TADZAKKUR DAN TAFAKKUR
Tadzakkur dan Tafakkur
Tadzakkur artinya mengambil pelajaran dan tafakkur berarti memikirkan atau mengamati. Tadzakkur yang menjadi tempat persinggahan hati merupakan pasangan inabah. Allah berfirman : "Dan tiadalah yang mau mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (Q.S. Al-Mukmin : 13).Tadzakkur ini merupakan sifat yang khusus bagi orang-orang yang mau berpikir dan berakal, sebagaimana firman-Nya, "Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran." (Q.S. Ar-Ra'd : 19).Tadzakkur dan tafakkur merupakan dua tempat persinggahan yang membuahkan berbagai macam ma'rifat, hakikat iman dan kebajikan, orang yang memiliki ma'rifat senantiasa mengembalikan tadzakkur kepada tafakkur dan mengembalikan tafakkur kepada tadzakkur, hingga dapat membuka gembok hatinya. Tadzakkur setingkat di atas tafakkur, sebab tafakkur itu merupakan pencarian, sedangkan tadzakkur merupakan wujud, maksudnya, tafakkur adalah mencari tujuan semenjak dari permulaannya, seperti yang dikatakan dalam pepatah, "Tafakkur adalah mencari bisikan hati, untuk mengetahui keinginannya." Tadzakkur merupakan wujud, karena ia ada setelah ada tafakkur, yang bisa hilang karena lupa, jika ingat, maka tadzakkur ini pun ada.
Tadzakkur merupakan kata aktiva dari dzikir (ingat), kebalikan dari
lupa, artinya hadirnya gambaran sesuatu yang diingat dan diketahui didalam hati. Kedudukan tadzakkur di samping tafakkur sama dengan kedudukan perolehan sesuatu yang dituntut setelah memeriksa dan menyelidikinya, karena itu ayat-ayat Allah yang dibaca dan dapat disaksikan merupakan peringatan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-Nya yang dibaca, "Dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israel, agar menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berpikir." (Q.S. Al-Mukmin : 53-54).
Allah berfirman dalam ayat-ayat-Nya yang bisa disaksikan : "Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retaksedikitpun? Dan, Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah)." (Q.S. Qaf : 6-8).
Manusia ada tiga macam, yaitu :
- Orang yang hatinya mati dan seakan-akan dia tidak mempunyai hati, ayat Allah tidak akan menjadi peringatan bagi hati ini.
- Orang yang mempunyai hati yang hidup dan siap, namun ia tidak memperhatikan ayat-ayat Allah yang dibaca, yang mengabarkan ayat-ayat-Nya yang dapat disaksikan, entah karena ayat-ayat itu memang tidak sampai kepadanya, karena dia sibuk dengan hal-hal yang lain, entah karena sebab lain, orang seperti ini hatinya pergi entah ke mana dan tidak ada di tempat. Hati ini juga tidak mempan oleh peringatan, sekalipun sebenarnya ia siap.
- Orang yang hatinya benar-benar hidup dan siap, bila ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya, maka ia pun menyimak dengan pendengarannya, menghadirkan hatinya, sibuk memahami apa yang didengarnya. Hati seperti inilah yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat yang dibaca maupun ayat-ayat yang disaksikan.
Bangunan tadzakkur itu ada tiga macam, yaitu :
1. Mengambil manfaat dari izhah. Maksud izhah di sini adalah perintah dan larangan, yang lebih dikenal dengan istilah at-targhib wat-tarhib. Izhah ada dua macam, yaitu izhah dengan pendengaran dan dengan penglihatan. izhah dengan pendengaran adalah mengambil manfaat dari petunjuk dan nasihat yang didengar, yang disampaikan para rasul atau apa yang diwahyukan kepada mereka, atau dari siapa pun yang menyampaikan nasihat, demi kemaslahatan agama dan dunia, sedangkan izhah dengan penglihatan ialah mengambil manfaat dari apa pun di dunia ini yang bisa dilihat dari tanda-tanda kekuasaan Allah dan yang menunjukkan kebenaran para rasul. Mengambil manfaat dari izhah tidak bisa dilakukan kecuali setelah ada tiga perkara, sangat membutuhkan izhah itu, tidak melihat aib pemberi izhah dan mengingat janji serta ancaman.
2. Mencari kejelasan lewat pelajaran, karena tadzakkur itu berarti mencermati makna-makna yang diperoleh dengan memikirkan ayat-ayat dan pelajaran, maka tadzakkur ini bisa didapatkan dengan tafakkur, sementara tekad untuk melanjutkan perjalanan tergantung pada kekuatan pengetahuan tentang perjalanannya, sebab pengetahuan inilah yang memberi batasan gerak dan tujuan. Jika perasaan terhadap kekasih semakin kuat, maka perjalanan hati pun juga menjadi tegar. Jika pikiran terpusat ke perjalanan ini, maka perasaan juga semakin terarah kepadanya, mencari kejelasan dengan pelajaran ini dapat dilakukan dengan tiga perkara dengan akal yang hidup, mengetahui lamanya perjalanan dan selamat hingga sampai ke tujuan.
3. Mencari buah pikiran. Ini merupakan masalah yang sangat lembut dan sensitif, pikiran itu mempunyai dua buah: Mendapatkan apa yang dicari secara utuh sebisa mungkin dan berbuat sebagaimana lazimnya untuk memenuhi hak, saat hati sedang memikirkan, maka boleh jadi bebannya terlalu berat sehingga menghambatnya untuk memperoleh apa yang diinginkan. Jika hati sudah kembali normal dan akal menjadi tenang, maka ia kembali seperti keadaan semula dan ingat lagi apa yang dicarinya, memang masalah ini agak rumit untuk dipahami, tapi sekedar sebagai gambaran, orang yang mencari harta tentu terus bersemangat dan bersungguh-sungguh mencarinya, sekalipun dia dalam keadaan letih dan penat, jika dia sudah mendapatkannya, maka dia pun merasa tenang dan pulang sambil membawa keuntungan perdagangannya.
Jika dia orang yang benar, maka dia akan mem-belanjakan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya. Buah pikiran bisa dipetik dengan tiga cara, tidak mengumbar harapan, menyimak Al-Qur'an, dan meninggalkan lima perkara yang merusak hati, yakni tidak banyak bergaul, tidak mengumbar angan-angan, tidak bergantung kepada selain Allah dan mengurangi makan serta sedikit tidur, karena ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dari tadzakkur, maka kami akan mengupasnya dengan porsi yang lebih banyak, tidak mengumbar harapan artinya menyadari tentang dekatnya perjalanan dan begitu singkatnya tempo kehidupan. Ini merupakan perkara yang paling bermanfaat bagi hati, karena yang demikian ini bisa mendorong seorang hamba untuk mengefektifkan waktu yang terus berlalu seperti awan dan untuk segera membalik lembaran-lembaran hidupnya, menggugah hasratnya kepada akhirat, mendorongnya untuk segera menyentuh garis finish dan berzuhud di dunia, pandangannya hanya tertuju ke akhirat, dengan begitu di dalam hatinya ada kesaksian yang memberi keyakinan tentang dunia yang fana dan begitu cepat ia berlalu serta tertinggal di belakang, di hadapannya terpampang akhirat yang kekal dan
semua akan menuju ke sana, sebagai bukti agar harapan ini tidak diumbar adalah firman Allah, yaitu : "Dan (ingatlah) akan hari (yang pada waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa pada hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari (pada waktu itu) mereka saling berkenalan." (Q.S. Yunus: 45).
"Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari." (Q.S. An-Nazi'at : 46). Pada suatu sore ketika matahari berada di pucuk bukit, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berpidato di hadapan para shahabat, "Sesungguhnya tidak ada yang menyisa dari dunia yang sudah berlalu melainkan seperti apa yang menyisa dari hari kalian yang sudah berlalu ini." Ketika beliau sedang melewati sebagian shahabat yang sedang memperbaiki gubuk mereka yang sudah reyot, maka beliau bertanya, "Apa ini?" Mereka menjawab, "Kami sedang memperbaiki gubuk milik kami." Beliau bersabda, "Aku tidak melihat urusan hidup ini melainkan lebih cepat rusaknya daripada gubuk kalian ini."
Tidak mengumbar harapan ini didasarkan pada dua hal, yait pertama, meyakini kefanaan dunia dan perpisahan dengannya dan yang kedua, kekekalan akhirat dan kepastian bersua dengannya, kemudian dua perkara ini dibandingkan dan tentukan mana yang lebih dipentingkan.
Menyimak Al-Qur'an artinya memusatkan perhatian hati ke makna-maknanya, memusatkan pikiran untuk mengamati dan memikirkannya, inilah maksud diturunkannya Al-Qur'an dan bukan sekedar membacanya tanpa pemahaman, pendalaman dan perhatian. Firman-Nya : "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan barakah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (Q.S. Shad : 29).
Al-Hasan berkata, "Al-Qur'an diturunkan agar diperhatikan dan diamalkan, maka amalkanlah apa yang kalian baca." Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hamba di dunia dan di akhirat serta yang lebih dekat dengan keselamatannya selain dari mendalami dan memperhatikan Al-Qur'an serta memikirkan makna ayat-ayatnya, karena makna-makna ini akan menunjukkan tanda-tanda kebaikan dan keburukan dengan segala hiasannya, menunjukkan jalan, sebab dan buah kebaikan dan keburukan, menyodorkan kunci-kunci simpanan keba-hagiaan dan ilmu yang bermanfaat, meneguhkan sendi-sendi iman di dalam hati, mengokohkan bangunannya, memperlihatkan gambaran dunia dan akhirat, syurga dan neraka, memperlihatkan keadaan berbagai umat, keadilan Allah dan karunia-Nya, Dzat, sifat, asma dan perbuatan-Nya, apa-apa yang dicintai dan dibenci-Nya, menunjukkan jalan yang menghantarkan kepada-Nya, penghambat-penghambat jalan dan ujian-nya, memperlihatkan tingkatan-tingkatan orang yang berbahagia dan menderita, macam-macam manusia dan golongannya, secara umum makna-makna Al-Qur'an ini memperkenalkan Allah yang diseru dan jalan yang menghantarkan kepada-Nya.
Kebalikan dari hal-hal di atas, makna-makna Al-Qur'an juga menunjukkan apa yang diserukan syetan, jalan yang menghantarkan kepada-nya dan akibat yang bakal diterima orang yang memenuhi seruan ini, berupa kehinaan dan siksaan setelah dia sampai kepadanya. Inilah perkara-perkara yang perlu diperhatikan hamba, agar dia bisa mengetahui akhirat seakan-akan dia berada di sana dan tidak lagi berada di dunia ini, bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil dalam perkara-perkara yang diperselisihkan, sehingga yang haq benar-benar haq dan yang batil benar-benar batil, memberinya cahaya untuk membedakan petunjuk dan kesesatan, jalan lurus dan jalan menyimpang, memberikan kekuatan di dalam hati, kehidupan, kelapangan dan kegembiraan.
Makna-makna Al-Qur'an berkisar pada masalah tauhid dan penjelasan-penjelasannya, ilmu tentang Allah dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, sifat-sifat kekurangan yang dijauhkan dari-Nya, pengenalan hak-hak hamba dan hak-hak yang mengutus mereka, iman kepada malaikat yang merupakan utusan Allah dalam menangani urusan alam atas dan alam bawah, khususnya segala urusan manusia, apa yang telah disiapkan Allah bagi musuh-musuh-Nya, berupa kampung siksaan, yang di dalam-nya sama sekali tidak ada kegembiraaan dan kesenangan, rincian perintah dan larangan, syariat dan qadar, halal dan haram, nasihat dan peringatan, kisah-kisah dan permisalan, sebab-sebab, hukum, prinsip, tujuan dan lain-lainnya.
Adapun lima perkara yang merusak hati adalah banyak bergaul dengan manusia yang tidak berimbang, mengumbar harapan, bergantung kepada selain Allah, kenyang dan banyak tidur, ketahuilah, bahwa hati itu dalam perjalanan kepada Allah Azza wa
Jalla dan kampung akhirat, jalan yang benar sudah ditunjukkan, begitu pula ujian jiwa dan amal, penghambat-penghambat jalan yang dapat disingkirkan dengan cahaya, kehidupan dan kekuatannya, dengan kesehatan pendengaran dan penglihatannya.
Lima perkara inilah yang akan memadamkan cahaya hati, menutupi penglihatan dan menyumbat pendengarannya, membuatnya bisu dan tuli, melemahkan kekuatannya, menggerogoti kesehatannya dan menghentikan tekadnya, siapa yang tidak merasakan semua ini, berarti hatinya mati, sementara luka pada orang yang sudah mati tidak membuatnya kesakitan.
Tidak ada kenikmatan, kelezatan, kesenangan dan kesempurnaan kecuali dengan mengetahui Allah dan mencintai-Nya, merasa tentram saat menyebut-Nya, senang berdekatan dengan-Nya dan rindu bersua denganNya. Inilah surga dunia baginya, sebagaimana dia tahu bahwa kenikmatannya yang hakiki adalah kenikmatan di akhirat dan di syurga, dengan begitu dia mempunyai dua syurga.
Syurga yang kedua tidak dimasuki sebelum dia memasuki syurga yang pertama, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Sesungguhnya di dunia ini ada surga, siapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memasuki syurga di akhirat." Sebagian orang arif berkata, "Hari-hari telah berlalu dan dapat dirasakan hati, maka saya katakan, "Jika para penghuni syurga seperti ini keadaannya, tentunya mereka benar-benar dalam kehidupan yang sangat menyenangkan."
Sebagian yang lain berkata, "Para penghuni dunia yang celaka keluar dari dunia tanpa merasakan kenikmatan sedikit pun yang ada di dalamnya." Orang-orang bertanya, "Lalu apakah yang paling nikmat di dunia?" Dia menjawab, "Mencintai Allah, bersama-Nya, kerinduan bersua dengan-Nya, menghadap kepada-Nya dan berpaling dari hal-hal selain-Nya." Sumber https://wadahsufiyah.blogspot.com/