Review : Johnny English Strikes Again


“Let's kick some bottom!” 

Adakah diantara kalian yang merindukan sepak terjang Johnny English? Ada? Tidak? Atau malah tidak tahu siapa huruf ini? Well, jikalau kalian belum mengenalnya sama sekali, Johnny English ialah seorang kepetangan asal Inggris yang tergabung dalam MI7. Jangan bayangkan beliau mempunyai karisma kolam James Bond atau kemampuan bertahan hidup menyerupai Jason Bourne, alasannya karakternya sendiri dibuat sebagai parodi untuk spy movies. Penggambaran paling mendekati ialah Austin Powers dalam versi sama sekali tidak kompeten nan ceroboh, atau oh, Mr. Bean (jangan bilang kau juga tak mengetahuinya!). Ya, Johnny English tak ubahnya Mr. Bean yang tetapkan untuk menjalani profesi sebagai mata-mata Inggris. Sang kepetangan dideskripsikan sebagai huruf yang payah dalam hal apapun, tapi mempunyai keberuntungan tingkat yang kuasa sehingga pada risikonya dunia selalu bisa diselamatkan. Kemiripan diantara keduanya sulit untuk dihindarkan mengingat karakter-karakter ini dimainkan oleh pemain film yang sama, Rowan Atkinson, dengan gaya bercanda yang senada pula. Gaya bercanda khas Rowan Atkinson yang kerap bergantung pada mimik konyol, tingkah absurd, serta anutan ngasal itulah yang menjadi jualan utama rangkaian seri Johnny English yang sekarang telah membentang sampai tiga instalmen; Johnny English (2003), Johnny English Reborn (2011), dan Johnny English Strikes Again

Dalam Johnny English Strikes Again, sang huruf tituler dikisahkan telah pensiun dari pekerjaannya sebagai kepetangan di MI7 dan sekarang menjalani profesi sebagai guru geografi seraya rahasia menggembleng muridnya dengan kemampuan dasar seorang agen. Suatu ketika, Johnny yang telah bertahun-tahun tak turun ke lapangan ini mendadak memperoleh panggilan kiprah dari MI7 pasca mereka menerima serangan siber yang mengungkap identitas agen-agen aktif. Johnny, satu-satunya mantan biro yang tersisa dan masih sehat walafiat, pun ditugaskan untuk mengungkap dalang dibalik peretasan tersebut. Ditemani oleh kaki tangan andalannya, Jeremy Bough (Ben Miller), yang sudah membangun rumah tangga bersama seorang kapten kapal selam, mereka pun bertolak ke Prancis untuk menyelidiki kapal pesiar berjulukan Dot Calm yang disinyalir sebagai markas utama sang peretas. Upaya Johnny untuk merampungkan misi, tentu saja, tidak berlangsung lancar-lancar saja karena beliau menerima kendala dari seorang wanita misterius berdarah Rusia, Ophelia (Olga Kurylenko), dan seorang pengusaha sukses asal Amerika Serikat yang bergerak di bidang IT, Jason Volta (Jake Lacy). Sosok Jason sendiri tengah didekati oleh Perdana Menteri Inggris (Emma Thompson) yang kelabakan alasannya peretasan telah merambat ke sektor lain tanpa pernah menyadari bahwa Jason sejatinya menyimpan kegiatan terselubung dibalik kesediaannya untuk membantu sang Perdana Manteri. 


Baca Juga

Meski aku menikmati dua instalmen pertama dalam cap dagang Johnny English, aku bahwasanya tidak terlalu mengantisipasi munculnya Johnny English Strikes Again karena tak ada lagi yang bisa dieksplorasi dari sisi narasi maupun karakter. Kalaupun dilanjutkan, guliran penceritaannya hanya dipergunakan untuk memberi jalan masuk bagi si kepetangan biar bisa membuat kekacauan yang mengundang tawa. Tidak pernah lebih. Satu-satunya alasan yang melandasi ketertarikan aku untuk tetap merasakan Johnny English Strikes Again isyarat David Kerr (sebelumnya lebih dikenal sebagai sutradara serial televisi Inggris menyerupai No Offence dan Inside No. 9) di layar lebar ialah kerinduan aku terhadap Mr. Bean yang tak tertahankan – aku butuh episode atau film gres dari Mr. Bean! Dan menyerupai telah disinggung di paragraf pembuka, Johnny English memperlihatkan candaan senada seirama yang sedikit banyak bisa mengobati rasa rindu tersebut. Saat aku risikonya tetapkan untuk menonton film ini, itulah yang aku harapkan. Bernostalgia dan terhibur. Apabila ekspektasi yang kau tanamkan terhadap Johnny English Strikes Again tidak jauh berbeda dengan saya, atau malah sesederhana hanya ingin mencari obat penawar bagi kepenatan yang menerjang pikiran, maka tidak sulit bagimu untuk bisa menikmati tontonan yang mengedepankan guyonan receh ini. Sejauh mana kau bisa menolerir guyonan dan narasinya yang cethek bergantung kepada setinggi apa ekspektasimu dan sebesar apa kesukaanmu terhadap Rowan Atkinson. 

Selama durasi mengalun yang tak mencapai 90 menit, penonton sebatas disodori kekacauan demi kekacauan yang diciptakan oleh mata-mata gadungan ini. Sedari Johnny English mendarat di kantor MI7, beliau telah memunculkan peristiwa alam yang menjadikan beberapa biro pensiunan lain batal dikirim, dan tentunya peristiwa alam tak disengaja tanggapan kecerobohannya ini terus muncul silih berganti selama Johnny menjalankan misi. Tak seluruhnya mengundang tawa malah ada pula yang terasa janggal, tapi tak sedikit diantaranya yang membuat aku terkekeh-kekeh cukup lama. Beberapa adegan yang menggoreskan kesan amat baik ini antara lain tatkala Johnny dan Jeremy menyusup ke dalam kapal Dot Calm (humor permainan kata untuk dot com) memakai sepatu magnet, kemudian ketika Johnny yang tak bisa memejamkan mata tetapkan untuk menelan obat tidur eh malah salah ambil sehingga beliau pun jejogetan semalam suntuk di lantai dansa, dan ketika beliau menjajal virtual reality yang membawanya berkeliaran di jalanan kota London. Melalui ketiga adegan tersebut, beserta beberapa humor kecil lain, Rowan Atkinson sekali lagi menegaskan bahwa beliau dikaruniai comic timing yang mengagumkan. Dia ialah nyawa utama bagi Johnny English Strikes Again yang sejatinya kekurangan nyawa di sektor narasi dan laga ini. Tanpa disokong pemain film yang mempunyai kepekaan ngelaba sekuat Rowan Atkinson, guyonan yang dilontarkan dalam Johnny English Strikes Again sangat mungkin berakhir anyep yang tentu saja bukan menandakan anggun bagi film yang mengandalkan guyonan.

Acceptable (3/5)


Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel