Jihad Dalam Islam Berdasarkan Kh. Salahuddin Wahid
Di tengah-tengah gemuru jihad yang ada di Indonesia dikala ini. KH. Salahuddin Wahid kembali berusaha menguak Resolusi Jihad pertama (Pada Masa KH. Hasyim Asy‘ari) dan megembangkannya dengan istilah Resolusi Jihad Jilid II. Dimana serangan yang ditawarkan oleh KH. Salahuddin Wahid berbeda dengan Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy‘ari. Namun kalau dipahami dari segi akademik, apa yang dipahami KH. Salahuddin Wahid tak ubahnya menyerupai apa yang telah dipahami KH. Hasyim Asy‘ari.
KH. Salahuddin Wahid berikut dengan KH. Hasyim Asy‘ari memahami jihad yakni sebagai bentuk upaya pertahanan masyarakat terhadap serangan orang lain yang telah mendholiminya dengan cara merebut hak kemerdekaan yang dimilikinya dalam jarak radius 94 km. Jihad di Indonesia, berdasarkan KH. Salahuddin Wahid dalam pengertian perang hanya terjadi pada masa usaha kemerdekaan yaitu perang melawan tentara Belanda yang dibantu Inggris pada tahun 1945 hingga 1949. Ulama NU yang waktu itu dibawah komando Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy‘ari mengeluarkan aliran yang disebut Resolusi Jihad itu. Dengan isi dari Resolusi Jihad itu yakni :
1. Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 wajib kita pertahankan.
2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan, meskipun meminta pengorbanan harta dan jiwa.
3. Musuh-musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang tiba dengan membonceng tugas-tugas tentara sekutu (Amerika-Inggris) dalam hal anjuran perang bangsa Jepang, tentu akan memakai kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
4. Umat Islam terutama warga NU, wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia.
5. Kewajiban tersebut yakni ―Jihad‖ yang menjadi kewajiban bagi tiap orang Islam (Fardhu Ain) yang berada dalam jarak radius 94 km (jarak dimana umat Islam berhak melaksanakan sholat jama‘ dan qashar). Adapun bagi mereka yang berada diluar jarak tersebut, wajib membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak 94 km tersebut.
Fatwa tersebut menggugah semangat perjaka muslim di seluruh Indonesia khususnya di Surabaya dalam perang melawan sekutu pada tanggal 10 Nopember 1945. Sebuah insiden yang lalu dikenal dan diperingati sebagai Hari pahlawan. Sejarahwan Universitas Agustus Surabaya, Sam Abede Pareno, menyampaikan bahwa perang 10 November 1945 lebih besar dari perang Normandia dalam operasi Copras antara pasukan Hitler melawan sekutu pada tahun 1944.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa secara real Resolusi Jihad jilid I hingga kini kurang mendapat perhatian dari para sejarahwan, namun pada tahun 2012 Pesantren Tebuireng berhasil menerbitkan buku hasil penelitian perihal keabsahan insiden Resolusi Jihad itu. Sebuah buku yang mendapat sorotan positif dari dunia perfilman yang selanjutnya melahirkan film Resolusi Jihad dengan judul Sang Kyai.
Merujuk pada kondisi Indonesia dikala ini, menyampaikan citra bagi KH. Salahuddin Wahid untuk tetap selayaknya berjihad. Ia berpandangan bahwa Indonesia hingga dikala ini masih di jajah oleh kelompok kapitalis dan komunis yang berkedok kebangsaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kemiskinan pangan, sandang, dan moral bangsa. Padahal dari segi masa hampir 70 tahun Indonesia dinyatakan merdeka. Sebab itulah yang mengakibatkan KH. Salahuddin Wahid memperlihatkan beberapa pemikirannya mengenai jihad remaja ini.
Berdasarkan situasi dalam kondisi masyarakat Indonesia dikala ini, KH. Salahuddin Wahid mengupayakan masyarakat untuk tidak bertindak menyerupai ketika pada tahun 1945-1949. Menurutnya, Jihad di Indonesia masa kini harus dimaknai bukan jihad qital. Jihad yakni usaha yang sungguh-sungguh di jalan Allah dengan seluruh kemampuan, baik dengan harta, jiwa, verbal maupun yang lainnya. Jihad itu terutama ditujukan untuk membela kaum yang lemah, mustadh‘afin. Sebab baginya ketika suatu Negara tidak bisa membangun bangsanya menyerupai yang dicita-citakan bersama maka yang perlu dipertanyakan yakni susunan serta sistem kepemerintahannya. Bisa jadi dikarenakan kondisi personalnya yang serakah terhadap kedudukan dan komisi yang didapat. Demikian alasan KH. Salahuddin Wahid memperlihatkan beberapa anjuran jihadnya. Dengan berdasarkan pada firman Allah Q.S. An Nisa‘ Ayat 75 :
Artinya : “Dan mengapa kau tidak mau berperang di Jalan Allah dan (membela) orang yang lemah,baik laki-laki, perempuan, maupun bawah umur yang berdo‟a, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisiMu dan berilah kami penolong dari sisiMu.””.
Sekali lagi, alasan utama KH. Salahuddin Wahid tidak mendukung adanya Jihad Qital dikala ini yakni lantaran kondisi Indonesia yang tidak sedang dalam tawanan orang-orang kafir. Namun dari banyaknya fenomena yang ada tidak memungkinkan beliau untuk tidak melaksanakan jihad menyerupai apa yang telah diperintahkan Allah dalam Firman-Nya. Dia berupaya untuk tetap berjihad, yakni dengan melihat sudut pandang pemerintahan dikala ini dengan tanpa memakai senjata atau turun ke medan perang, melainkan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). termasuk dalam hal memerangi korupsi, penegakan hukum, mencerdaskan bangsa dan keluar dari kemiskinan.
Jika beberapa golongan menganggap bahwa jihad dengan perang itu masih perlu untuk dilakukan, yakni dengan upaya pemberantasan orang-orang kafir (berbeda agama). Namun sebaliknya, KH. Salahuddin Wahid memiliki anggapan lain mengenai mereka. Sebagaimana dasar pancasila yang telah final, akan kemajemukan yang ada bahwa Indonesia tidak hanya milik orang Islam melainkan juga seluruh bangsa yang basicnya bermacam-macam suku, bahasa dan budaya. Hanya yang perlu disayangkan oleh Pria kelahiran Jombang ini yakni dengan karut marutnya sistem tata Negara, alasannya hasil amandemen Undang-undang yang hingga kini tidak sesuai dengan harapan rakyat Indonesia. Meski demikian, ia tidak menganggap semua amandemen Undang-Undang Dasar 1945 itu jelek.
Hal ini diperkuat dengan pernyatannya ketika berusaha untuk mengamandemenkan Undang-Undang Dasar dikala ini, ―tapi saya kurang baiklah kalau MPR menyerupai kini dan otonomi tempat sebaiknya cukup di tingkat Provinsi, dan pemilukada pribadi cukup di tingkat Provinsi supaya kemudharatan bisa dikurangi.‖ Menurutnya, semangat resolusi jihad dan Hari Pahlawan seharusnya dijadikan cambuk untuk memperbaiki Negara. Sebab, dinamika politik dikala ini sudah sanggup dikatakan keluar dari batas-batas fungsinya.
Dukungan KH. Salahuddin Wahid akan memperbaiki Negara NKRI biar menjadi Negara yang benar-benar sesuai dengan fungsi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika ini sangat penuh. Namun demikian ia tidak sedikitpun berfikir untuk mengubah Negara yang sudah selesai tersebut menjadi Negara khilafah. Hal ini ia lakukan mengingat akan kekhawatirannya terhadap Indonesia yang berideologi Pancasila tersebut menuai banyak konflik menyerupai negara-negara di Timur Tengah.
Sebagaimana yang tertuang dalam beberapa artikel serta khutbah KH. Salahuddin Wahid mengenai sasaran dan sasaran jihadnya yakni pemerintahan yang orientalis. Berdasarkan pernyataan KH. Salahuddin Wahid dalam wawancara dengannya, ia begitu menggaris bawahi kondisi politik serta pemerintahan dikala ini. Menurutnya, hakikat negara yang dari, oleh, dan untuk masyarakat dikala ini kurang di galakkan oleh pemerintahan. Fenomena yang tampak justru pemerintah seolah-oleh menjadi pegawapemerintah yang paling berkuasa dan harus disegani.
Dari banyaknya pernyataan dan ungkapan KH. Salahuddin Wahid yang sering ia lontarkan dalam aneka macam pertemuan, sanggup disimpulkan bahwa sasaran jihad yang paling utama menurutnya ialah sekumpulan pegawapemerintah pemerintah yang kurang amanat dalam menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.
Sumber https://pakarmakalah.blogspot.com/
KH. Salahuddin Wahid berikut dengan KH. Hasyim Asy‘ari memahami jihad yakni sebagai bentuk upaya pertahanan masyarakat terhadap serangan orang lain yang telah mendholiminya dengan cara merebut hak kemerdekaan yang dimilikinya dalam jarak radius 94 km. Jihad di Indonesia, berdasarkan KH. Salahuddin Wahid dalam pengertian perang hanya terjadi pada masa usaha kemerdekaan yaitu perang melawan tentara Belanda yang dibantu Inggris pada tahun 1945 hingga 1949. Ulama NU yang waktu itu dibawah komando Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy‘ari mengeluarkan aliran yang disebut Resolusi Jihad itu. Dengan isi dari Resolusi Jihad itu yakni :
1. Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 wajib kita pertahankan.
2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan, meskipun meminta pengorbanan harta dan jiwa.
3. Musuh-musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang tiba dengan membonceng tugas-tugas tentara sekutu (Amerika-Inggris) dalam hal anjuran perang bangsa Jepang, tentu akan memakai kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
4. Umat Islam terutama warga NU, wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia.
5. Kewajiban tersebut yakni ―Jihad‖ yang menjadi kewajiban bagi tiap orang Islam (Fardhu Ain) yang berada dalam jarak radius 94 km (jarak dimana umat Islam berhak melaksanakan sholat jama‘ dan qashar). Adapun bagi mereka yang berada diluar jarak tersebut, wajib membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak 94 km tersebut.
Fatwa tersebut menggugah semangat perjaka muslim di seluruh Indonesia khususnya di Surabaya dalam perang melawan sekutu pada tanggal 10 Nopember 1945. Sebuah insiden yang lalu dikenal dan diperingati sebagai Hari pahlawan. Sejarahwan Universitas Agustus Surabaya, Sam Abede Pareno, menyampaikan bahwa perang 10 November 1945 lebih besar dari perang Normandia dalam operasi Copras antara pasukan Hitler melawan sekutu pada tahun 1944.
Jihad |
Merujuk pada kondisi Indonesia dikala ini, menyampaikan citra bagi KH. Salahuddin Wahid untuk tetap selayaknya berjihad. Ia berpandangan bahwa Indonesia hingga dikala ini masih di jajah oleh kelompok kapitalis dan komunis yang berkedok kebangsaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kemiskinan pangan, sandang, dan moral bangsa. Padahal dari segi masa hampir 70 tahun Indonesia dinyatakan merdeka. Sebab itulah yang mengakibatkan KH. Salahuddin Wahid memperlihatkan beberapa pemikirannya mengenai jihad remaja ini.
Berdasarkan situasi dalam kondisi masyarakat Indonesia dikala ini, KH. Salahuddin Wahid mengupayakan masyarakat untuk tidak bertindak menyerupai ketika pada tahun 1945-1949. Menurutnya, Jihad di Indonesia masa kini harus dimaknai bukan jihad qital. Jihad yakni usaha yang sungguh-sungguh di jalan Allah dengan seluruh kemampuan, baik dengan harta, jiwa, verbal maupun yang lainnya. Jihad itu terutama ditujukan untuk membela kaum yang lemah, mustadh‘afin. Sebab baginya ketika suatu Negara tidak bisa membangun bangsanya menyerupai yang dicita-citakan bersama maka yang perlu dipertanyakan yakni susunan serta sistem kepemerintahannya. Bisa jadi dikarenakan kondisi personalnya yang serakah terhadap kedudukan dan komisi yang didapat. Demikian alasan KH. Salahuddin Wahid memperlihatkan beberapa anjuran jihadnya. Dengan berdasarkan pada firman Allah Q.S. An Nisa‘ Ayat 75 :
Artinya : “Dan mengapa kau tidak mau berperang di Jalan Allah dan (membela) orang yang lemah,baik laki-laki, perempuan, maupun bawah umur yang berdo‟a, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisiMu dan berilah kami penolong dari sisiMu.””.
Sekali lagi, alasan utama KH. Salahuddin Wahid tidak mendukung adanya Jihad Qital dikala ini yakni lantaran kondisi Indonesia yang tidak sedang dalam tawanan orang-orang kafir. Namun dari banyaknya fenomena yang ada tidak memungkinkan beliau untuk tidak melaksanakan jihad menyerupai apa yang telah diperintahkan Allah dalam Firman-Nya. Dia berupaya untuk tetap berjihad, yakni dengan melihat sudut pandang pemerintahan dikala ini dengan tanpa memakai senjata atau turun ke medan perang, melainkan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). termasuk dalam hal memerangi korupsi, penegakan hukum, mencerdaskan bangsa dan keluar dari kemiskinan.
Jika beberapa golongan menganggap bahwa jihad dengan perang itu masih perlu untuk dilakukan, yakni dengan upaya pemberantasan orang-orang kafir (berbeda agama). Namun sebaliknya, KH. Salahuddin Wahid memiliki anggapan lain mengenai mereka. Sebagaimana dasar pancasila yang telah final, akan kemajemukan yang ada bahwa Indonesia tidak hanya milik orang Islam melainkan juga seluruh bangsa yang basicnya bermacam-macam suku, bahasa dan budaya. Hanya yang perlu disayangkan oleh Pria kelahiran Jombang ini yakni dengan karut marutnya sistem tata Negara, alasannya hasil amandemen Undang-undang yang hingga kini tidak sesuai dengan harapan rakyat Indonesia. Meski demikian, ia tidak menganggap semua amandemen Undang-Undang Dasar 1945 itu jelek.
Hal ini diperkuat dengan pernyatannya ketika berusaha untuk mengamandemenkan Undang-Undang Dasar dikala ini, ―tapi saya kurang baiklah kalau MPR menyerupai kini dan otonomi tempat sebaiknya cukup di tingkat Provinsi, dan pemilukada pribadi cukup di tingkat Provinsi supaya kemudharatan bisa dikurangi.‖ Menurutnya, semangat resolusi jihad dan Hari Pahlawan seharusnya dijadikan cambuk untuk memperbaiki Negara. Sebab, dinamika politik dikala ini sudah sanggup dikatakan keluar dari batas-batas fungsinya.
Dukungan KH. Salahuddin Wahid akan memperbaiki Negara NKRI biar menjadi Negara yang benar-benar sesuai dengan fungsi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika ini sangat penuh. Namun demikian ia tidak sedikitpun berfikir untuk mengubah Negara yang sudah selesai tersebut menjadi Negara khilafah. Hal ini ia lakukan mengingat akan kekhawatirannya terhadap Indonesia yang berideologi Pancasila tersebut menuai banyak konflik menyerupai negara-negara di Timur Tengah.
Sebagaimana yang tertuang dalam beberapa artikel serta khutbah KH. Salahuddin Wahid mengenai sasaran dan sasaran jihadnya yakni pemerintahan yang orientalis. Berdasarkan pernyataan KH. Salahuddin Wahid dalam wawancara dengannya, ia begitu menggaris bawahi kondisi politik serta pemerintahan dikala ini. Menurutnya, hakikat negara yang dari, oleh, dan untuk masyarakat dikala ini kurang di galakkan oleh pemerintahan. Fenomena yang tampak justru pemerintah seolah-oleh menjadi pegawapemerintah yang paling berkuasa dan harus disegani.
Dari banyaknya pernyataan dan ungkapan KH. Salahuddin Wahid yang sering ia lontarkan dalam aneka macam pertemuan, sanggup disimpulkan bahwa sasaran jihad yang paling utama menurutnya ialah sekumpulan pegawapemerintah pemerintah yang kurang amanat dalam menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.