Macam-Macam Riba
Pada dasarnya riba yaitu sejumlah uang atau nilai yang dituntut atas uang pokok yang dipinjamkan. Uang tersebut sebagai perhitungan waktu selama uang tersebut dipergunakan. Perhitungan tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu:
a. Tambahan atas uang pokok.
b. Tarif pelengkap yang sesuai dengan waktu.
c. Pembayaran sejumlah pelengkap yang menjadi syarat dalam tawar-menawar.
Riba tidak hanya terdiri satu macam, melainkan majemuk yang diubahsuaikan dengan sifat dan tujuan transaksi. Umumnya terjadi alasannya adanya pelengkap dalam pertukaran, baik alasannya penundaan atau barang serupa. Secara garis besarnya riba sanggup dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba yang berkaitan dengan utang piutang dan riba yang berafiliasi dengan jual beli.
Pada kelompok utang piutang, riba terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Riba Qard
Riba qard adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang diisyaratkan terhadap yang berutang (muqtarid).
Riba qard atau riba dalam utang piutang bergotong-royong sanggup digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba semacam ini sanggup dicontohkan dengan meminjamkan uang Rp 100.000,- lalu disyaratkan untuk menunjukkan laba ketika pengembalian.
Dalam kitab al-Mughni, Ibnu Qudamah mengatakan, “para ulama setuju bahwa kalau orang yang menunjukkan utang mensyaratkan kepada orang yang berutang biar memberikan pelengkap atau hadiah, kemudian ia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengembalian pelengkap tersebut yaitu riba.”
b. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya alasannya si peminjam tidak bisa membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Adapun pembagian riba pada kelompok kedua atau riba jual beli juga terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau dosis berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang atau komoditi ribawi.
Komoditi ribawi terdiri atas enam macam, yaitu emas, perak, gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum), kurma dan garam, sebagaimana disebutkan dalam hadis di bawah ini:
Artinya: “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil pelengkap tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim)
Artinya: “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silahkan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim)
Para ulama bersepakat bahwa enam komoditi tersebut sanggup diperjualbelikan dengan cara tukar barang asalkan memenuhi dua persyaratan yaitu transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai) pada ketika terjadinya komitmen dan barang yang menjadi objek tukar barang harus sama jumlah dan takarannya walaupun terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul alasannya adanya perbedaan, perubahan atau pelengkap antara yang diserahkan ketika ini dan yang diserahkan kemudian.
Jika sebelumnya disebutkan bahwa riba qardh sanggup digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba nasi’ah terkenal dan banyak berlaku di kalangan Arab Jahiliyah, sehingga terkadang ada pula yang menyebutnya dengan riba jahiliyah.
Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, Ibnu Hajar al-Haitami berkata sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio:
Artinya: “Riba itu terdiri atas tiga jenis: riba fadl, riba al-yad, dan riba annasi’ah. Al-Mutawally menambahkan jenis keempat, yaitu riba al-qardh. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma menurut nash al-Qur’an dan hadis Nabi.”
Sebelumnya telah disebutkan bahwa riba yaitu uang atau nilai tambah yang diambil dari nilai pokok dan nilai tambah tersebut yaitu sesuatu yang memberatkan salah satu pihak yang bertransaksi. Walaupun terbagi menjadi beberapa macam, riba tetaplah riba yang diharamkan dalam setiap transaksi ekonomi, menyerupai jual beli dan utang piutang.
Sumber https://pakarmakalah.blogspot.com/
a. Tambahan atas uang pokok.
c. Pembayaran sejumlah pelengkap yang menjadi syarat dalam tawar-menawar.
Baca Juga
Riba tidak hanya terdiri satu macam, melainkan majemuk yang diubahsuaikan dengan sifat dan tujuan transaksi. Umumnya terjadi alasannya adanya pelengkap dalam pertukaran, baik alasannya penundaan atau barang serupa. Secara garis besarnya riba sanggup dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba yang berkaitan dengan utang piutang dan riba yang berafiliasi dengan jual beli.

Pada kelompok utang piutang, riba terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Riba Qard
Riba qard atau riba dalam utang piutang bergotong-royong sanggup digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba semacam ini sanggup dicontohkan dengan meminjamkan uang Rp 100.000,- lalu disyaratkan untuk menunjukkan laba ketika pengembalian.
Dalam kitab al-Mughni, Ibnu Qudamah mengatakan, “para ulama setuju bahwa kalau orang yang menunjukkan utang mensyaratkan kepada orang yang berutang biar memberikan pelengkap atau hadiah, kemudian ia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengembalian pelengkap tersebut yaitu riba.”
b. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya alasannya si peminjam tidak bisa membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Adapun pembagian riba pada kelompok kedua atau riba jual beli juga terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau dosis berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang atau komoditi ribawi.
Komoditi ribawi terdiri atas enam macam, yaitu emas, perak, gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum), kurma dan garam, sebagaimana disebutkan dalam hadis di bawah ini:

Artinya: “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil pelengkap tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim)

Para ulama bersepakat bahwa enam komoditi tersebut sanggup diperjualbelikan dengan cara tukar barang asalkan memenuhi dua persyaratan yaitu transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai) pada ketika terjadinya komitmen dan barang yang menjadi objek tukar barang harus sama jumlah dan takarannya walaupun terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul alasannya adanya perbedaan, perubahan atau pelengkap antara yang diserahkan ketika ini dan yang diserahkan kemudian.
Jika sebelumnya disebutkan bahwa riba qardh sanggup digolongkan dalam riba nasi’ah. Riba nasi’ah terkenal dan banyak berlaku di kalangan Arab Jahiliyah, sehingga terkadang ada pula yang menyebutnya dengan riba jahiliyah.
Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, Ibnu Hajar al-Haitami berkata sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio:

Artinya: “Riba itu terdiri atas tiga jenis: riba fadl, riba al-yad, dan riba annasi’ah. Al-Mutawally menambahkan jenis keempat, yaitu riba al-qardh. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma menurut nash al-Qur’an dan hadis Nabi.”
Sebelumnya telah disebutkan bahwa riba yaitu uang atau nilai tambah yang diambil dari nilai pokok dan nilai tambah tersebut yaitu sesuatu yang memberatkan salah satu pihak yang bertransaksi. Walaupun terbagi menjadi beberapa macam, riba tetaplah riba yang diharamkan dalam setiap transaksi ekonomi, menyerupai jual beli dan utang piutang.
Sumber https://pakarmakalah.blogspot.com/