikan dzikir mingguan setiap Kamis dan Mingu berjalan, memastikan TPA dengan belum dewasa berjalan dengan beberapa ustadzah yang membantu, dan masih banyak lagi kesibukannya di Masjid sehari-hari.
“Salam… Maaf Hajj, saya gak jadi datang… Mesti benerin pintu WC di masjid dan mengecat bab pengimaman yang rada rontok,” tulisnya dalam sebuah pesan singkat ketika membatalkan suatu pertemuan dengan kerabatnya. Apapun dilakukannya untuk kesejahteraan masjid, termasuk melaksanakan tugas-tugas sebagai marbot oleh tangannya sendiri.
Subhanallah… Pernahkah kita merasa begitu mengasihi masjid, padahal di sini lokasi masjid tak kurang dari 100 meter di bersahabat rumah kita? Sementara di Sevilla, ruang yang disebut masjid itu menempati ruang basement di apartemen dengan kapasitas, fungsi dan kondisi yang belum representatif untuk disebut sebagai sebuah “Mesjid Jami” sebagaimana nama yang disandangnya ketika ini.
Luis Ibrahim mengatakan kepada kita bahwa di selesai jaman menyerupai kini di mana standar bahan keduniawian seringkali dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan seseorang, ternyata hidup dalam kesederhanaan, dalam pengabdian terhadap rumah Allah, dan meninggalkan banyak sekali fasilitas duniawi ialah hal yang mungkin. Bahkan di negara di mana porsi Muslim sangat terbatas dan usaha untuk menjadi seorang Muslim relatif lebih berat.
sumber : www.dailymoslem.com