Mu'awiyah Panglima Islam Pertama Yang Menaklukan Lautan
Mu'awiyah Panglima Islam Pertama yang Menaklukan Lautan
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan saya juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Pembicaraan kita kali ini ialah berkaitan dengan seorang sahabat mulia, raja dari raja-raja Islam, dia dilahirkan lima tahun sebelum tahun kenabian, dirinya ialah seorang pionir panglima Islam yang berperang dilautan. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi tazkiyah tentangnya dengan do'anya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا وَاهْدِ بِهِ» [أخرجه أحمد]
"Ya Allah, jadikanlah dirinya menerima petunjuk lagi memberi petunjuk dan berilah petunjuk orang lain dengan lantaran dirinya". HR Ahmad.
Dirinya ialah pamannya orang-orang beriman dan penulis wahyu utusan Rabb semesta alam. Beliau masuk Islam pada tahun penaklukan kota Makah. Beliau ialah amirul mukminin Mu'awiyah bin Abi Sufyan Shakhr bin Harb bin Umayah Abu Abdurahman al-Quraisy al-Umawi al-Maki. Ibunya berjulukan Hindun binti Utbah bin Rabi'ah. Ciri-ciri yang dia miliki ialah berkulit putih dengan postur badan tinggi, berwajah gagah, bijak, lembut dan pemimpin pada kaumnya, adil dan jenius.
Aban bin Utsman pernah bercerita wacana beliau, "Tatkala kecil, Mu'awiyah pernah diajak jalan bersama ibunya Hindun kemudian dirinya terjatuh, maka ibunya berkata, "Bangunlah, semoga Allah Shubhanahu wa ta’all tidak mengangkatmu". Tidak jauh, ada seorang Arab badui yang memperhatikan, mendengar itu dia menyahut, "Kenapa kau berkata menyerupai itu padanya? Demi Allah saya melihat pada diri anak ini kelak akan menjadi pemimpin kaumnya". Ibunya menjawab, "Sungguh celaka kalau hanya untuk kaumnya saja".
Bapaknya ialah salah seorang pembesar Quraisy pada masa Jahiliyah, dan didaulat sebagai pemimpin mereka seusai peperangan Badar. Kemudian setelah masuk Islam dirinya memperbagusi keislamannya, dia memiliki ilham yang cemerlang yang sesuai dengan syari'at, serta konstribusi yang terpuji dalam peperangan Yarmuk, sebelum dan sesudahnya.[1] Ada banyak terkumpul keutamaan pada sosok eksklusif sahabat mulia ini baik secara umum maupun khusus. Adapun keutamaan yang dimiliki secara umum ialah wacana keutamaan para sahabat pada umumnya. Maka tidak diragukan lagi bila Mu'awiyah masuk dalam keumuman keutamaan yang dimiliki oleh para sahabat ini.
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Apa saja yang telah shahih pada keutamaan para sahabat secara umum dan keutamaan Quraisy secara umum, maka Mu'awiyah termasuk didalamnya".[2] Adapun dalil-dalil secara khusus yang menawarkan keutamaannya diantaranya ialah:
· Do'anya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada dirinya.
Sebagaimana dijelaskan dalam riwayatnya Imam Ahmad, dari Abdurahman bin Abi Amirah radhiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdo'a:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا وَاهْدِ بِهِ» [أخرجه أحمد]
"Ya Allah, jadikanlah dirinya menerima petunjuk lagi memberi petunjuk dan berilah petunjuk orang lain dengan lantaran dirinya". HR Ahmad 29/426 no: 17895. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 4/616.
· Diantara manakibnya pula ialah dirinya termasuk panglima Islam yang berperang dilautan.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dari bibinya Ummu Haram binti Milhan radhiyallahu 'anha, dirinya menceritakan: "Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah tertidur kemudian terbangun sambil tersenyum. Ummu Haram melanjutkan, maka saya bertanya, "Apa yang mengakibatkan engkau tertawa wahai Rasulallah? Beliau menjawab:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ. قَالَتْ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهمْ. فَدَعَا لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وجاء في آخ الحديث: فَرَكِبَتْ الْبَحْرَ فِي زَمَانِ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Ada sekelompok insan dari kalangan umatku gres saja dinampakkan padaku, mereka pergi untuk jihad dijalan Allah, mengarungi lautan ini sambil menggunakan baju besi. Atau dia menyampaikan –Ragu dari perawai- "Bagaikan raja diatas baju besi". Aku berkata, "Berdo'alah kepada Allah semoga saya dijadikan orang-orang yang ikut serta bersama mereka. Beliaupun berdo'a baginya. Lalu tiba penjelasannya pada selesai hadits diatas, "Maka dirinya ikut naik mengarungi lautan pada zamannya Mu'awiyah, namun dirinya terjatuh dari binatang tunggangannya ketika telah berhasil mengarungi lautan kemudian dia meninggal". HR Bukhari no: 6283. Muslim no: 1912.
Didalam hadits ini menerangkan akan keutamaan Ummu Haram dan Mu'awiyah, lantaran dia ialah pemimpin kaum muslimin yang melaksanakan peperangan dilautan pada zamannya Utsman bin Affan.[3]
Dalam redaksinya Imam Bukhari masih dari Ummu Haram binti Milhan radhiyallahu 'anha, dia menceritakan, "Aku pernah mendengar Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ ، قَالَ: أَنْتِ فِيهِمْ . ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ: لَا» [أخرجه البخاري]
"Pasukan pertama dari kalangan umatku yang berperang dilautan akan menjadi penghuni surga". Ummu Haram berkata, "Ya Rasulallah, apakah saya bersama mereka? Beliau menjawab, "Engkau bersama mereka". Kemudian Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Pasukan pertama dari kalangan umatku yang berperang dinegeri Romawi mereka semua diampuni". Aku bertanya, "Apakah saya bersama mereka ya Rasulallah? Beliau menjawab, "Tidak". HR Bukhari no: 2924.
Makna sabdanya, "Aujabuu" artinya wajib bagi mereka memperoleh surga.
· Diantara manakibnya lagi, dia ialah salah seorang pencatat wahyu.
Didalam shahih Muslim dijelaskan, Bahwa Abu Sufyan ayahnya Mu'awiyah pernah meminta kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam beberapa perkara, diantaranya, supaya dia mengakibatkan Mu'awiyah sebagai penulis wahyu, maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyetujuinya. HR Muslim no: 2501.
Dalam riwayatnya Imam Ahmad dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ. وَكَانَ كَاتِبَهُ » [أخرجه أحمد]
"Pergi dan panggilkan Mu'awiyah supaya menghadapku". Dan Mu'awiyah ialah seorang juru tulisnya". HR Ahmad 4/397-398 no: 2651.
Al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan, "Mu'awiyah menemani Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menulis wahyu disisinya bersama para sahabat penulis wahyu lainnya".[4]
· Diantara manakibnya, dia ialah pamannya orang-orang yang beriman.
Imam Ahmad menjelaskan dalam kitab as-Sunah, "Ada seorang penanya yang bertanya, "Aku mengatakan, "Mu'awiyah ialah pamannya orang-orang yang beriman, dan Ibnu Umar juga pamannya orang-orang yang beriman? Beliau menjawab, "Iya benar, Mu'awiyah ialah saudaranya umul mukminin Habibah binti Abi Sufyan istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan dia menyayangi keduanya. Adapun Ibnu Umar, dia ialah saudaranya Hafsah istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan dia menyayangi keduanya".[5]
· Salah satu manakib yang dimilikinya, bahwa Umar radhiyallahu 'anhu mengakibatkan dirinya sebagai gubernur penduduk Syam. Dan Utsman radhiyallahu 'anhu, menyuruh dirinya untuk tetap menjadi gubernur selama dua puluh tahun, dan tidak dijumpai wacana adanya pengkhianatan atau ketidakmampuan dalam memimpin.
Imam adz-Dzahabi mengatakan, "Cukup bagimu dengan kedudukan yang diberikan oleh Umar kemudian Utsman untuk memimpin Syam. Yang pada ketika itu sebagai negeri perbatasan, dirinya bisa melaksanakan kiprah dengan baik dan bekerja dengan penuh tanggung jawab, dicintai oleh rakyat dengan kedermawanan serta perilaku bijaknya. Walaupun sebagian mereka ada yang merasa tidak suka pada sebagian masalah namun hal itu lumrah, kemudian dirinya menjadi seorang raja. Walaupun ada dari kalangan sahabat Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih baik dan lebih utama serta pantas darinya.
Dan orang ini sangat tinggi martabatnya, memimpin dengan kecerdasannya, penuh bijaksana, serta lapang dada, teguh pendirian dan pemikiran, walaupun tidak diingkari ada padanya beberapa kejadian dan insiden dan Allahlah yang akan menghukumi.
Beliau seorang yang dicintai oleh rakyatnya, menjadi gubernur Syam selama dua puluh tahun, kemudian sebagai khalifah selama dua puluh tahun. Maka belum pernah ada yang berusaha memberontak pada masa kekuasaanya. Namun, justru umat-umat lain semakin bersatu. Sehingga dirinya bisa menghukumi bagi orang Arab atau non Arab, dirinya menguasai dua tanah suci, mesir, syam, iraq, khurasan, persia, jazirah, yaman, maroko dan negeri lainnya".[6]
· Salah satu manakibnya pula ialah termasuk raja terbaik yang pernah ada dalam sejarah Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, " Para ulama telah bersepakat bahwa Mu'awiyah ialah raja terbaik dari kalangan umat ini. adapun empat orang pendahulunya ialah khalifah pengganti nabi. Dan didalam kekuasaannya dipenuhi dengan kesabaran dan kedermawanan beliau. Sehingga kaum muslimin banyak mengambil manfaat darinya, yang mana hal ini tidak dijumpai pada raja-raja setelahnya yang mampu menandinginya". [7]
Ibnu Abil Izzi al-Hanafi mengatakan, "Dan raja pertama dari kalangan kaum muslimin ialah Mu'awiyah dan dia ialah raja terbaik dari raja-raja kaum muslimin".[8] Mu'awiyah ialah seorang cendekia Arab, dirinya populer dengan kata-kata hikmahnya, murah hati, muru'ah serta kebijakan yang sempurna pada banyak perkara. Diantara kata mutiara dia ialah perkataannya, "Muru'ah ada diempat perkara, ifah (menjaga diri) dalam Islam, menggunakan harta sebaik mungkin, menjaga kekerabatan persaudaraan, dan menjaga kekerabatan baik bersama tetangga".
Beliau pernah juga pernah mengatakan, "Manusia terbaik ialah orang yang punya nalar lagi bijak, yaitu orang yang bersyukur, bila menerima petaka serta bersabar, dan jikalau murka tidak meluapkannya, bila bisa untuk membalas, dirinya mengampuni, dan bila berjanji menepati, dan jikalau ada yang menyakiti memintakan ampun padanya". Ada seseorang yang berkata pada Mu'awiyah, "Siapakan pemimpin terbaik bagi suatu kaum? Beliau menjawab, "Orang yang jiwanya paling bahagia memberi jikalau diminta diantara mereka, paling anggun kebijaksanaan pekertinya pada dimajelis mereka, dan paling bijak terhadap mereka jikalau ada yang menyakitnya".
Abu Ubaidah Ma'mar bin al-Matsani mengatakan, "Mu'awiyah bisa tergambar sosok pribadinya dalam bingkai bait syair ini:
Orang pandir mustahil bisa membunuh sang dermawan
Kemurahan hatinya menusuk pada orang yang mencelanya
Jangan tertipu walaupun dipenuhi dengan kebencian
Dengan banyaknya celaan lantaran itu suatu bencana
Jangan engkau putus persaudaraannya lantaran karena satu dosa
Sebab, dosa tersebut akan diampuni oleh Dzat yang Maha Penyayang
Pada suatu ketika Mu'awiyah menulis kepada wakilnya Ziyad, "Sesungguhnya tidak layak bagi kita menghukumi semua orang dengan satu kebijakan, dengan lemah lembut mereka akan merasa senang, dan jangan dengan kekasaran lantaran akan mengakibatkan orang pada kebinasaan, namun, jadilah dirimu menjadi orang yang keras, kejam lagi kasar, dan biarkan saya menjadi orang yang lemah lembut, kasih sayang dan bijak, sehingga jikalau ada orang ketakutan, dirinya menjumpai ada pintu yang bisa dimasukinya".[9]
Imam Ahmad pernah ditanya wacana orang yang merendahkan Mu'awiyah dan Amr bin Ash, apakah boleh kita katakan padanya dia seorang Rafidhoh? Beliau menjawab, "Sesungguhnya tidak ada orang yang lancang terhadap keduanya melainkan ada kejelekan yang disembunyikan pada hatinya. Maka tidak ada seorangpun yang mencela salah seorang dari sahabatnya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melainkan dirinya punya niatan jelek, lantaran Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Sebaik-baik orang ialah generasiku". HR Bukhari no: 3651. Muslim no: 2433.
Imam Malik menjelaskan, "Barangsiapa yang mencela salah seorang dari sahabat Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam baik itu Abu Bakar, atau Umar, Utsman, Ali, Mu'awiyah, atau Amr bin Ash, jikalau orang tersebut hingga menyampaikan mereka diatas kesesatan dan kekufuran maka dirinya dibunuh, dan bila dia mencela mereka bukan menyerupai ini, menyerupai celaan-celaan orang pada umumnya, maka dirinya diberi eksekusi yang sangat berat".[10]
Adapun apa yang terjadi antara Mu'awiyah dan Ali dari peperangan antara keduanya. Maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Demikian pula kami mengimani untuk menahan mulut atas perselisihan yang terjadi diantara mereka, dan kita mengetahui bahwa sebagian isu yang hingga kepada kita tentang suatu hal pastinya hal tersebut ada yang dusta, lantaran mereka semua melaksanakan berdasar ijtihadnya, jikalau mereka benar dalam ijtihadnya mereka menerima dua pahala, atau diganjar atas amalanya sebagai amal sholeh, yang mereka diampuni atas kesalahanya.
Adapun jikalau ada kejelekan pada mereka, -dan rahmat Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mendahului mereka- bekerjsama -Dia akan mengampuninya, dengan taubatnya, atau kebajikan yang menghapus keburukannya, atau tertimpa petaka sebagai penebus kesalahannya, atau lantaran lainnya. Sesungguhnya mereka ialah generasi terbaik pada umat ini".[11] Sebagaiamana dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي الذين بقيت فيهم ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Manusia terbaik ialah generasi yang saya tinggal bersama mereka, kemudian generasi setelahnya". HR Bukhari dan Muslim.
Ibnu Qudamah al-Maqdisi menerangkan, "Diantara masalah sunah ialah mengasihi para sahabat Rasulallah, loyal terhadap mereka dengan menyebut-yebut kebaikannya, mendo'akan keselamatan dan ampunan atas mereka, menahan mulut untuk tidak mengungkit-ungkit keburukan mereka, serta perselisihan yang terjadi dikalangan mereka, meyakini akan keutamaan mereka dan mengetahui para pendahulu dikalangan mereka".[12]
Allah tabaraka wa ta'ala berfirman untuk mendo'akan mereka semua dalam ayat -Nya:
﴿ وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ ١٠﴾[الحشر :10]
"Dan orang-orang yang tiba setelah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo'a: "Ya Rabb Kami, berilah ampun kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (QS al-Hasyr: 10).
Dan Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda wacana mereka:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan sebesar gunung Uhud, tidak akan bisa mencapai satu mudnya mereka tidak pula setengahnya". HR Bukhari no: 3673. Muslim no: 2541.[13]
Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga dia serta para sahabatnya.
[13] . Lihat pembahasan ini secara luas dalam kitab Salis Lisan fii Dzabi 'an Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhu, karya Syaikh Sa'ad as-Sabi'i.