Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah

Prinsip utama dalam asuransi syaiah ialah ta’awunu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong menolonglah kau sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini mengakibatkan para anggota atau penerima asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibentuk dalam asuransi syariah ialah kesepakatan takafuli (saling menanggung), bukan kesepakatan tabaduli (saling menukar) yang selama ini dipakai oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Prinsip dasar asuransi syariah adalah:

1) Tauhid (Unity)
Prinsip tauhid (unity)adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap Bangunan dan acara kehidupan insan harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan aturan harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.

Baca Juga

2) Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam beransuransi ialah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan kesepakatan asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.

3) Tolong-menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melakukan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat gotong royong (ta’awun) antara anggota. Seseorang yang masuk asuransi, semenjak awal harus memiliki niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu dikala mendapatkan peristiwa alam atau kerugian.


4) Kerja sama (cooperation)
Prinsip kolaborasi merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapatkan mandat dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi memiliki dua wajah yang tidak sanggup dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.

5) Amanah (trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan sanggup terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.

6) Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan sanggup diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi supaya memiliki motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan keperusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial. Dan dana sosial memang betul-betul dipakai untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain kalau mengalami peristiwa kerugiaan.

7) Larangan riba
Ada beberapa serpihan dalam al-Qur’an yang melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba.

8) Larangan maisir (judi)
Syafi’i Antonio menyampaikan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak terperinci apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan mendapatkan kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagaian kecil saja. Juga adanya unsur laba yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting,di mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.

9) Larangan gharar (ketidak pastian)
Gharar dalam pengertian bahasa ialah penipuan, yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.


Sumber https://pakarmakalah.blogspot.com/

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel