Cukup Jadi Diam-Diam Ayah

Ayah bukan sosok yang simpel meluapkan perasaannya Cukup Kaprikornus Rahasia Ayah


Ayah bukan sosok yang simpel meluapkan perasaannya, alasannya itulah kadang kita tidak paham betul dengan apa yang sesungguhnya mereka rasakan. Oleh alasannya itu, tidak semua Ayah terpelajar menceritakan bencana di tempatnya bekerja. Perihnya dampratan atasan, keributan yang terjadi dengan rekan kerja, fitnah dari koleganya, atau sekadar ukiran kecil antar kawan kerja yang kadang menimbulkan percikan emosi.

Tidak sedikit Ayah yang gagap untuk memulai kata, menentukan bahasa untuk dapat menyampaikannya dengan tenang. Masalah yang dialaminya di jalan, perihal motornya yang bersenggolan dengan kendaraan lain, panasnya terik yang menyengat hingga ke ubun-ubun, riuhnya macet jalan raya hingga mengeringkan tenggorokan. Belum lagi soal kereta mogok berjam-jam.

Baca Juga

Sehingga menunda waktu datang di rumah, hingga pupus rencana bermain bersama bawah umur yang sudah terlelap, martabak bawaan tak lagi hangat, bahkan semua bencana di kantor, di jalan, di kereta, di bis, ikutan hambar untuk diceritakan.

Ayah, tak jarang ia simpan sendiri semua kisahnya. Sebagian Ayah memang berniat menceritakannya ke istri sesampainya di rumah. Sebagian yang lain gres sempat kirim pesan singkat, “bu, Ayah mau cerita...” namun usang sang istri membalasnya. Kelamaan, jadi lupa, dan tak lagi semangat bercerita. Boleh jadi, istrinya pun sedang sibuk dengan tumpukan setrikaan.

Sebagian Ayah, justru memang sengaja tak berniat sedikit pun menceritakan seburuk apa pun bencana yang dialaminya di kantor, di jalan atau di mana saja. Bukan, bukan alasannya ia tak percaya istrinya, tetapi alasannya ia hanya ingin selalu membawa kabar kasatmata pulang ke rumah. Tak jarang ia mampir dulu ke kedai kopi sebelum di rumah, sebagian lain menentukan menumpahkan keluh kesahnya di masjid erat rumah, bukan untuk menunda pulang, tetapi untuk menenangkan batinnya, semoga tak meluap emosi di rumah. Oya, beberapa Ayah sering kali mengusap-usap atau merapikan struktur wajahnya sebelum mengetuk pintu, semoga hanya wajah ceria yang disambut istri dan anak-anaknya.

Ada yang istrinya mampu menangkap diam-diam yang dibalik senyum suaminya, “Abang kok murung, kisah dong...” berkelebat segala baku hantam di jalan akhir senggolan motor, juga makian atasan di kantor, tetapi justru dijawab dengan senyum yang kadang dipaksakan, “nggak kok, nggak ada apa-apa...” sambil bergumam, biarlah jadi diam-diam Ayah.

Ada pula yang istrinya justru tidak peka. Mulai dari pesan singkat yang lupa dijawab, hingga suaminya harus telepon, “sudah baca BBM Ayah?” Pastinya belum, “Ya sudahlah, nggak apa-apa...” lagi-lagi, akibatnya tetap jadi diam-diam Ayah. Padahal, si Ayah mau kisah soal kerlingan wanita lain yang gres saja bikin deg-degan. Sengaja mau kisah semoga tak jadi rahasia, semoga istrinya terus membentenginya.

Beberapa Ayah cukup sadar untuk menahan diri, sedikit sabar untuk menunggu gilirannya bercerita. Sebab, begitu di rumah ia sudah diberondong dengan banyak sekali kisah yang tak kalah serunya. Tentang uang belanja yang menipis, pulsa listrik yang sudah nut nut nut, bayaran sekolah anak yang harus dilunasi, cicilan rumah yang tertunggak, hutang ke warung di ujung gang, atau pun cerita-cerita seru bawah umur di sekolah mereka... kapan giliran Ayah?

Ayah yang lain, begitu bersemangat untuk segera hingga di rumah alasannya ia tahu istrinya selalu bahagia diajak diskusi perihal apa pun, hingga soal remeh temeh macam sendal jepitnya yang kerap berpindah ke kolong meja rekan kerjanya. Eh, setibanya di rumah, istri cantiknya sudah terlelap di depan televisi, nggak tega untuk membangunkannya dari mimpi selepas nonton drama Korea.

Sebagian istri, mungkin tak cukup terpelajar menyediakan hati dan telinganya untuk menampung semua kisah sang suami. Sebagian lainnya, mungkin juga tak siap bekal untuk mengimbangi dan memberi saran, masukan atas semua perkara suaminya. Syukur, masih ada kalimat pamungkas, “Sabar ya yah...” sambil usap-usap pundak, atau kecup-kecup mesra. Memang, sebagian perkara tampaknya dapat selesai -setidaknya lupa- jikalau istri sudah terlihat manja di pembaringan. Aih...

Harus dibatasi bahasan ini, sama sekali tak ingin menyinggung sesuatu yang negatif dari semua yang masuk dalam diam-diam Ayah. Mari kita bicara yang positif, yang negatif urusan di lapak sebelah saja.

Lebih dari itu, sebagian Ayah tetap merahasiakan segala yang tak perlu menjadi beban pikiran istrinya. Ia tahu betul, tugas istri di rumah tak kalah rumitnya. Tak ingin ia menambahnya, meski sang istri ikhlas. Semua tagihan yang harus dibayar, yang perlu dibeli, yang harus diselesaikan terjawab dengan satu kalimat, “Tenang, Ayah akan bereskan semuanya...”

“Everything is OK!” ialah kalimat sakti peneguh jiwa, meskipun otaknya berputar untuk mencari proteksi ke siapa lagi, padahal hutang yang kemarin pun belum lunas. Ini juga kerap jadi diam-diam Ayah. Sayangnya, sebagian Ayah ada yang menentukan jalan pintas, mengambil hak orang lain, merekayasa anggaran kantor, demi merampungkan semua masalahnya. Nyatanya, tak pernah selesai masalahnya, justru bertambah.

Di tengah malam, ada sebagian Ayah yang mengadukan segala keluhnya, semua perkara yang tak pernah menjadi diam-diam bagi Sang Pemilik Semesta. Baginya, langit daerah terbaik menyimpan rahasia.

Ayah, kerap dianggap sosok misterius, tak terduga. Ia menyimpan banyak misteri dalam hidupnya, tak sedikit hal yang justru istri dan anak-anaknya belum tahu. Beberapa diam-diam Ayah bahkan gres terbuka di hari ia menutup mata selamanya, sebagian diam-diam lainnya ikut terkubur bersama jasadnya. Dan tetap menjadi diam-diam Ayah.

Ayah ialah Ayah.., Dan akan selalu begitu..


sumber : WAG

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel