17 Agustus, 1 Hari Berlalu Penyesalan Selamanya

Masih ku terdiam di halte bus antar desa itu, tak tau apayang ku cari. Aku tak begitu ingat dengan kisahnya.

Hiruk pikuk kendaraan beroda empat Bus beserta teriakan para kernetnya tak bisa menyita perhatianku dari sibuknya hatiku mengobrak-abrik setiap ingatan yang pernah direkam organ lunak di dalam kepalaku itu.

Udara sepoi-sepoi menambah kesyahduan meskipun cuaca sedikit panas. Kepalaku lenggak-lenggok menoleh kanan kiri mencari dan menunggu sesuatu yang ku tunggu. Aku tak tau, apakah beliau akan tiba ibarat dua tahun kemudian ketika kita masih berhubungan.
Teringat kembali penyesalanku ketika saya meninggalkannya begitu saja dalam kehidupannya yang begitu keras. Tangannku memegang kepalaku dan siku tanganku bertumpu pada lututku, persis ibarat orang yang stress karna kehilangan semua harta yang dimiliki. Air mataku terasa sangat berat bagai mendung hitam yang langit tak bisa lagi menahannya. Pilu.. Tapi saya sadar, semua telah terjadi.

Cika, itulah yang ku tunggu di halte itu. Wajahnya ceria, namun matanya menyimpan luka yang dalam. Matanya merah, bukan karna sakit, tetapi karna mata itu memang merah. Rambutnya yang lembut sedikit panjang melebihi pundak dengan poni yang tak terlalu panjang di wajahnya membuatnya agak ibarat dengan perempuan jepang yang sedang musim dengan style harajukunya.

Satuhal yang menciptakan saya kagum, wajahnya ibarat sekali dengan guru Bahasa Inggrisaku ketika masih SMP. Guru itulah yang memotivasi saya untuk tetap tegar dan beliau inspirasiku.

Sejak saya melihatnya di teras sekolah waktu itu, saya telah menyimpan rasa kagum padanya yang kemudian sekarang bermetamorfosis cinta dan rasa cinta itu tak berkurang sedikitpun hingga kini, meskipun sekarang saya telah menyukai perempuan lain salah satu mahasiswa jurusan akutansi di kampusku.

Sejak ketika itu muncul keinginanku untuk  lebih mengenal dia. Kucoba dan kucoba, namun tak ada sedikitpun keberanianku untuk berkenalan dengannya.

Hingga waktu berlalu hampir satu tahun lebih, saya tak sanggup lagi menahan rasa yang bergejolak dalam hatiku. Ku coba meminta tolong pada teman-temanku untuk mencarikan nomor ponselnya dan sesudah satu bulan balasannya saya mendapatkannya.

Saat itu beliau kelas tiga dan saya masih kelas dua, umurku pun lebih gampang satu tahun darinya. Pada malam menjelang Ujian Akhir Nasional saya mulai mengirim pesan ke ponselnya. Waktu itu beliau marah-marah karna saya tidak mengakui siapa saya sebenarnya.

Dari malam itu beliau tak mau lagi membalas pesan dariku. Namun usaha belum berakhir, saya masih tetap kokoh dengan niat awalku.

Setiap hari, setiap tiga kali sehari saya selalu mengirim pesan yang isinya puisi cinta, namun beliau juga tak mau membalas pesan dariku. Keadaan ini terus berlanjut hingga satu bulan lebih, hingga ketika puisi terakhirku yang salah satu baitnya "telah beribu puisi cinta terlayang padamu, namun hatimu tak jua bergeming" ku kirim, semuanya berubah.

Mulai ketika itu cika mau membalas pesan yang ku kirim dan mulai ketika itu perkenalan berlanjut dan saya menjadi sahabat terdekat dari hatinya, kawasan dirinya curhat wacana persoalan hidupnya hingga persoalan lainnya.

Sebenarnya banyak faktor yang mendukung keakraban saya dengan cika, diantaranya ketika itu dirinya telah digantungkan lebih dari tiga bulan oleh pacarnya yang notabene ialah seorang polisi. Karna itu saya mensugesti dirinya biar melupakan pacarnya itu dan terus melanjutkan hidupnya karna hidupnya jauh lebih penting dari pada polisi itu.

Cika bukan dari keluarga yang kaya, bahkan untuk sekolah keluarganya harus pundak membahu mencarikan biaya untuknya, sampai-sampai kakaknya harus tidak kuliah hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mencari uang untuk cika melanjutkan kuliahnya di jurusan kesehatan persis ibarat harapan kakaknya yang belum tercapai karna terbentur biaya.

Tiba waktunya kelulusan dan cika harus melanjutkan pendidikannya ke salah satu universitas di kota seberang. D3 keperawatan menjadi pilihan keluarganya, saya sangat mendukung dan selalu mensuport beliau untuk tetap optimis, meskipun hingga ketika itu beliau belum tau bagaimana wajahku,karna kami memang belum pernah bertemu.

Maklumlah, beliau sangat cantik, dan aku?
Apa yang sanggup dibanggakan dari diriku.
Aku tidak tampan, tidak kaya, tidak berbadan bagus, yang saya punya hanya sebait ketulusan yang ingin keberikan pada dirinya.

Tetapi, meskipun begitu, saya mensyukuri semuanya.  Waktu liburan, cika mengajakku bertemu dan menonton bola di Stadion Gelora Bumi Sriwijaya, ketika itu sedang ada perebutan piala AFC dan berkelahi tandang antara Liberia vs ? Entahlah saya lupa siapa lawannya ketika itu.

Cika memang hobi nonton bola, meskipun beliau seorang wanita, bahkan seluruh keluarganya pun juga hobi nonton bola. Namun pertemuan itu tidak bisa berlangsung karna saya ketika itu sedang pulang kampung ke kampugku.

Hari demi hari berlalu, kekerabatan kami makin dekat saja. Tiba ketika liburan mendekati hari kemerdakan 17 Agustus, cika yang ketika itu sedang libur pulang ke palembang dan kami berjanji bertemu di halte bis.

Setelah saya menunggu lama, balasannya cika datang, saya berjanji menemaninya membenarkan kamera digital milik kakaknya yang rusak pada hari itu. Setelah beberapa menit kita bertemu dan berkenalan secara langsung, kami eksklusif menuju kawasan yang telah kami rencanakan, tapi sayang kawasan itu tutup.

Sedikit jujur, bekerjsama saya sangat gugup ketika pertama jalan dengannya, karna ini ialah ketika pertama saya jalan bersama perempuan yang kucinta.

Di tengah perjalanan, saya bertemu segerombolan anak Sekolah Menengan Atas juga. Salah satu dari mereka yang melihatku menggunakan seragam celana Sekolah Menengan Atas dan berjalan di samping cika berkata pada sahabat yang lainnya, "ceweknya anggun kok cowoknya jelek",lalu mereka tertawa sambil berjalan berlawanan arah dan berlalu tertelan keramaian.

Setelah itu kami pulang karna cika harus packing untuk kembali ke kota kawasan beliau kuliah. Malamnya saya berfikir keras, dalam hatiku masih terngiang kata-kata belum dewasa Sekolah Menengan Atas di jalan tadi. Karna saya minder dibuatnya, balasannya saya berniat meninggalkan cika.

Mulai ketika itu saya ganti nomor ponsel dan saya menghapusnomor ponselnya, pesan terakhir yang ku kirim "jika kamu rindukan aku, tataplah bintang-bintang, mereka akan menemanimu dan memberikan rindumu padaku, karna mereka ialah temanku".

Mulai ketika itu saya tak lagi bekerjasama dengan cika, tetapi hatiku mengukir seribu penyesalan mulai ketika itu. Dan hatiku selalu menunggu dirinya di halte itu setiap tanggal 17 agustus, ini ialah tahun ketiga dari ketika bencana itu berlangsung.

Hem... ku lihat jam di tanganku telah mengambarkan pukul 12.00, namun yang ku tunggu tahun ini tak lagi sanggup kutemukan sama dengan tahun lalu.

Akhirnya ku ayunkan kakiku meninggalkan halte itu, dari kejauhan halte itu tampak sayup-sayup terlihat dan inilah mungkin simpulan dari cerita cinta yang tak kan pernah terulang, satu hari pertemuan menuai penyesalan selamanya.

Kini, sesudah 8 tahun berlalu saya menerima kabar kalau cika sudah menikah dengan lelaki yang dicintainya.
Alhamdulillah beliau senang meski tak bersamaku.

Copas dari notes facebook tertanggal 16 agustus 2010 

Lagu yang sesuai dengan cerpen di atas adalah  The Script - The Man Who Can't Be Moved

Sumber http://www.ekokurniady.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel