Seorang Ayah Yang Pantang Mengingkari Janjinya


 semua niscaya sudah diatur oleh Allah SWT Seorang Ayah Yang Pantang Mengingkari Janjinya

Tidak ada yang kebetulan, semua niscaya sudah diatur oleh Allah SWT, ketika ketika itu aku tumben-tumbenan beli pulsa di konter hape pinggir jalan.

Sementara sambil menunggu pulsa terisi, mata ini tertarik pada sesosok bapak paruh baya yang sedang melihat-lihat hape seken. Beberapa kali ia bertanya ke penjaga konter ihwal harga beberapa hape yang ditunjuknya, namun beberapa kali pula dahinya mengernyit.

Akhirnya aku beranikan diri bertanya, "mau beli hape pak?" Ia mengangguk, kemudian tangannya kembali menunjuk satu hape lagi. Lagi-lagi ia murung, alasannya yakni harganya terlalu mahal baginya.

"Hape nya buat bapak pakai sendiri?" tanya aku lagi. Ia hanya menggeleng. Kemudian hendak berlalu pergi. Langkahnya gontai, kemudian aku tahan. "Buat siapa pak?"

"Saya sudah usang ingin memenuhi janji. Waktu ulang tahun anak aku yang Sekolah Menengan Atas tahun lalu, aku kesepakatan akan belikan hape jika ia berprestasi, nilai raportnya bagus..."

Lalu...

Intinya, janjinya sudah lewat satu tahun. Si anak bahwasanya nggak pernah menagih alasannya yakni ia sadar keadaan bapaknya. Begitu yang aku tangkap dari ceritanya.

Tapi seorang Ayah pantang ingkar janji. Ia berusaha untuk membayar janjinya, meski harus tertunda sekian waktu. Dan hari ini, ternyata hari ulang tahun anaknya itu, ia berencana menunaikan janjinya sekaligus memberi kejutan. Tapi apa boleh buat, ia berencana menunda kembali janjinya. Sampai tiba waktunya nanti.

"Memang Bapak pegang uang berapa?" tanya saya.

"Dua ratus lima puluh ribu..." sambil mengatakan uang yang digulung dan diikat karet gelang. Hanya ada serpihan ribuan dan dua ribuan. Entah berapa usang ia mengumpulkannya.

"Boleh aku bantu?" sambil beri senyum terbaik.

Tapi ia menolak. "Saya harus membeli dengan uang aku sendiri," katanya.

Saya melirik hape yang tadi ditunjuk dan bertanya pelan ke penjaga ihwal harganya.

"Oh bukan gitu pak, aku hanya akan bantu menawar harganya, agar bapak tetap bisa beli dengan uang itu," aku nggak mau kalah. Dan ia pun setuju. Tanpa ia ketahui kesepakatan antara aku dan penjual hape itu.

Akhirnya, Bapak itu tersenyum alasannya yakni ia bisa membawa pulang janjinya. Boleh jadi itu hanya satu kesepakatan dari sekian banyak kesepakatan yang belum bisa ia penuhi. Entah kenapa tiba-tiba ia memegang tangan dan bahu aku kemudian ia memijat-mijatnya. "Terima kasih anak muda, sudah bantu walau cuma bantu menawar harga hape itu, agar aku pijat sebentar untuk membalas kebaikan anak muda".

Takjub aku dengan Bapak ini. Ia menjaga martabat dirinya, bahkan ia mencoba membayar kebaikan aku dengan memijat bahu dan tangan ini.

Hari ini aku berguru lagi. Seorang Ayah bukan hanya pantang mengingkari janji, tetapi juga tetap harus menjaga martabat diri dan keluarganya.


sumber kisah dari @bayugawtama

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel