Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik
Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Solow dan Swan (1956). Model Solow-Swan memakai unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi (eksogen), dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar yakni masuknya unsur kemajuan teknologi. Selain itu, Solow-Swan memakai model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu: akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas meningkat. Dalam model Solow-Swan, persoalan teknologi dianggap fungsi dari waktu.
Teori Solow-Swan menilai bahwa dalam banyak hal prosedur pasar sanggup membuat keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mempengaruhi atau mencampuri pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Menurut Mankiw Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi melalui skala pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constant returns to scale). Asumsi ini sering dianggap realistis, menyerupai akan kita lihat berikut ini, perkiraan ini membantu untuk mempermudah analisis. Ingatlah bahwa fungsi produksi mempunyai skala pengembalian konstan jika.
Dengan z bernilai positif. Jika kita mengalikan modal dan tenaga kerja dengan z, kita juga mengalikan jumlah output dengan z. Fungsi produksi dengan skala pengembalian konstan memungkinkan kita menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Untuk melihat kebenarannya, gunakan z = 1/L dalam persamaan di atas untuk mendapatkan.
Persamaan ini memperlihatkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L yakni fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L. (Angka “1” adalah, tentu saja, konstan sehingga bisa dihilangkan perkiraan skala pengembalian konstan memperlihatkan bahwa besarnya perekonomian sebagaimana diukur oleh jumlah pekerja tidak mempengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per pekerja.
Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup beralasan untuk menyatakan seluruh variabel dalam istilah per pekerja. Kita nyatakan hal ini dengan karakter kecil, sehingga y = Y/L yakni output per pekerja, dan k = K/L yakni modal per pekerja selanjutnya kita bisa menulis fungsi produksi sebagai: Dimana kita definisikan f (k) = F(k,1). Ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi produksi menjadi lebih datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi mencerminkan produk marjinal modal yang kian menurun. Ketika k rendah, rata-rata pekerja hanya mempunyai sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal suplemen begitu mempunyai kegunaan dan sanggup mempeeroduksi banyak output tambahan. Ketika k tinggi, rata-rata pekerja mempunyai banyak modal, sehingga satu unit modal suplemen hanya sedikit meningkatkan produksi. Fungsi produksi memperlihatkan bagaimana jumlah modal per pekerja k memilih jumlah output per pekerja y = f(k). Kemiringan fungsi produksi yakni produk marjinal modal : kalau k meningkat 1 unit, y meningkat sebesar MPK unit. Fungsi produksi menjadi lebih datar saat k naik, yang memperlihatkan penurunan produk marjinal modal.
Kemiringan dari fungsi produksi ini memperlihatkan berapa banyaknya output suplemen yang dihasilkan seorang pekerja saat mendapat satu unit modal tambahan. Angka yang diperoleh merupakan produk marjinal modal MPK.
Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja y merupakan konsumsi per pekerja c dan investasi per pekerja i : Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Dengan fungsi konsumsi sederhana :
Dimana s, tingkat tabungan, yakni angka antara nol dan satu. Perlu diingat bahwa banyak sekali kebijakan pemerintah secara potensial bisa mempengaruhi tingkat tabungan nasional, sehingga salah satu dari tujuan kita yakni mencari berapa tingkat tabungan yang diinginkan. Namun, kini kita asumsikan tingkat bunga s sudah baku. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi ini kuat pada investasi, substitusikan (1-s)y untuk c dalam identitas perhitungan pendapatan nasional :
Dan kita ubah lagi menjadi Persamaan ini memperlihatkan bahwa investasi sama dengan tabungan, tingkat tabungan s juga merupakan bab dari output yang memperlihatkan investasi. Pada setiap momen, persediaan modal yakni determinan output perekonomian yang penting alasannya yakni persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk peluasan perjuangan dan peralatan baru, dan hal itu menjadikan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menjadikan persediaan modal berkurang.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, investasi per pekerja i sama dengan sy. Dengan mengganti fungsi produksi untuk y, kita bisa memperlihatkan investasi per pekerja sebagai fungsi dari persediaan modal per pekerja : i = sf(k). Persamaan ini mengaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan akumulasi modal gres i. Gambar 3 memperlihatkan hubungan ini, gambar ini memperlihatkan bagaimana untuk setiap nilai k, jumlah output ditentukan oleh fungsi produksi f(k), dan alokasi output itu di antara konsumsi dan tabungan ditentukan oleh tingkat tabungan s. Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, kita asumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal δ menyusut setiap tahun. Di sini δ disebut tingkat depresiasi.
Kita bisa nyatakan dampak investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal dalam persamaan ini: Perubahan persediaan modal = Investasi Depresiasi ∆k = i δk Dimana ∆k yakni perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu dan tahun berikutnya. Karena investasi i sama dengan sf(k), kita bisa menulisnya sebagai, ∆k = sf(k) δk
Investasi dan depresiasi untuk tingkat persediaan modal k yang berbeda. Semakin tinggi persediaan modal, semakin besar jumlah output dan investasi. Namun semakin tinggi persediaan modal, semakin besar pula jumlah depresiasinya. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5, ada persediaan modal k* di mana jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi. Jika perekonomian berada dalam tingkat persediaan modal ini, maka persediaan modal tidak akan berubah alasannya yakni dua kekuatan investasi dan depresiasi beraksi di dalamnya secara seimbang. Yaitu, pada k*, ∆k = 0, sehingga persediaan modal k dan output f(k) dalam kondisi mapan sepanjang waktu (tidak tumbuh atau menyusut). Karena itu, kita menyebutnya k* sebagai tingkat modal pada kondisi mapan (steady-state level of capital).
Kondisi mapan signifikan alasannya yakni dua alasan. Seperti kita lihat, perekonomian pada kondisi mapan akan tetap stabil. Selain itu, yang juga penting, perekonomian yang tidak berada pada kondisi mapan akan berusaha menuju kesana. Yaitu, tanpa memperhatikan tingkat modal yang digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal yang digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal kondisi mapan. Dalam hal ini, kondisi mapan (steady-state) menunjukkan ekuilibrium perekonomian jangka panjang.
Untuk melihat mengapa perekonomian selalu berakhir pada kondisi mapan, anggaplah bahwa perekonomian diawali dengan tingkat modal yang lebih kecil dari tingkat modal kondisi mapan, menyerupai tingkat k Dalam hal ini, tingkat investasi melebihi jumlah depresiasi. Sepanjang waktu, persediaan modal akan naik dan akan terus naik bersamaan dengan output f(k) sampai mendekati kondisi mapan k*.
Demikian pula, anggaplah bahwa perekonomian dimulai dengan tingkat modal yang lebih besar dari tingkat modal kondisi mapan, yaitu tingkat k2 . Dalam hal ini, investasi lebih kecil daripada depresiasi : modal akan habis digunakan lebih cepat ketimbang penggantiannya. Persediaan modal akan turun, yang sekali lagi mendekati tingkat kondisi mapan. Sekali persediaan modal mencapai kondisi mapan, investasi sama dengan depresiasi, dan tidak ada tekanan terhadap persediaan modal untuk naik atau turun.Tingkat modal yang memaksimalkan konsumsi pada kondisi mapan disebut tingkat kaidah emas. Nilai kondisi mapan k yang memaksimalkan konsumsi disebut tingkat modal kaidah emas dan dinyatakan k* emas. Bagaimana kita bisa menyatakan bahwa suatu perekonomian berada pada tingkat kaidah emas? untuk menjawab pertanyaan ini, pertama kita harus memilih konsumsi per pekerja pada kondisi mapan. Lalu kita bisa melihat kondisi mapan mana yang memberikan konsumsi paling besar.
Konsumsi yakni output dikurangi investasi. Karena kita ingin mencari konsumsi pada kondisi mapan, maka kita ganti nilai kondisi mapan untuk output dan investasi. Output per pekerja pada kondisi mapan yakni f(k*), di mana k* yakni persediaan modal per pekerja pada kondisi mapan. Selanjutnya, alasannya yakni persediaan modal tidak berubah dalam kondisi mapan, maka investasi sama dengan penyusutan δk*. Dengan mengganti f(k*) untuk y dan δk* untuk i, kita bisa menulis konsumsi per pekerja pada kondisi mapan sebagai berikut : c* = f(k*) – δk*.
Persamaan ini memperlihatkan bahwa kenaikan modal pada kondisi mapan mempunyai dua dampak yang berlawanan terhadap konsumsi pada kondisi mapan. Di satu sisi, lebih banyak modal berarti lebih banyak output. Di sisi lain, lebih banyak modal juga berarti bahwa lebih banyak output yang harus digunakan untuk mengganti modal yang habis dipakai. Ketika membandingkan kondisi mapan, kita harus ingat bahwa tingkat modal yang lebih tinggi mempengaruhi output dan depresiasi. Jika tingkat modal berada di bawah di bawah tingkat Kaidah Emas, maka kenaikan persediaan modal akan meningkatkan output lebih banyak ketimbang depresiasi, sehingga konsumsi meningkat. Sebaliknya, kalau persediaan modal di atas tingkat Kaidah Emas, maka kenaikan persediaan modal mengurangi konsumsi, alasannya yakni kenaikan output lebih kecil ketimbang kenaikan depresiasi.
Sekarang kita bisa menetapkan kondisi sederhana yang mencirikan tingkat modal Kaidah Emas. Bahwa kemiringan fungsi produksi yakni produk marjinal modal MPK. kemiringan garis δk* yakni δ. Karena kedua kemiringan ini sama pada k* emas, maka Kaidah Emas dijelaskan dengan persamaan MPK = δ
Pada tingkat modal Kaidah Emas, produk marjinal modal sama dengan tingkat depresiasi. Bagaimana pertumbuhan populasi memperngaruhi kondisi mapan, kita harus membahas bagaimana pertumbuhan populasi, bersama – sama dengan investasi dan depresiasi, mempengaruhi akumulasi modal per pekerja. Kita akan memakai karakter kecil untuk jumlah per perkerja. Jadi, k = K/L yakni modal per pekerja, dan y = Y/L yakni output per pekerja. Akan tetapi harus diingat bahwa jumlah pekerja terus tumbuh sepanjang waktu. Perubahan persediaan modal per pekerja yakni :
∆k = i – (δ + n)k.
Persamaan ini memperlihatkan bagaimana investasi, depresiasi, dan pertumbuhan populasi mempengaruhi persediaan modal per pekerja. Investasi meningkatkan k sedangkan depresiasi dan pertumbuhan populasi mengurangi k. Dan di asumsikan populasi konstan (n = 0).
Analisis kita wacana pertumbuhan populasi kini lebih banyak memberi hasil ketimbang sebelumnya. Pertama, kita ganti sf(k) untuk i. Persamaan ini kemudian bisa kita tulis berikut: ∆k = sf(k) – (δ + n)k. Dalam kondisi mapan, dampak positif investasi terhadap persediaan modal per pekerja akan menyeimbangkan dampak negatif depresiasi dan pertumbuhan populasi. Yaitu, pada k*, ∆k = 0, dan i* = δk* + nk*. Sekali perekonomian berada dalam kondisi mapan, investasi mempunyai dua tujuan. Sebagian dari perekonomian itu (δk*) akan mengganti modal yang terdepresiasi dan sisanya (nk*) memberi modal untuk para pekerja baru. Akhirnya, pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria kita untuk memilih tingkat modal Kaidah Emas (memaksimalkan konsumsi). Untuk melihat bagaimana kriteria ini berubah, ingatlah bahwa konsumsi per pekerja adalah: c = y – i
Karena output pada kondisi mapan yakni f(k*) dan investasi pada kondisi mapan yakni (δ + n)k*, maka kita sanggup menulis persamaan konsumsi pada kondisi mapan sebagai: c* = f(k*) – (δ + n)k*
Dapat kita simpulkan bahwa tingkat k* yang memaksimalkan konsumsi yakni MPK = δ + n atau sama dengan, MPK – δ = n
Dalam kondisi mapan Kaidah Emas, produk marjinal modal sesudah terdepresiasi sama dengan tingkat pertumbuhan populasi. Model Solow juga menjelaskan kemajuan teknologi yang merupakan
variabel eksogen yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. Untuk memasukkan kemajuan teknologi, kita kembali ke fungsi produksi yang mengaitkan modal total K dan tenaga kerja total L dengan output total Y. Jadi, fungsi produksi itu adalah: Y = F(K, L) Kini kita tulis fungsi produksi sebagai : Y = F(K, L × E)
Di mana E yakni variabel gres (dan abstrak) yang disebut efisiensi tenaga kerja. Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat wacana metode-metode produksi: saat teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat. Efisiensi tenaga kerja juga meningkat saat ada pengembangan dalam kesehatan, pendidikan, atau keahlian angkatan kerja. L × E mengukur para pekerja efektif. Perkalian ini memperhitungkan jumlah pekerja L dan efisiensi masing-masing pekerja E. Fungsi produksi yang gres menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah per pekerja efektif, L × E.
Asumsi yang paling sederhana wacana kemajuan teknologi yakni bahwa kemajuan teknologi menjadikan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada tingkat konstan g. Bentuk kemajuan teknologi disebut pengoptimalan tenaga kerja, dan g disebut tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (Labor-augmenting technological progress). Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L × E tumbuh pada tingkat n + g.
Karena kemajuan teknologi yang dimodelkan di sini menambah efesiensi tenaga kerja, maka hal itu mempunyai imbas yang sama terhadap populasi. Meskipun kemajuan teknologi tidak menjadikan jumlah pekerja actual meningkat. Namun sebenarnya, setiap pekerja menghasilkan unit yang lebih banyak sepanjang waktu. Kaprikornus kemajuan teknologi menjadikan jumlah pekerja efektif meningkat. Untuk melaksanakan hal ini, kita perlu mempertimbangkan kembali notasi kita, kita nyatakan k = K/(L × E) memperlihatkan modal per pekerja efektif, dan y = Y/(L × E) memperlihatkan output per pekerja efektif. Dengan definisi ini kita bisa menulis kembali y = f(k).
Persamaan yang memperlihatkan evolusi k sepanjang waktu kini berubah menjadi: ∆k = sf(k) – (δ + n + g)k. Perubahan persediaan modal ∆k sama dengan investasi sf(k) dikurangi investasi pulang pokok (δ + n + g)k. Namun, alasannya yakni k = K/(L × E), maka investasi pulang pokok mencakup tiga kaidah : untuk menjaga k tetap konstan, δk diperlukan untuk mengganti modal yang terdepresiasi, nk diperlukan untuk memberi modal bagi para pekerja baru, dang k diperlukan untuk memberi modal bagi “para pekerja efektif” gres yang diciptakan oleh teknologi.
Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria untuk kaidah emas. Tingkat modal Kaidah Emas kini didefinisikan sebagai kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja efektif. Dengan mengikuti argumen yang sama yang kita gunakan sebelumnya, kita bisa memperlihatkan bahwa konsumsi per pekerja efektif pada kondisi mapan adalah:c* = f(k*) – (δ + n + g)*. konsumsi pada kondisi mapan dimaksimalkan kalau MPK = δ + n + g, atau MPK – δ = n + g. Yaitu, pada tingkat modal Kaidah Emas, Produk marjinal neto, MPK – δ, sama dengan tingkat pertumbuhan output total, n + g. Karena perekonomian faktual mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka kita harus memakai kriteria ini untuk mengevaluasi apakah hal itu mempunyai modal yang lebih besar atau lebih kecil dari kondisi mapan Kaidah Emas.
Dengan demikian, dalam kondisi mapan dampak positif investasi terhadap persediaan modal per pekerja akan menyeimbangkan dampak negatif depresiasi dan pertumbuhan populasi. Sekali perekonomian berada dalam kondisi mapan, investasi mempunyai dua tujuan. Sebagian dari perekonomian itu akan mengganti modal yang terdepresiasi, dan sisanya memberi modal untuk para pekerja baru.
Model ini memperlihatkan bagaimana tabungan dan pertumbuhan populasi memilih persediaan modal kondisi mapan perekonomian dan tingkat pendapatan perkapita pada kondisi mapan. Dapat kita lihat mengapa negara-negara yang yang menabung dan menginvestasikan sebagian besar outputmereka lebih kaya dari negara-negara yang menabung dan menginvestasikan lebih sedikit output, dan mengapa negara-negara dengan tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi lebih miskin ketimbang negara-negara dengan tingkat pertumbuhan populasi yang rendah. Untungnya, para ekonom cukup banyak mengetahui wacana kekuatan-kekuatan yang mengarahkan pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam memilih tingkat serta pertumbuhan standar kehidupan suatu negara.
Sumber https://pakarmakalah.blogspot.com/
Teori Solow-Swan menilai bahwa dalam banyak hal prosedur pasar sanggup membuat keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mempengaruhi atau mencampuri pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Menurut Mankiw Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi melalui skala pengembalian konstan atau skala hasil konstan (constant returns to scale). Asumsi ini sering dianggap realistis, menyerupai akan kita lihat berikut ini, perkiraan ini membantu untuk mempermudah analisis. Ingatlah bahwa fungsi produksi mempunyai skala pengembalian konstan jika.
Dengan z bernilai positif. Jika kita mengalikan modal dan tenaga kerja dengan z, kita juga mengalikan jumlah output dengan z. Fungsi produksi dengan skala pengembalian konstan memungkinkan kita menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Untuk melihat kebenarannya, gunakan z = 1/L dalam persamaan di atas untuk mendapatkan.
Persamaan ini memperlihatkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L yakni fungsi dari jumlah modal per pekerja K/L. (Angka “1” adalah, tentu saja, konstan sehingga bisa dihilangkan perkiraan skala pengembalian konstan memperlihatkan bahwa besarnya perekonomian sebagaimana diukur oleh jumlah pekerja tidak mempengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per pekerja.

Karena besarnya perekonomian tidak menjadi masalah, maka cukup beralasan untuk menyatakan seluruh variabel dalam istilah per pekerja. Kita nyatakan hal ini dengan karakter kecil, sehingga y = Y/L yakni output per pekerja, dan k = K/L yakni modal per pekerja selanjutnya kita bisa menulis fungsi produksi sebagai: Dimana kita definisikan f (k) = F(k,1). Ketika jumlah modal meningkat, kurva fungsi produksi menjadi lebih datar, yang mengindikasikan bahwa fungsi produksi mencerminkan produk marjinal modal yang kian menurun. Ketika k rendah, rata-rata pekerja hanya mempunyai sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal suplemen begitu mempunyai kegunaan dan sanggup mempeeroduksi banyak output tambahan. Ketika k tinggi, rata-rata pekerja mempunyai banyak modal, sehingga satu unit modal suplemen hanya sedikit meningkatkan produksi. Fungsi produksi memperlihatkan bagaimana jumlah modal per pekerja k memilih jumlah output per pekerja y = f(k). Kemiringan fungsi produksi yakni produk marjinal modal : kalau k meningkat 1 unit, y meningkat sebesar MPK unit. Fungsi produksi menjadi lebih datar saat k naik, yang memperlihatkan penurunan produk marjinal modal.
Kemiringan dari fungsi produksi ini memperlihatkan berapa banyaknya output suplemen yang dihasilkan seorang pekerja saat mendapat satu unit modal tambahan. Angka yang diperoleh merupakan produk marjinal modal MPK.
Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja y merupakan konsumsi per pekerja c dan investasi per pekerja i : Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Dengan fungsi konsumsi sederhana :
Dimana s, tingkat tabungan, yakni angka antara nol dan satu. Perlu diingat bahwa banyak sekali kebijakan pemerintah secara potensial bisa mempengaruhi tingkat tabungan nasional, sehingga salah satu dari tujuan kita yakni mencari berapa tingkat tabungan yang diinginkan. Namun, kini kita asumsikan tingkat bunga s sudah baku. Untuk melihat apakah fungsi konsumsi ini kuat pada investasi, substitusikan (1-s)y untuk c dalam identitas perhitungan pendapatan nasional :
Dan kita ubah lagi menjadi Persamaan ini memperlihatkan bahwa investasi sama dengan tabungan, tingkat tabungan s juga merupakan bab dari output yang memperlihatkan investasi. Pada setiap momen, persediaan modal yakni determinan output perekonomian yang penting alasannya yakni persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk peluasan perjuangan dan peralatan baru, dan hal itu menjadikan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menjadikan persediaan modal berkurang.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, investasi per pekerja i sama dengan sy. Dengan mengganti fungsi produksi untuk y, kita bisa memperlihatkan investasi per pekerja sebagai fungsi dari persediaan modal per pekerja : i = sf(k). Persamaan ini mengaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan akumulasi modal gres i. Gambar 3 memperlihatkan hubungan ini, gambar ini memperlihatkan bagaimana untuk setiap nilai k, jumlah output ditentukan oleh fungsi produksi f(k), dan alokasi output itu di antara konsumsi dan tabungan ditentukan oleh tingkat tabungan s. Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, kita asumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal δ menyusut setiap tahun. Di sini δ disebut tingkat depresiasi.
Kita bisa nyatakan dampak investasi dan depresiasi terhadap persediaan modal dalam persamaan ini: Perubahan persediaan modal = Investasi Depresiasi ∆k = i δk Dimana ∆k yakni perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu dan tahun berikutnya. Karena investasi i sama dengan sf(k), kita bisa menulisnya sebagai, ∆k = sf(k) δk
Investasi dan depresiasi untuk tingkat persediaan modal k yang berbeda. Semakin tinggi persediaan modal, semakin besar jumlah output dan investasi. Namun semakin tinggi persediaan modal, semakin besar pula jumlah depresiasinya. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5, ada persediaan modal k* di mana jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi. Jika perekonomian berada dalam tingkat persediaan modal ini, maka persediaan modal tidak akan berubah alasannya yakni dua kekuatan investasi dan depresiasi beraksi di dalamnya secara seimbang. Yaitu, pada k*, ∆k = 0, sehingga persediaan modal k dan output f(k) dalam kondisi mapan sepanjang waktu (tidak tumbuh atau menyusut). Karena itu, kita menyebutnya k* sebagai tingkat modal pada kondisi mapan (steady-state level of capital).
Kondisi mapan signifikan alasannya yakni dua alasan. Seperti kita lihat, perekonomian pada kondisi mapan akan tetap stabil. Selain itu, yang juga penting, perekonomian yang tidak berada pada kondisi mapan akan berusaha menuju kesana. Yaitu, tanpa memperhatikan tingkat modal yang digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal yang digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal kondisi mapan. Dalam hal ini, kondisi mapan (steady-state) menunjukkan ekuilibrium perekonomian jangka panjang.
Untuk melihat mengapa perekonomian selalu berakhir pada kondisi mapan, anggaplah bahwa perekonomian diawali dengan tingkat modal yang lebih kecil dari tingkat modal kondisi mapan, menyerupai tingkat k Dalam hal ini, tingkat investasi melebihi jumlah depresiasi. Sepanjang waktu, persediaan modal akan naik dan akan terus naik bersamaan dengan output f(k) sampai mendekati kondisi mapan k*.
Demikian pula, anggaplah bahwa perekonomian dimulai dengan tingkat modal yang lebih besar dari tingkat modal kondisi mapan, yaitu tingkat k2 . Dalam hal ini, investasi lebih kecil daripada depresiasi : modal akan habis digunakan lebih cepat ketimbang penggantiannya. Persediaan modal akan turun, yang sekali lagi mendekati tingkat kondisi mapan. Sekali persediaan modal mencapai kondisi mapan, investasi sama dengan depresiasi, dan tidak ada tekanan terhadap persediaan modal untuk naik atau turun.Tingkat modal yang memaksimalkan konsumsi pada kondisi mapan disebut tingkat kaidah emas. Nilai kondisi mapan k yang memaksimalkan konsumsi disebut tingkat modal kaidah emas dan dinyatakan k* emas. Bagaimana kita bisa menyatakan bahwa suatu perekonomian berada pada tingkat kaidah emas? untuk menjawab pertanyaan ini, pertama kita harus memilih konsumsi per pekerja pada kondisi mapan. Lalu kita bisa melihat kondisi mapan mana yang memberikan konsumsi paling besar.
Konsumsi yakni output dikurangi investasi. Karena kita ingin mencari konsumsi pada kondisi mapan, maka kita ganti nilai kondisi mapan untuk output dan investasi. Output per pekerja pada kondisi mapan yakni f(k*), di mana k* yakni persediaan modal per pekerja pada kondisi mapan. Selanjutnya, alasannya yakni persediaan modal tidak berubah dalam kondisi mapan, maka investasi sama dengan penyusutan δk*. Dengan mengganti f(k*) untuk y dan δk* untuk i, kita bisa menulis konsumsi per pekerja pada kondisi mapan sebagai berikut : c* = f(k*) – δk*.
Persamaan ini memperlihatkan bahwa kenaikan modal pada kondisi mapan mempunyai dua dampak yang berlawanan terhadap konsumsi pada kondisi mapan. Di satu sisi, lebih banyak modal berarti lebih banyak output. Di sisi lain, lebih banyak modal juga berarti bahwa lebih banyak output yang harus digunakan untuk mengganti modal yang habis dipakai. Ketika membandingkan kondisi mapan, kita harus ingat bahwa tingkat modal yang lebih tinggi mempengaruhi output dan depresiasi. Jika tingkat modal berada di bawah di bawah tingkat Kaidah Emas, maka kenaikan persediaan modal akan meningkatkan output lebih banyak ketimbang depresiasi, sehingga konsumsi meningkat. Sebaliknya, kalau persediaan modal di atas tingkat Kaidah Emas, maka kenaikan persediaan modal mengurangi konsumsi, alasannya yakni kenaikan output lebih kecil ketimbang kenaikan depresiasi.
Sekarang kita bisa menetapkan kondisi sederhana yang mencirikan tingkat modal Kaidah Emas. Bahwa kemiringan fungsi produksi yakni produk marjinal modal MPK. kemiringan garis δk* yakni δ. Karena kedua kemiringan ini sama pada k* emas, maka Kaidah Emas dijelaskan dengan persamaan MPK = δ
Pada tingkat modal Kaidah Emas, produk marjinal modal sama dengan tingkat depresiasi. Bagaimana pertumbuhan populasi memperngaruhi kondisi mapan, kita harus membahas bagaimana pertumbuhan populasi, bersama – sama dengan investasi dan depresiasi, mempengaruhi akumulasi modal per pekerja. Kita akan memakai karakter kecil untuk jumlah per perkerja. Jadi, k = K/L yakni modal per pekerja, dan y = Y/L yakni output per pekerja. Akan tetapi harus diingat bahwa jumlah pekerja terus tumbuh sepanjang waktu. Perubahan persediaan modal per pekerja yakni :
∆k = i – (δ + n)k.
Persamaan ini memperlihatkan bagaimana investasi, depresiasi, dan pertumbuhan populasi mempengaruhi persediaan modal per pekerja. Investasi meningkatkan k sedangkan depresiasi dan pertumbuhan populasi mengurangi k. Dan di asumsikan populasi konstan (n = 0).
Analisis kita wacana pertumbuhan populasi kini lebih banyak memberi hasil ketimbang sebelumnya. Pertama, kita ganti sf(k) untuk i. Persamaan ini kemudian bisa kita tulis berikut: ∆k = sf(k) – (δ + n)k. Dalam kondisi mapan, dampak positif investasi terhadap persediaan modal per pekerja akan menyeimbangkan dampak negatif depresiasi dan pertumbuhan populasi. Yaitu, pada k*, ∆k = 0, dan i* = δk* + nk*. Sekali perekonomian berada dalam kondisi mapan, investasi mempunyai dua tujuan. Sebagian dari perekonomian itu (δk*) akan mengganti modal yang terdepresiasi dan sisanya (nk*) memberi modal untuk para pekerja baru. Akhirnya, pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria kita untuk memilih tingkat modal Kaidah Emas (memaksimalkan konsumsi). Untuk melihat bagaimana kriteria ini berubah, ingatlah bahwa konsumsi per pekerja adalah: c = y – i
Karena output pada kondisi mapan yakni f(k*) dan investasi pada kondisi mapan yakni (δ + n)k*, maka kita sanggup menulis persamaan konsumsi pada kondisi mapan sebagai: c* = f(k*) – (δ + n)k*
Dapat kita simpulkan bahwa tingkat k* yang memaksimalkan konsumsi yakni MPK = δ + n atau sama dengan, MPK – δ = n
Dalam kondisi mapan Kaidah Emas, produk marjinal modal sesudah terdepresiasi sama dengan tingkat pertumbuhan populasi. Model Solow juga menjelaskan kemajuan teknologi yang merupakan
variabel eksogen yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. Untuk memasukkan kemajuan teknologi, kita kembali ke fungsi produksi yang mengaitkan modal total K dan tenaga kerja total L dengan output total Y. Jadi, fungsi produksi itu adalah: Y = F(K, L) Kini kita tulis fungsi produksi sebagai : Y = F(K, L × E)
Di mana E yakni variabel gres (dan abstrak) yang disebut efisiensi tenaga kerja. Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat wacana metode-metode produksi: saat teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat. Efisiensi tenaga kerja juga meningkat saat ada pengembangan dalam kesehatan, pendidikan, atau keahlian angkatan kerja. L × E mengukur para pekerja efektif. Perkalian ini memperhitungkan jumlah pekerja L dan efisiensi masing-masing pekerja E. Fungsi produksi yang gres menyatakan bahwa output total Y bergantung pada jumlah unit modal K dan jumlah per pekerja efektif, L × E.
Asumsi yang paling sederhana wacana kemajuan teknologi yakni bahwa kemajuan teknologi menjadikan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada tingkat konstan g. Bentuk kemajuan teknologi disebut pengoptimalan tenaga kerja, dan g disebut tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (Labor-augmenting technological progress). Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n, dan efisiensi dari setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L × E tumbuh pada tingkat n + g.
Karena kemajuan teknologi yang dimodelkan di sini menambah efesiensi tenaga kerja, maka hal itu mempunyai imbas yang sama terhadap populasi. Meskipun kemajuan teknologi tidak menjadikan jumlah pekerja actual meningkat. Namun sebenarnya, setiap pekerja menghasilkan unit yang lebih banyak sepanjang waktu. Kaprikornus kemajuan teknologi menjadikan jumlah pekerja efektif meningkat. Untuk melaksanakan hal ini, kita perlu mempertimbangkan kembali notasi kita, kita nyatakan k = K/(L × E) memperlihatkan modal per pekerja efektif, dan y = Y/(L × E) memperlihatkan output per pekerja efektif. Dengan definisi ini kita bisa menulis kembali y = f(k).
Persamaan yang memperlihatkan evolusi k sepanjang waktu kini berubah menjadi: ∆k = sf(k) – (δ + n + g)k. Perubahan persediaan modal ∆k sama dengan investasi sf(k) dikurangi investasi pulang pokok (δ + n + g)k. Namun, alasannya yakni k = K/(L × E), maka investasi pulang pokok mencakup tiga kaidah : untuk menjaga k tetap konstan, δk diperlukan untuk mengganti modal yang terdepresiasi, nk diperlukan untuk memberi modal bagi para pekerja baru, dang k diperlukan untuk memberi modal bagi “para pekerja efektif” gres yang diciptakan oleh teknologi.
Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria untuk kaidah emas. Tingkat modal Kaidah Emas kini didefinisikan sebagai kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja efektif. Dengan mengikuti argumen yang sama yang kita gunakan sebelumnya, kita bisa memperlihatkan bahwa konsumsi per pekerja efektif pada kondisi mapan adalah:c* = f(k*) – (δ + n + g)*. konsumsi pada kondisi mapan dimaksimalkan kalau MPK = δ + n + g, atau MPK – δ = n + g. Yaitu, pada tingkat modal Kaidah Emas, Produk marjinal neto, MPK – δ, sama dengan tingkat pertumbuhan output total, n + g. Karena perekonomian faktual mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka kita harus memakai kriteria ini untuk mengevaluasi apakah hal itu mempunyai modal yang lebih besar atau lebih kecil dari kondisi mapan Kaidah Emas.
Dengan demikian, dalam kondisi mapan dampak positif investasi terhadap persediaan modal per pekerja akan menyeimbangkan dampak negatif depresiasi dan pertumbuhan populasi. Sekali perekonomian berada dalam kondisi mapan, investasi mempunyai dua tujuan. Sebagian dari perekonomian itu akan mengganti modal yang terdepresiasi, dan sisanya memberi modal untuk para pekerja baru.
Model ini memperlihatkan bagaimana tabungan dan pertumbuhan populasi memilih persediaan modal kondisi mapan perekonomian dan tingkat pendapatan perkapita pada kondisi mapan. Dapat kita lihat mengapa negara-negara yang yang menabung dan menginvestasikan sebagian besar outputmereka lebih kaya dari negara-negara yang menabung dan menginvestasikan lebih sedikit output, dan mengapa negara-negara dengan tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi lebih miskin ketimbang negara-negara dengan tingkat pertumbuhan populasi yang rendah. Untungnya, para ekonom cukup banyak mengetahui wacana kekuatan-kekuatan yang mengarahkan pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam memilih tingkat serta pertumbuhan standar kehidupan suatu negara.