Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]

Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang bermetamorfosis sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini sanggup menyebar ke potongan tubuh lainnya sehingga sanggup mengakibatkan kematian.

 Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]

Kanker sering dikenal oleh masyarakat sebagai tumor, padahal tidak semua tumor ialah kanker. Tumor ialah segala benjolan tidak normal atau abnormal. Tumor dibagi dalam 2 golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker ialah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas.

Baca Juga

Saat kau terkena kanker, maka secara medis setau saya hanya ada 3 cara pengobatan, yaitu dengan operasi, kemoterapi ataupun radio terapi (radiasi/sinar).

Ada spekulasi menyampaikan bahwa tumor atau kanker bukanlah sebuah penyakit, tapi sebuah bisnis. Mengapa sanggup demikian?

Menurut artikel yang saya baca, pasien kanker setiap tahunnya terus bertambah dan pengobatan untuk kanker ini pun baik medis ataupun alternatif sangatlah mahal sehingga menjadi ladang bisnis bagi sebagian golongan manusia.

 Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]

Lalu apa sih pengobatan medis untuk kanker payudara?
Kita bahas dulu apa itu kanker payudara. Kanker payudara biasanya di awali dengan tumor atau benjolan pada payudara.

Seperti yang sudah di jelaskan di atas, tumor atau benjolan ini sanggup jinak ataupun ganas. Jika tumor ini bersifat ganas, maka akan menjadi kanker payudara.

Karna saya mempunyai anggota keluarga survivor kanker payudara, yaitu ibu dan bibi saya, maka saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya. Semua yang ada di artikel ini hanya sebuah pengalaman, saya bukanlah orang dengan latar belakang medis, jadi untuk ketepatannya sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter yang berpengalaman di bidangnya.

Oke, di mulai dari ibu saya dulu. Ibu saya menyadari ada benjolan di payudara kanannya (dextra) pada desember 2012, kemudian konsul ke poliklinik bedah di salah satu rumah sakit di kota kami.

Dokter bedah menyarankan melaksanakan operasi biopsi atau pengambilan sample untuk di cek di laboratorium patologi dan hasil PA-nya menyatakan ibu saya terkena Ca Mammae dengan tingkat keganasan menengah. Mungkin stadium 2 atau 3. Saya tidak begitu paham.

Lalu pada oktober 2014 ibu, hampir satu tahun setengah, ibu saya gres melaksanakan operasi mastektomi atau pengangkatan total pada payudara kanannya. Sample dari operasi itu di kirim ke laboratorium patologi dan kesimpulannya tetap Ca Mammae tapi kini statusnya sudah berubah ke high grade atau stadium 4 atau stadium lanjut.

Hasil investigasi imunohistokimia menyatakan Estrogen reseptor positif, progesteron positif, erbB2/He2-Neu negatif, dan Ki67 positif.

Dari 2012 ke 2014 memang ada jeda cukup lama. Saya menyesal mengapa saya tidak menyadari penyakit ibu saya ini padahal keluarga kami termasuk keluarga yang berpendidikan. Karna sibuk berkerja dan menganggap sepele ibu saya jadi mengabaikan penyakitnya.

Tidak cukup di situ, sesudah operasi mastektomi dokter menyarankan untuk kemoterapi, tapi ibu saya kembali menyepelekan dan menganggap dirinya sudah sehat.

Pada awal 2015 ibu saya batuk berbulan-bulan, sudah berobat hingga ke dokter penyakit dalam tapi tidak sembuh juga. Sampai-sampai bobot tubuhnya turun di bawah 30kg dan juga sudah sulit untuk berjalan. Oleh dokter seorang hebat penyakit dalam di sana, ibu saya dirujuk ke poliklinik hematologi onkologi ke rumah sakit umum sentra di kota kami.

Dokter di sana menunjukkan obat penunjang kemoterapi secara oral yaitu tamofen/tamoxifen. Setelah pulang dan minum obat itu tubuh ibu saya pribadi hitam-hitam kayak terbakar. Bapak saya yang takut kemudian menyuruh ibu saya untuk tidak minum obat itu lagi dan mencari pengobatan alternatif atau pengobatan medis lainnya. Karna waktu itu saya bener-bener gak paham dengan penyakit ini. Makara saya juga ngikut aja apa kata bapak saya.

Berdasarkan saran dari temannya, bapak saya membawa ibu saya ke salah satu klinik di kota kami, sesudah di rontgen ibu saya di diagnosa sakit TB paru oleh dokter di sana dan harus minum obat TB paru Rifampisin, Etambutol, dkk. yang gede-gede itu selama beberapa minggu. Bukannya sembuh, kondisi ibu saya semakin kritis.

Ada tetangga menyarankan untuk pribadi saja periksa ke rumah sakit khusus paru di kota kami biar lebih terang apakah ibu saya terkena TB paru atau tidak.

Dan ternyata sesudah dokter seorang hebat paru di sana melaksanakan CT Scan Thorax atau paru, di dapati kanker yang sudah menyebar ke paru. Dokter di sana menganjurkan untuk kembali ke dokter hematologi onkologi dan melarang meminum obat TB paru karna ibu saya memang bukan terkena TB paru tapi karna kanker yang sudah menyebar atau metastasis ke paru.

Nah lho... Malpraktek kan jadinya. Untung ibu saya gak minum obat TB paru itu hingga berbulan-bulan. Tapi kami tidak membawa perkara ini ke ranah hukum, karna ini juga lantaran dari kebodohan keluarga kami. Selain itu sebagai dokter sebaiknya juga harus lebih hati-hati dalam menunjukkan diagnosa biar tidak salah dalam melaksanakan pengobatan kepada pasien.

Tapi bapak saya tetap gak mau membawa ibu saya ke rumah sakit umum karna proses antriannya usang dan njlimet. Padahal keluarga kami penerima ASKES yang sebelumnya mendapat pelayanan ekslusif, tapi karna waktu itu ASKES gres saja melebur bersama BPJS dan status keduanya menjadi disamakan. Akhirnya pasien membludak, apa lagi saya juga gak begitu paham dengan alur pengobatan di sana.

Liat-liat tivi hasilnya bapak dan ibu saya tergiur oleh pengobatan alternatif kanker yang ada di tivi. Kami pun membawa ibu saya berobat ke sana dan tau gak berapa biaya pengobatan alternatif itu, hampir 6 juta untuk perbulannya. Gile.... Itulah sebabnya penyakit beginian udah kayak jadi bisnis aja bagi sebagian oknum gak jelas.

Kami pun mencoba pengobatan itu, udah sebulan tapi gak ada perubahan, apa lagi duitnya juga gak ada. 6 juta perbulan itu duit dari mana? Gaji saja gak nyampe segitu perbulannya. Kami ngos-ngosan nyari duitnya.

Nah, hingga di sini saya mulai bangkit. Saya tidak lagi menghiraukan bapak saya dan saya mulai mengambil keputusan sendiri untuk pengobatan ibu saya.

Saat bapak saya gak ada, saya membawa ibu saya ke rumah sakit umum untuk bertemu dokter seorang hebat onkologi di sana. Ternyata kami bertemu dokter yang berbeda dari dokter yang sebelumnya menunjukkan ibu saya tamoxifen.

Dokter yang gres ini menyarankan kemoterapi dan saya juga ibu saya menyetujuinya. Oh ya kemoterapi ialah proses memasukkan obat kemo ke tubuh lewat intravena atau infus. Makara gak sengeri apa yang kau bayangkan.

Regimen yang dipakai dalam kemoterapi ini ialah Doxorubicin dan Cyclophosphamide, dosisnya di sesuaikan dengan berat tubuh ibu saya.

Alhasil pada tamat 2015 sesudah investigasi hematologi dan ECG-nya bagus, ibu saya menjalani kemoterapi yang pertama. Efek dari kemoterapi yang pertama ini rambut ibu saya mulai rontok hingga gundul, mual, dan gak mau makan.

Seharusnya kemoterapi ini dilakukan tiap 3 ahad atau 21 hari, tapi karna sulitnya mengurus proses admisi rawat inap, jadinya sering molor dari jadwal yang seharusnya.

Ibu saya menjalani 5 kali kemoterapi dengan regimen Doxorubicin dan Cyclophosphamide sesudah itu menjalani 4 kali kemoterapi dengan regimen Paclitaxel yang di mulai dari desember 2015 s/d juni 2016.

Pada kemoterapi yang ketiga dan seterusnya, ibu saya kondisinya drop, bahkan leukositnya (sel darah putihnya) sering turun dan harus rawat inap untuk mendapat suntikan leucogen. Itu masuk akal karna imbas samping dari kemoterapi.

Bersyukur hasil investigasi hemotologi yang vital lainnya menyerupai Hb (Hemoglobin) tetap stabil, jadi gak perlu repot transfusi darah selama proses kemoterapi. Darah ibu saya A+ soalnya, agak susah nyarinya.

Namun seiring berjalannya waktu hingga kemoterapi yang ke 9, kondisi kesehatan ibu saya semakin membaik.

Untuk obat-obatan kemoterapi ini harganya jutaan lho, untung saja semuanya di cover BPJS, kalo enggak ya bikin bangkrut.

Setelah rangkaian proses kemoterapi selesai dan di stop, ibu saya diresepkan untuk mengkonsumsi obat Arimidex (Anastrozole) selama 3 bulan, namun pantauan hasil dari test CA 15-3 terus meningkat meskipun ibu saya terlihat menyerupai sehat walafiat.

CA 15-3 ialah tumor marker atau petanda tumor. Semakin tinggi nilainya, semakin berbahaya.

Karna ibu saya mengeluhkan sakit pinggang, dokter menyarankan untuk investigasi bone survery. Hasil Bone Survey juni 2016 menyatakan kanker menyebar ke tulang belakang dan ibu saya harus mendapat suntikan Zometa setiap bulannya.

 Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]
arimidex

Karna Arimidex tidak berkerja dengan baik dan hasil dari test estradiol (e2) hasilnya rendah yang berarti sudah menopause, dokter kemudian mengganti Arimidex dengan obat Femara (Letrozole) kadang kalau Femara lagi kosong di ganti dengan Letraz, komposisi keduanya sama, hanya beda merk saja. Obat ini di konsumsi selama 3 bulan, namun pantauan hasil dari test CA 15-3 masih terus meningkat.

 Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]
letraz

Karna ibu saya mengeluhkan sakit di ulu hatinya, dokter menyarankan untuk investigasi USG abdomen. Hasil USG februari 2017 menyatakan kanker menyebar ke hepar atau hati.

Kemudian dokter mengganti Femara/Letraz dengan Tamofen (Tamoxifen),  gres sebulan pemakaian, hasil test CA 15-3 terus meningkat hingga angka 1.665 yang seharusnya normalnya kurang dari 30 dan juga ibu saya tangan kirinya sering kejang-kejang menyerupai tanda-tanda epilepsi. Dokter seorang hebat onkologi pun merujuk ibu saya untuk konsul ke dokter seorang hebat saraf.

 Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]
tamofen

Oleh dokter seorang hebat saraf di sarankan untuk CT Scan kepala dan hasillnya masih di bulan yang sama februari 2017 ternyata ada penyebaran di otak. Untuk mengobati kejang-kejang ini dokter seorang hebat saraf meresepkan obat Depakote ER yang gede banget dan juga Dexamethasone.

 Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]
depakote er 500 mg
Karna kanker ini sangat progresif, hasilnya dokter seorang hebat onkologi ibu saya menyetop pemakaian tamoxifen dan menyarankan untuk melaksanakan kemoterapi kembali.

 Kanker ialah penyakit jawaban pertumbuhan tidak normal dari sel Apa Sih Pengobatan Medis Untuk Kanker Payudara? [Pengalaman Pribadi]
dexametason

Makara pada maret 2017 ibu saya kembali menjalani kemoterapi putaran kedua dengan regimen obat  gres yaitu Cyclophosphamide, Methotrexate, dan 5-Fluorouracil (5-Fu) di tambah dengan Zometa.

Saat artikel ini di tulis, ibu saya masih survive, kejang-kejangnya sudah menghilang, tapi kini sudah tidak berpengaruh lagi berjalan, kalau mau ke rumah sakit udah harus pakai dingklik roda, dan telah menjalani 5 kali suntik Zometa dan 2 kali kemoterapi di putaran kedua.


** Update 19 april 2017 **

Pada hari senin 10 april 2017 saya harus membawa ibu saya kontrol karna tanggal 11-nya sudah masuk jadwal suntik zometa. Karna kondisi ibu yang semakin menurun, saya cukup kesulitan untuk membawa ibu ke rumah sakit.

Biasanya saya hanya berdua saja dengan ibu ketika ke rumah sakit. Dulu sih masih sanggup naik motor, kemudian kemudian harus memakai dingklik roda, dan hari senin tanggal 10 april kemudian terpaksa harus bawa bed yang beroda untuk sanggup membawanya ke poliklinik.

Melihat kondisi ibu yang semakin memburuk, dokter DPJP kami memasukkan ibu saya ke IGD. Tapi saya tidak pernah menyangka bila IGD akan menjadi kawasan ibu saya menghembuskan nafas yang terakhir.

Ibu saya menginap di IGD selama satu malam. Tapi yang saya rasakan, satu malam di IGD menyerupai satu malam di neraka. Jam 2 malam berisiknya sama menyerupai jam 2 siang. Bahkan ibu saya tidak tidur sama sekali dari siang ketemu siang lagi.

Sungguh, IGD bukan kawasan yang baik untuk pasien beristirahat. Seharusnya pasien yang sudah tidak darurat dipindahkan segera ke ruangan lain yang lebih damai biar sanggup beristirahat. Tapi tampaknya pihak rumah sakit kurang cepat tanggap akan hal ini, alasannya karna banyaknya pasien yang masuk ke IGD yang harus di urusi.

Di IGD ini ibu saya sudah tidak mau lagi makan, minum pun tidak mau. Selain itu ibu selalu merasa kepanasan, minta dikipasin kepalanya dan juga minta diusap dengan air. Bahkan ibu minta kepalanya di siram pake air mineral secangkir. Padahal AC di IGD itu sangat dingin, sangking dinginnya saya bahkan gak sanggup memejamkan mata karna menahan dingin. Saya sedih bila ingat malam itu.

Esok harinya jam 11 siang ibu di pindahkan ke ruang transit. Saya berulang kali tanya ke perawat jaga, kapan kira-kira ibu saya di pindah ke kamar perawatan. Kata perawat jaga, sore nanti ibu saya sanggup pindah karna sudah ada kamar kelas I yang kosong. Tapi sorenya ketika saya tanya lagi, katanya kamarnya sudah di tempati orang lain. Apa-apaan ini???

Saya sempat liat beberapa pasien yang gres saja masuk ke ruang transit sanggup pribadi pindah kamar perawatan dan hampir semuanya karna mereka punya keluarga atau kenalan pegawai di rumah sakit. Lalu saya perundingan dengan perawat jaga, saya kasih dua opsi bila tidak ada kamar kelas I sanggup kamar kelas II. Dan ternyata hasilnya nihil. Tetap tidak ada kamar kosong untuk ibu saya.

Karna sudah mulai kepepet dan kesel, saya hasilnya terpaksa menghubungi sobat saya yang bekerja di sana untuk membantu saya mencarikan kamar perawatan untuk ibu saya. Tebak apa yang terjadi??? Ibu saya sanggup mampu kamar ketika itu juga di ruang yang semula saya minta dan dapet di kamar kelas I yang tadinya di bilang perawatnya penuh penuh dan penuh.... Nepotisme memang sangat sulit dihilangkan dari semua instansi.

Baru saja saya bahagia karna ibu saya sudah sanggup di pindahkan ke kamar yang layak, tapi sesudah itu murung tiba menyelimuti. Jam setengah 12 malam ketika ingin di pindahkan dari ruang transit ke kamar perawatan, tiba-tiba ibu saya tidak lagi menjawab ketika di panggil, tapi kondisinya ketika itu ibu saya masih bernafas.

Sempat di bawa ke IGD lagi, namun dokter PDL IGD bilang sanggup pribadi di bawa ke ruang perawatan. Saat hingga di ruang perawatan, dokter PDL IGD menelepon dan menyuruh portir yang mengantar ibu saya untuk kembali lagi ke IGD.

Di IGD ibu saya diberi suntikan gula, kata dokternya karna gula darahnya turun makanya ibu saya koma dan tidak tanggap lagi ketika di panggil. Namun sesudah beberapa menit kondisi ibu tidak membaik. Lalu ibu saya di masukkan ke ruang Priority 1.

Kata dokter P1 ibu saya seharusnya tidak sanggup masuk ruang itu, hanya karna kemanusiaan saja hasilnya ibu saya sanggup di tangani di ruang itu.

Di P1 Dokter menyarankan untuk memasang pompa paru-paru dan memberi beberapa suntikan pengobatan untuk jantungnya. Namun karna pompa elektriknya hanya ada 3 dan semuanya di pakai pasien, jadi ibu saya harus di pasang pompa manual yang harus di pompa oleh manusia.

Saat itu saya mulai membimbing ibu saya untuk mengucapkan Allahuakbar dan laillahhailallah dengan membisikkan ketelinganya. Saya lihat pengecap ibu sudah tidak sanggup lagi bergerak, tapi ada air yang mengalir dari mata ibu. Sepertinya ketika itu ibu sedang menangis. Ya Allah... Saat menuliskan ini, hati saya menyerupai tercabik-cabik mengingat murung yang terjadi di malam itu.

Setelah 2 jam setengah penanganan, dokter menyerah. Kanker telah merusak semua organ tubuh ibu. Kata dokter kanker ibu sudah masuk ke stadium terminal dan sudah mustahil lagi di tolong. Paru-paru ibu masih sanggup berkerja, tapi jantungnya sudah tidak lagi merespon. Akhirnya jam 3:19 pagi ibu saya menghembuskan nafas terakhirnya.

Saya sangat-sangat sedih, tapi mungkin inilah ketentuan yang terbaik. Dengan ini ibu sudah tidak perlu mencicipi sakitnya lagi, meskipun konsekuensinya kami sekeluarga harus menahan pedihnya murung karna kematian.

Ibu... Semoga ibu damai di alam sana dan kelak Allah memasukkan ibu ke nirwana bersama dengan orang-orang yang Allah sayangi.. Amiin.

Sampai jumpa lagi ibu...

** Update 19 april 2017 End**

Lain lagi dengan bibi saya. Hampir sama juga penyakitnya dengan ibu saya, yaitu kanker payudara, tapi beda tipe. Sudah melaksanakan biopsi dan mastektomi di payudara kanannya.

Saat artikel ini di tulis bibi saya sudah menuntaskan kemoterapi yang ketiga dengan regimen obat Docetaxel dan Cisplatin.

Doakan bibi saya panjang umur ya...

Sumber http://www.ekokurniady.com/

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel