Jangan Lupakan Niat Puasa Di Malam Hari
Hadis Nabi menyampaikan bahwa Amalan-amalan itu tergantung pada niatnya. Begitu pelajaran dari para guru di madrasah, pesantren, majelis ta’lim dan lainnya, mengutip sabda Baginda Nabi Muhammad SAW.
Ya, niat memang sangat memilih nilai dari amalan yang dilakukan seseorang. Niat juga memilih kualitas suatu perbuatan. Dengan niat perbuatan seseorang akan dinilai sebagai ibadah atau hanya kebiasaan belaka. Dengan niat pula akan ditentukan seseorang akan mendapat ganjaran atau tidak dan seberapa besar ganjaran yang akan ia terima.
Begitu pula niat dalam ibadah puasa. Ia mengambil peranan yang cukup penting untuk diperhatikan oleh setiap Muslim yang hendak melaksanakan ibadah pantang makan dan minum ini. Terlebih kalau puasa yang akan dilakukan yaitu puasa wajib, lebih-lebih puasa wajib bulan Ramadhan, maka niat menjadi sangat vital dalam memilih sah dan tidaknya puasa yang dijalani. Tidak hingga di sini, jawaban kelalaian dalam hal niat juga akan menimbulkan banyak “kerugian” bagi pelakunya.
Dalam madzhab Imam Syafi’i niat puasa wajib harus dilakukan pada malam hari, yakni waktu sesudah terbenamnya matahari (maghrib) hingga dengan sebelum terbitnya fajar shadiq (belum masuk waktu shalat subuh). Berdasarkan sabda Rasulullah SAW (Lihat: Hasan Sulaiman Nuri dan Alwi Abas al-Maliki, Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughil Maram, juz 2, hal. 376):
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari maka tak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Untuk puasa wajib, termasuk puasa bulan Ramadhan, niat yang demikian itu harus dilakukan setiap malam alasannya yaitu puasa dalam tiap-tiap harinya yaitu satu ibadah tersendiri (Nawawi al-Bantani, Kaasyifatus Sajaa [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008],hal. 192). Dengan demikian kalau seseorang lupa belum berniat pada malam hari maka puasa pada siang harinya dianggap tidak sah.
Pertanyaannya lalu yaitu kalau sudah terang puasa pada hari tersebut tidak sah alasannya yaitu pada malam harinya lupa belum berniat, maka apakah diperbolehkan kalau pada hari itu orang tersebut tidak berpuasa? Toh kalau pun ia berpuasa sudah terang puasanya tidak sah.
Menurut Syekh Nawawi al-Bantani, aturan fiqih tetap mewajibkan orang tersebut berpuasa pada hari itu meskipun sudah terang puasanya tersebut tidak sah. Tidak berhenti hingga di situ, orang tersebut juga harus mengganti (mengqadla) puasa hari tersebut di hari lain di luar bulan Ramadlan. Barangkali inilah yang dimaksud dengan “kerugian” sebagaimana disebut di atas. Hanya alasannya yaitu teledor dan lalai dalam memperhatikan niat seseorang harus tetap berpuasa, namun puasanya itu dianggap tidak sah dan harus melaksanakan puasa ulang untuk menggantinya. Terlebih kalau melihat dari sisi kemuliaan bulan Ramadhan maka terang puasa sehari yang dilakukan di bulan Ramadhan jauh lebih bernilai dari pada puasa yang dilakukan di luar bulan Ramadhan. Ini juga menjadikan orang yang lupa niat semakin mengalami kerugian yang lebih besar.
Imam Qalyubi dalam kitab Hasyiyah¬-nya memberikan satu solusi sebagai langkah kehati-hatian. Bahwa biar puasanya orang yang lupa berniat pada malam harinya tetap sah maka dianjurkan pada malam pertama bulan Ramadhan untuk berniat akan berpuasa Ramadhan satu bulan penuh. Bila ini dilakukan maka seandainya seseorang lupa berniat pada malam tertentu puasanya akan tetap dianggap sah dan tidak ada kewajiban untuk menggantinya.
Niat yang demikian itu sanggup dilakukan dengan merujuk pada apa yang diajarkan oleh Imam Maliki (Syihabuddin al-Qalyubi,Hasyiyataa Qalyubi wa ‘Umairah [Kairo: Darul Hadis, 2014], juz 2, hal. 129). Namun demikian Imam Maliki juga memberi syarat, niat berpuasa untuk satu bulan penuh itu berlaku kalau puasanya tidak terputus. Bila puasanya terputus alasannya yaitu sakit, haid atau perjalanan maka wajib berniat kembali untuk hari-hari yang tersisa (Hasan Sulaiman Nuri dan Alwi Abas al-Maliki, hal. 377).
Adalah sebuah kenikmatan yang besar bagi kaum Muslimin di Indonesia di mana para ulamanya membudayakan niat berpuasa tolong-menolong pada setiap malam hari seusai shalat tarawih berjama’aah di masjid-masjid dan mushala-mushala. Kiranya perlu dibudayakan pula niat berpuasa sebulan penuh secara tolong-menolong pada malam pertama bulan Ramadhan sebagai langkah kehati-hatian sebagaimana diajarkan oleh Imam Maliki di atas.
sumber : NU Online